oleh: Oesman Ratmadja
“ Sssst…,”
Sabar segera menenangkan sang isteri.
“ Kan
abang sudah bilang, buka dan lihat isinya. Kalau sudah melihat dengan
jelas, bersyukur pada Allah. Jangan malah bikin orang lain
memperhatikan kita ?” Kata Sabar, yang tetap berusaha menahan
suaranya agar tak terdengar ke mana mana.
Sabar
berharap, isterinya mengerti kalau ia tak sekedar mengingatkan. Tapi,
juga ingin mengajak agar Ariyani merasakan hepi. Sayang, sang isteri
yang kaget saat melihat isi tas sang suami, bukan memenuhi permintaan
Sabar . malah blak blakan mengungkapkan kecurigaan.
“ Tapi…uang
sebanyak ini, dari mana bang? Bagaimana bisa abang yang cuma ngojek,
yang setiap hari paling banter dapat seratus lima puluh ribu, di tas
abang jumlahnya begitu banyak? Kalau nggak jelas juntrungannya, saya
malah jadi takut bang “
“ Aduuuh,
kamu itu bagaimana, sih. Tadi abang kan, bilang, Allah Maha Besar dan
Maha Memberi Rezeki. Sekarang, kamu nggak usah bingung. Yang penting,
kamu bersyukur dulu aja. Setelah itu, baru abang jelasin, oke ?”
Meski
sulit, akhrnya Sabar bisa meyakinkan dan ia melihat isterinya yang
semula kuatir, menarik nafas lega. Lalu, tersenyum. Lantas, Sabar
mendengar jelas, isterinya mengucap
“Alhamdu
lillah Hirobbil Alamin... terima kasih yaa Allah... Terima kasih.
Karena saat kami sedang susah, Engkau datangan orang berhati mulia”
Sabar
mulai lega. Setelah merapikan tas pinggang, Sabar kembali membuka
hordeng. Ia semakin lega, karena pasien di sebelah juga sibuk dengan
urusannya sendiri.
“
Sekarang, kamu nikmati makanan
enak yang abang bawa dari restoran mahal, yaa? Sete lah itu, abang
akan jelaskan tentang Kebesaran Allah yang hari ini melimpahkan
rezeki buat kita sekeluarga. Oke ?”
Ariyani
tak bisa bilang oke. Ia hanya bisa mengangguk sambil menebar senyum.
Meski begitu, Sabar bisa menangkap senyum isterinya yang tidak full
lega. Apa yang tertangkap oleh insting Sabar, memang tak begitu
keliru. Soalnya, ia kenal betul siapa Ariyani. Terlebih, selama ini,
ia memang tak pernah membawa pulang uang yang jumlahnya dianggap
banyak itu
Nyatanya?
Meski Ariyani sudah melihat dengan begitu jelas tumpukan uang di tas
pinggang Sabar, dadanya tetap saja belum lapang. Di sana atau di
hati Ariyani, masih ada penumpang.
Penumpang
itu, bernama: tanda tanya.
Dan,
Ariyani jelas mendengar suara hatinya yang bilang : tumpukan uang itu
milik siapa? Jika milik suaminya, dapat darimana? Bagaimana cara
mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat? Apakah dapat di
pertanggung-jawabkan, membuatnya aman atau malah mencelakakan?
Pertanyaan
seperti ini, harus diungkapkan Dan, Ariyani tak ingin menyimpan. Ia
tak bisa membiarkan pertanyaan yang menggeliat di nuraninya,
terlantar karena pengaruh uang. Terlebih, Sabar hanya tukang ojek.
Selama menikah, jangankan pernah menyimpan langsung uang berjumlah
jutaan. Dua juta kontan saja, masih dalam tahap impian semata.
Tadi
pagi saja, saat pamit mau ngojek, suaminya yang nginap di rumah
sakit,bisa senyum karena terpaksa. Ariyani tau, senyum bang Sabar,
hanya sebatas untuk menghibur dirinya yang sedang dirawat, agar bisa
dan bersedia te nang. Jika sorenya kembali datang, membesuk Ariyani,
dan bisa membawa setumpuk uang, patutkah dipercaya dengan begitu
saja?
Melihat
isterinya mulai menyuap dan me ngunyah makanan yang dibawa, Sabar
langsung bersyukur. Dalam hati, ia mengucap Alhamdulillah. Sabar lalu
menarik nafas. Ia sudah merasa lega. Ingin segera menjelaskan. Tapi,
baru akan mulai bicara, ia mendengar suara.
“Maaf…jika
kami mengganggu bapak dan ibu. Kami mencari pak Sabar, yang nama
isteri nya bu Ariyani, dirawat di ruang nomor 313. Apakah saya bisa
bertemu dengan pak Sabar ?”
Suara
yang cukup keras dan jelas terde ngar, membuat semua orang di ruang
rawat nomor 313, termasuk Sabar dan juga Ariyani, iste rinya, yang
namanya langsung disebut dengan jelas, kontan menoleh ke pintu masuk.
Ariyani
dan Sabar, yang menoleh berbarengan, memperhatikan dua perempuan
berseragam karyawan kantin rumah sakit, yang masih berdiri di pintu.
Seorang membawa bingkisan berisi buah-buahan mahal. Temannya,
membawa bingkisan berisi peralatan bayi.
“Yaa,
saya pak Sabar,” tanpa ragu, Sabar menyahut. Ia yakin, yang
dimaksud, pasti dirinya. Sebab, nama isterinya juga disebut
Kedua
karyawan berseragam, segera menghampiri pak Sabar, yang isterinya
menempati ranjang paling ujung, dari lima ranjang yang semua nya
sudah terisi.
“ Benar
bapak dan ibu bernama pak Sabar dan bu Ariyani?” Tanya karyawan
kantin yang membawa bingkisan buah.
“ Yaa,
saya Sabar “ sahut Sabar, yang lalu menoleh ke isterinya, dan ia
kembali menatap ke dua wanita karyawan kantin, sambil menjelaskan
isterinya yang sedang dirawat, bernama Ariyani.
“Maaf,
yaa, pak. Kami hanya memastikan. Jika bapak orangnya, kami hanya
melaksanakan amanah, mengantar kedua bingkisan ini untuk bapak “
“Iya,
pak. Selamat ya, pak ?” Karyawan yang membawa bingkisan peralatan
bayi, segera menyodorkan bingkisan yang dibawanya.
“Bing…bingkisan
i....ini benar, untuk saya? Dari siapa? ” Tanya Sabar yang tentu
saja merasa sangat terkejut.
Bersambung.....
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXIX)"
Posting Komentar