BONDAN DAN TUKANG OJEK (XX)


<!-- Begin BidVertiser Referral code -->
<script language="JavaScript">var bdv_ref_pid=550991;var bdv_ref_type='i';var bdv_ref_option='p';var bdv_ref_eb='0';var bdv_ref_gif_id='ref_468x60_green_pbl';var bdv_ref_width=468;var bdv_ref_height=60;</script>
<script language="JavaScript" src="http://cdn.bidvertiser.com/referral_button.html?pid=550991"></script>
<noscript><a href="http://www.bidvertiser.com/bdv/BidVertiser/bdv_publisher_toolbar_creator.dbm">toolbar maker</a></noscript>

<!-- End BidVertiser Referral code -->

oleh: Oesman Ratmadja


Jika Bondan tak segera membaca sikon pasti terjadi salah paham dan bukan tak mungkin dia dikeroyok oleh para pengojek. Menyadari ada gelagat tidak mengasyikkan, Bondan cepat cepat mengeluarkan uang dari sakunya. Namun tanpa sengaja ia mengeluarkan semua uang yang ada di saku celana bagian kanannya. Bondan yang terbiasa mengantongi uang banyak, menganggap hal biasa. Lain halnya dengan para tukang ojek. Mereka terpana. Tak mengira kalau si anak muda banyak uangnya;

Bondan segera mencabut lima lembar ratusan ribu dengan tangan kanannya.

“Sorri….gue bukan penjahat. Sekarang, bawa gue keliling ke pinggiran Jakarta. Nih buat elu, bang. Kalau kurang, nanti lu tinggal minta. Ayo, jalan. Oh iya, gue mau nyari rumah kontrakan di komplek perumahan. Jadi, bawa gue ke komplek perumahan yang udeh lu tau tempatnya. Di sana, kita cari rumah yang dikontrak atau yang dijual. Begitu cocok, lu bawa lagi gue ke sini. Oke?”

Kalau saja si tukang ojek yang helmnya masih bersarang di kepala Bondan, tidak mikir cari uang lebih sulit dari menghitung butiran beras sekarung, dia gak bakal kepincut sama lima lembar ratusan ribu. Cuma, lantaran beberapa temannya spontan ingin mengambil alih, meski tak bisa lenyapkan rasa malu karena sudah curiga, dia jadi berpikir lebih baik terima tawaran

“Kalu si Sabar kagak mau, pake ojek saya aja, boss,” samber tukang ojek yang mengenakan jaket yang bagian belakang terbaca tulisan “Ganyang Koruptor”

“ Kalau segitu ongkosnye, sama saya aja, boss. Sampai besok juga saya siap, nganterin, ” kata yang satunya lagi, yang usai menawarkan diri, kayanya berdoa dalam hati supaya Bondan memilih dirinya. Hanya, Bondan dan para tukang ojek lainnya, sama sekali tak mendengar doanya yang terucap da lam hati, dan didawamkan dengan begitu khusuk.

“Tuhan…tolong bikin si Sabar linglung dan emosi. Biar penumpangnya naik ojek saya saja. Soalnya, bayarannya setengah juta. Tolong saya Tuhan. Sampai saat ini, saya belum bisa ngelunasin kreditan motor “

Doa si tukang ojek yang pakai kaos Jack mania, bukan tak didengar Tuhan. Hanya, Sabar, si tukang ojek yang punya asalan kenapa ia curiga, sadar, ia lebih siap mem uang malu dan mengakui kebegoannya.

“Enak aje, lu pade. Gue kan, cuma salah paham,”ia buru-buru menetralisir agar penum pangnya yang masih memakai helmnya, tak beralih ke rekannya yang terang-terangan ngiler mau membawa Bondan ke manapun tujuannya.

Sabar bergegas meminta maaf, Bondan mengikhlaskan uang di tangannya disamber oleh Sabar, yang cepat memasukkanya ke saku celana, dan buru-buru menstarter motor.

“Dasar keple, lu, Bar. Tadi ogah, sekarang nafsu “

“Mangkanye, lain kali ati-ati nilai orang. Penjahat lu sangka boss. Eh, boss lu sangka penjahat”

Sabar yang tak menggubris ocehan temannya, juga malas mendengar ocehan lainnya. Sabar cuma mau buru buru tancap gas, membawa sang penumpang yang sudah membayar. Namun, niatnya tertahan sejenak. Sebab, Bondan memanggil salah seorang pengojek dan saat mendekat Bondang memberi lima lembar ratusan ribu.

“ Buat saya semua boss?” Tanya si pengojek yang kalo nggak malu kepengen banget langsung nandak

“ Enak aja. Si abang yang terima semua. Tapi buat dibagi rata. Ingat, jangan serakah. Jangan sampai kawan sendiri ada yang tidak kebagian”

Rekan rekan Sabar yang lain jadi lupa sama hasrat menggantikan sabar. Setidaknya, tanpa susah payah mereka juga dapat rezeki. Meski jumlahnya sama tapi harus dibagi dengan sekian orang

Setelah Bondan memberi isyarat. Sabar buru-buru ngacir bersama sepeda motornya. Membawa Bondan.

Rencananya, Sabar akan membawa Bondan, langsung ke kawasan Joglo. Atau ke daerah pinggiran lain yang masih berbatasan dengan wilayah Tangerang. Tapi,sekitar tigarutsan meter, Sabar malah menepikan kendaraannya.

“Kenapa berhenti , bang ? Memang habis bensin&gt;”

Sabar kagak nyaut. Ia standar motornya. Turun dan dengan lugu ia menjura.

“Sorri boss. Saya tadi khilaf. Saya sekali lagi mohon, maaf. “

“Yeee, elu, bang. Lagi-lagi, maaf yang lu pinta. Kalau masih kurang, kan mendingan lu minta duit ? Minta maaf nggak bakalan bisa bikin lu kenyang, bang ”

“Saya serius, boss. Soal bayaran, sudah lebih dari cukup. Jadi, saya benar-benar minta ma af, boss. Maafkan saya boss “

Sebenarnya, Bondan, jadi kepingin ngakak. Tapi, ia tak ingin tukang ojek yang membawanya kembali salah persepsi

“Yaa, kalau si abang minta duit aje gue siap ngasih. Apalagi kalau cuma minta maaf. Po koknya, gue maafin. Titik. Sekarang, cepat deh kita berangkat “

“Terima kasih, boss. Saya jadi lega. Jadi enak bawanya. Saya siap bawa boss sampai ke pelosok dan jika tidak ketemu, juga siap nemanin sampai besok. Sampai boss dapat rumah yang cocok, “ ujar Sabar.

Ia sudah merasa senang, tenang dan tari kan nafasnya yang panjang serta senyumnya yang nampak gemilang, menjelaskan, Sabar merasa sudah bebas dari beban moral. Pasalnya, sang penumpang yang ia panggil boss, sudah memaafkan

Sabar juga merasa sangat diuntungkan. Dapat rezeki nomplok dan dapat penumpang berhati dermawan. Anak muda yang tak mengklaim kesalahan dan kebodohannya.Yang tak mengalihkan niatnya ke ojek lain, tapi justeru tetap memilihnya, meski tahu, sikap dan tindakannya sewaktu di pangkalan, memang sangat menyebalkan.

“Kita ke daerah Joglo terlebih dahulu, yaa, boss”Sabar langsung kasih ide. Ia yang sudah siap berangkat berusaha untuk berakrab-akrab.

“Kemana saja. Yang penting komplek perumahan, lokasinya bisa hampir ke Tangerang atau hampir ke Jakarta. Ngerti,kan? Oh iya, boleh tahu nama abang siapa?”

“Sabar, boss,” sabar cepat menyahut dengan tetap konsentrasi. Dan ia sangat hati-hati. Tidak mau ngebut. Maksimal hanya empat puluh kilome terperjam. Kayaknya, Sabar kepingin berakrab akrab dengan penumpangnya, meski dia belum tahu siapa namanya

“Jadi, nama abang Sabar. Kok waktu di pangkalan nama abang kaya bukan Sabar. “

“Yaa... si boss.. kan saya sudah minta maaf”

“ Oh iyaa... yaa. Saya juga sudah memaafkan si abang, kan? Cuma, lain kali, sikap abang mesti cocok sama nama abang yang tercantum di ktp. Jangan cepat emosi kaya’ tadi ?” Kata Bondan, yang menangkap gelagat kalau Sabar kepingin ngobrol.

Tapi, ia tidak ingin dahulu berakrab akrab dengan pengojek yang tidak bisa bersikap Sabar. Makanya, Bondan tak ragu buat nyentil kelakuan Sabar, yang nyaris berbuntut tidak mengenakan.


Bersambung...


0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XX)"