BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXXV)

 oleh : Oesman Ratmadja






Bondan nggak nyangka, jika gayanya , yang apa adanya, membuat dua ibu yang baru melahirkan, berbarengan minta diantar suaminya ke tempat pipis. Untung, keduanya berjenis kela min sama. Jika yang satu perempuan dan satunya lagi lelaki, pasti repot. Nah, sejenis saja mereka ragu. Tapi, karena kedua suaminya sepakat, mengijinkan isteri masing-masing untuk sekamar mandi berdua. "Saya mohon maaf, pada bapak berdua. Sumpah, saya tidak punya maksud apapun ter lebih niat membuat bapak-bapak susah.,” Bon dan, bergegas menghampiri kedua pria yang ma sing-masing menunggu isterinya di pintu kamar mandi. “Waah,anda tidak salah apa-apa, kok. Tadi, kita malah bingung karena pak Sabar nangis dan kemudian isterinya mewek. Sekarang, malah senang karena lagi susah malah bisa ketawa” "Iyaa,dik. Benar, kok, nggak apa-apa. Saya pribadi, malah senang. Nggak nyangka, di rumah sakit dapat kesegaran dan kita bisa tertawa tanpa rencana “ "Itulah hebatnya boss saya, pak. Hidup nya, selalu senang dan seharian ini, saya nggak pernah melihat boss saya susah. Senang teruuuuus “Aaah,semua ini, kan, gara-gara lu nge bohongin gue. Coba, kalau gak bilang isteri lu le bih cakep dari Jupe, nggak mungkin gue berani ngomong jujur “ "Boss..suami yang mencintai isterinya de ngan jujur, suami yang sayang isterinya dengan ikhlas, nggak bakalan ikhlas kalau bilang isteri nya tidak cantik. Pokoknya, isteri saya itu, lebih cantik dari isteri siapa pun. Iya, kan, pak ?” "Saya pikir, setiap suami harus bersikap seperti itu,” bapak berkaus hijau dan bercelana blue jeans, menanggapi dengan cepat. "Tapi,bapak yang bercelana putih, dengan baju koko dan memakai kopiah, baru menjawab setelah berfikir sejenak ?" "Kalau menurut saya, tergantung dari bagaimana setiap pribadi menilai kondisi isterinya.Sebab,melihat kecantikan harus dari luar dan da ri dalam. Tidak bisa hanya dilihat dari satu aspek semata “ "Waaah maaf, pak. Bukan saya nggak ter tarik dengan masalah ini. Cuma, saya takut ng gak kebagian waktu buat nengok anaknya bang Sabar. Oh, iya, saya pamit dulu ke isteri abang. Baru antar saya nengokin anak abang” Bondan segera menuju ke ranjang Ariya ni.Ia langsung minta izin karena takut kehabisan waktu buat melihat bayi mereka. "Boss…terima kasih banyak. Tadinya, saya tidak percaya. Tapi, setelah diceritakan, bang Sabar, melihat bingkisan dan melihat fakta lainnya, saya yakin, boss sangat baik. Terima ka sih, boss. Semoga Allah membalas semua kebai kan boss. Selalu memberi karunia dan hidayah pada boss. Saya dan bang Sabar, nggak tahu ba gaimana cara membalas semua kebaikan boss pada kami. Huhuhuhuuuhuuhuuu….Yaa Allah, lindungilah dan berikanlah kepada boss, Rahmat terbaik dari sisiMU “ Bondan,yang semula hanya ingin pamit, menghargai isteri Sabar, yang kepingin sekali memeluknya. Bondan tak ragu memeluk Ariyani , yang sesenggukan. "Mbak… saya nggak punya dan nggak bisa apa-apa. Saya pun gak hanya sebatas ingin berbagi.Soalnya, Allah kan begitu baik, Allah tidak pelit kepada para hambanya. Jadi, jika hambanya pelit, maka kepelitannya tidak akan pernah berarti apa apa bagi Allah. Sekarang, ijinkan sa ya nengok bayi mbak, yaa ?” "Silahkan,boss. Terima kasih banyak untuk yang sudah kami terima “" Sebenarnya berat sekali Ariyani melepas pelukan. Ia masih ingin menikmati degup kebaikan yang bermukim di jiwa Bondan. Ia ingin, degupnya menjalar ke hati suaminya, ke dirinya, ke bayinya. Ke kedua anaknya, yang dititipkan di rumah orangtuanya, karena dia harus berada di rumah sakit sedang suaminya harus cari nafkah dan juga mondar mandir ke rummah sakit Memang, pekerjaan Sabar hanya sebagai pengojek, tapi menurut sang isteri lebih mulia dari pejabat yang hanya berhawa nafsu menguras uang rakyat untuk kocek pribadinya Bahkan, di sisi Allah, lebih mulia dari Menteri atau pejabat yang gemar korup. Lebih mulia dari perampok berdasi atau perampok bergolok atau bersenjata api yang selalu ngedor korbannya tanpa menggunakan hati. "Hanya,isteri pengojek, harus pintar bersyukur. Saat suaminya pulang dan hanya bawa hasil pas-pasan untuk makan, dada dan jiwa harus selalu lapang Jika sudah terbiasa, pasti bisa. Sebab, bersyukur adalah menerima segala ketetapan dari Allah dengan lapang dada. Dan bila hasrat mensyukuri nikmat dari Allah selalu menggelora dan menjiwa,yang bersemayam di dada yang lapang, itulah ketenangan dan keten traman yang membahagiakan. 


Bersambung.....

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXXV)"