oleh: Oesman Ratmadja
Boim, pedagang mangga, yang sedang asyik ngobrol dengan Jali, pedagang rambutan, nyetop obrolan mereka. Sebab, seorang bocah yang menenteng plastik berisi sembako, datang ke tempat mereka. Baik Boim maupun Jali, berebut membujuk sang bocah
“ Saya datang
bukan mau beli rambutan atau
mangga. Tapi mau
kasih tau ada kabar gembira”
“ Kabar gembira?
Memang ada apaan?” Keduanya, serempak bertanya.
“ Abang bedua
tau kan apa isi di dalam kantong
plastik yang saya
bawa?” Tanya si bocah sambil memamerkan tentengan di tangannya.
“ Emangnye lu
baru beli sembako di mana?” Tanya Jali dan Boim berbarengan..
“ Beli ?
Sembako ini saya dapat dari pak Lurah.Kalau mau sembako
gratis, ke rumahnya aja.
Tapi, harus cepat.
Kalau telat, yaa, nggak mungkin abang berdua bisa
kebagian “
Tanpa pikir
panjang, dan karena tahu rumah pak Lurah tidak jauh dari tempat
mereka dagang, keduanya langsung berlari ke rumah pak Lurah. Tak
lama, mereka sudah balik lagi. Nafasnya ngos-ngosan. Wajahnya
melukiskan kesal. Keduanya ngegerutu karena si bocah yang tadi memberi info indah, setelah mereka kembali ke kios sudah nggak nampak batang hidungnya. Dicari cari juga tak kelihatan lagi plastik berisi sembako yang tadi ditentengnya. Karena dalam kesal tersimpan rasa penasaran, keduanya terus mencari si bocah, Karena tak ditemukan, mereka bertanya ke
petugas keamanan.
“ Bocah yang
tadi masukin mangga sama rambutan ke mobilnya? Laaaah, sudah minggat
ke sana. Saya kira dia ngeborong dagangan abang “
Boim dan Jali,
kaget setengah mati. Mereka yang semula tidak memperhatikan
dagangannya, bergegas kembali ke tempat dagangan. Melihat mangga dan
rambutan sudah ludes, Jali dan Boim yang sama-sama merasa sial cuma
bisa nyap-nyap.
“Dasar anak
setan. Masih kecil sudah jadi maling” Kata Jali
“Kalau sudah
besar, pasti jadi dedengkot mafia kasus “ Sambung Boim
“ Huusss, ngomong
apa kalian ?” Tanya seorang hansip yang mendadak lewat dan mampir
karena melihat keduanya sedang nyap-nyap
Boim dan Jali tentu
aja kagak enak. Mereka takut hansip tersinggung, karena nggak tau
kalau ada maling dan barang mereka lenyap diangkut maling
“ Nggak ngomong
apa-apa. Kita cuma ngomongin Pak Gubernur DKI tuh hebat, hobi blusukan, bukan manfaatin tanda tangan " “ Jali
buru buru bersuara
“ Soalnya, kalau
nggak bayar pajak, lantas apa kata dunia? Cuma, apa kata kita yaa kalau pajak dari rakyat terus menerus digayusin “ Boim menambahkan
“ Oooh, soal Pagub dan pajak? Kirain
punya kasus tanah atau kasus hukum.
Kalau punya kasus kayak
gitu, bilang ke saya saja. Saya siap, kok, makelarin. Dan kalau ada
maling, juga lapor ke saya aja. Pokoknya, saya jamin “
“ Jamin apanya,
pak?” Serempak mereka bertanya
“ Jamin
laporannya pasti saya catat. Soal barang yang hilang, biar aja kita
ikhlasin buat maling. Benar, kan ?”Kata pak Hansip
yang lantas nyelonong sip dan bukan nyelonong boy. Jali dan Baim
saling tatap tatapan. Nggak nyangka, kalau pak Hansip orangnya sangat
terbuka. Tidak seperti instutusi lain, pajak misalnya, nyaranin
rakyat ngawasin, eeh, petugasnya sendiri malah ngegerogotin. Kayak
tikus di rumah gue aje.
0 Response to "DICIPOAIN BOCAH"
Posting Komentar