<!-- Begin BidVertiser Referral code -->
<script language="JavaScript">var bdv_ref_pid=550991;var bdv_ref_type='i';var bdv_ref_option='p';var bdv_ref_eb='0';var bdv_ref_gif_id='ref_468x60_green_pbl';var bdv_ref_width=468;var bdv_ref_height=60;</script>
<script language="JavaScript" src="http://cdn.bidvertiser.com/referral_button.html?pid=550991"></script>
<noscript><a href="http://www.bidvertiser.com/bdv/BidVertiser/bdv_publisher_toolbar_creator.dbm">toolbar maker</a></noscript>
<!-- End BidVertiser Referral code -->
oleh: Oesman Ratmadja
Jika Bondan tak segera membaca sikon pasti terjadi salah paham dan
bukan tak mungkin dia dikeroyok oleh para pengojek. Menyadari ada
gelagat tidak mengasyikkan, Bondan cepat cepat mengeluarkan uang
dari sakunya. Namun tanpa sengaja ia mengeluarkan semua uang yang ada
di saku celana bagian kanannya. Bondan yang terbiasa mengantongi uang
banyak, menganggap hal biasa. Lain halnya dengan para tukang ojek.
Mereka terpana. Tak mengira kalau si anak muda banyak uangnya;
Bondan segera mencabut lima lembar ratusan ribu dengan tangan
kanannya.
“Sorri….gue bukan penjahat. Sekarang, bawa gue keliling ke
pinggiran Jakarta. Nih buat elu, bang. Kalau kurang, nanti lu tinggal
minta. Ayo, jalan. Oh iya, gue mau nyari rumah kontrakan di komplek
perumahan. Jadi, bawa gue ke komplek perumahan yang udeh lu tau
tempatnya. Di sana, kita cari rumah yang dikontrak atau yang dijual.
Begitu cocok, lu bawa lagi gue ke sini. Oke?”
Kalau saja si tukang ojek yang helmnya masih bersarang di kepala
Bondan, tidak mikir cari uang lebih sulit dari menghitung butiran
beras sekarung, dia gak bakal kepincut sama lima lembar ratusan
ribu. Cuma, lantaran beberapa temannya spontan ingin mengambil alih,
meski tak bisa lenyapkan rasa malu karena sudah curiga, dia jadi
berpikir lebih baik terima tawaran
“Kalu si Sabar kagak mau, pake ojek saya aja, boss,” samber
tukang ojek yang mengenakan jaket yang bagian belakang terbaca
tulisan “Ganyang Koruptor”
“ Kalau segitu ongkosnye, sama saya aja, boss. Sampai besok juga
saya siap, nganterin, ” kata yang satunya lagi, yang usai
menawarkan diri, kayanya berdoa dalam hati supaya Bondan memilih
dirinya. Hanya, Bondan dan para tukang ojek lainnya, sama sekali tak
mendengar doanya yang terucap da lam hati, dan didawamkan dengan
begitu khusuk.
“Tuhan…tolong bikin si Sabar linglung dan emosi. Biar
penumpangnya naik ojek saya saja. Soalnya, bayarannya setengah juta.
Tolong saya Tuhan. Sampai saat ini, saya belum bisa ngelunasin
kreditan motor “
Doa si tukang ojek yang pakai kaos Jack mania, bukan tak didengar
Tuhan. Hanya, Sabar, si tukang ojek yang punya asalan kenapa ia
curiga, sadar, ia lebih siap mem uang malu dan mengakui kebegoannya.
“Enak aje, lu pade. Gue kan, cuma salah paham,”ia buru-buru
menetralisir agar penum pangnya yang masih memakai helmnya, tak
beralih ke rekannya yang terang-terangan ngiler mau membawa Bondan ke
manapun tujuannya.
Sabar bergegas meminta maaf, Bondan mengikhlaskan uang di tangannya
disamber oleh Sabar, yang cepat memasukkanya ke saku celana, dan
buru-buru menstarter motor.
“Dasar keple, lu, Bar. Tadi ogah, sekarang nafsu “
“Mangkanye, lain kali ati-ati nilai orang. Penjahat lu sangka boss.
Eh, boss lu sangka penjahat”
Sabar yang tak menggubris ocehan temannya, juga malas mendengar
ocehan lainnya. Sabar cuma mau buru buru tancap gas, membawa sang
penumpang yang sudah membayar. Namun, niatnya tertahan sejenak.
Sebab, Bondan memanggil salah seorang pengojek dan saat mendekat
Bondang memberi lima lembar ratusan ribu.
“ Buat saya semua boss?” Tanya si pengojek yang kalo nggak malu
kepengen banget langsung nandak
“ Enak aja. Si abang yang terima semua. Tapi buat dibagi rata.
Ingat, jangan serakah. Jangan sampai kawan sendiri ada yang tidak
kebagian”
Rekan rekan Sabar yang lain jadi lupa sama hasrat menggantikan sabar.
Setidaknya, tanpa susah payah mereka juga dapat rezeki. Meski
jumlahnya sama tapi harus dibagi dengan sekian orang
Setelah Bondan memberi isyarat. Sabar buru-buru ngacir bersama
sepeda motornya. Membawa Bondan.
Rencananya, Sabar akan membawa Bondan, langsung ke kawasan
Joglo. Atau ke daerah pinggiran lain yang masih berbatasan dengan
wilayah Tangerang. Tapi,sekitar tigarutsan meter, Sabar malah
menepikan kendaraannya.
“Kenapa berhenti , bang ? Memang habis bensin>”
Sabar kagak nyaut. Ia standar motornya. Turun dan dengan lugu ia
menjura.
“Sorri boss. Saya tadi khilaf. Saya sekali lagi mohon, maaf. “
“Yeee, elu, bang. Lagi-lagi, maaf yang lu pinta. Kalau masih
kurang, kan mendingan lu minta duit ? Minta maaf nggak bakalan bisa
bikin lu kenyang, bang ”
“Saya serius, boss. Soal bayaran, sudah lebih dari cukup. Jadi,
saya benar-benar minta ma af, boss. Maafkan saya boss “
Sebenarnya, Bondan, jadi kepingin ngakak. Tapi, ia tak ingin tukang
ojek yang membawanya kembali salah persepsi
“Yaa, kalau si abang minta duit aje gue siap ngasih. Apalagi kalau
cuma minta maaf. Po koknya, gue maafin. Titik. Sekarang, cepat deh
kita berangkat “
“Terima kasih, boss. Saya jadi lega. Jadi enak bawanya. Saya siap
bawa boss sampai ke pelosok dan jika tidak ketemu, juga siap nemanin
sampai besok. Sampai boss dapat rumah yang cocok, “ ujar Sabar.
Ia sudah merasa senang, tenang dan tari kan nafasnya yang panjang
serta senyumnya yang nampak gemilang, menjelaskan, Sabar merasa sudah
bebas dari beban moral. Pasalnya, sang penumpang yang ia panggil
boss, sudah memaafkan
Sabar juga merasa sangat diuntungkan. Dapat rezeki nomplok dan dapat
penumpang berhati dermawan. Anak muda yang tak mengklaim kesalahan
dan kebodohannya.Yang tak mengalihkan niatnya ke ojek lain, tapi
justeru tetap memilihnya, meski tahu, sikap dan tindakannya sewaktu
di pangkalan, memang sangat menyebalkan.
“Kita ke daerah Joglo terlebih dahulu, yaa, boss”Sabar langsung
kasih ide. Ia yang sudah siap berangkat berusaha untuk
berakrab-akrab.
“Kemana saja. Yang penting komplek perumahan, lokasinya bisa hampir
ke Tangerang atau hampir ke Jakarta. Ngerti,kan? Oh iya, boleh tahu
nama abang siapa?”
“Sabar, boss,” sabar cepat menyahut dengan tetap konsentrasi.
Dan ia sangat hati-hati. Tidak mau ngebut. Maksimal hanya empat puluh
kilome terperjam. Kayaknya, Sabar kepingin berakrab akrab dengan
penumpangnya, meski dia belum tahu siapa namanya
“Jadi, nama abang Sabar. Kok waktu di pangkalan nama abang kaya
bukan Sabar. “
“Yaa... si boss.. kan saya sudah minta maaf”
“ Oh iyaa... yaa. Saya juga sudah memaafkan si abang, kan? Cuma,
lain kali, sikap abang mesti cocok sama nama abang yang tercantum di
ktp. Jangan cepat emosi kaya’ tadi ?” Kata Bondan, yang menangkap
gelagat kalau Sabar kepingin ngobrol.
Tapi, ia tidak ingin dahulu berakrab akrab dengan pengojek yang
tidak bisa bersikap Sabar. Makanya, Bondan tak ragu buat nyentil
kelakuan Sabar, yang nyaris berbuntut tidak mengenakan.
Bersambung...
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XX)"
Posting Komentar