oleh: Oesman Ratmaja
GELAS kopi yang masih di meja, sudah kering. Hanya tersisa ampas. Tapi, Bondan masih belum mau beranjak. Dia masih ingin rilek di kantin. Menikmati suasana rumah sakit yang saat jam bezuk, padat pengunjung.
GELAS kopi yang masih di meja, sudah kering. Hanya tersisa ampas. Tapi, Bondan masih belum mau beranjak. Dia masih ingin rilek di kantin. Menikmati suasana rumah sakit yang saat jam bezuk, padat pengunjung.
Bondan melepas senyum, saat Niken dan Julia
menghampiri mejanya
“Terima
kasih, yaa. Maaf lho, kalau saya menyusahkan “
“Nggak
apa-apa, kok, pak. Cuma, pak Sabar itu, orangnya, kok, aneh, ya,
pak?” Niken terpaksa, ngomong apa adanya
“Ooh,
yaa?”
“Iya,
pak. Saat kita sampaikan bingkisan dari bapak, mestinya, kan,
langsung diterima Yang ada, pak Sabar, malah nangis sesenggukan. Dia
nggak malu, nangis di depan umum. Kita dan semua orang yang ada di
ruangan, yaa, cuma bisa tercengang, lho, pak. Soalnya, baru kali ini
melihat peristiwa aneh tapi nyata,“ Julia menambahkan.
“Benar-benar
nggak lazim, pak. Di mana mana, orang yang dapat bingkisan itu,
ekpresinya, kan, senang. Gembira. Riang. Eeeh, pak Sabar malah
menangis sesenggukan. Aneh dan semua orang yang ada di ruang itu gak ada yang nggak tercengang,” sambung Niken
Bondan,
bukan tidak kaget. Tapi, ia bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Soalnya, sehari ini lebih dari satu kali melihat Sabar berulah.
“Masak
iya, sih, dia begitu ?”
“Yaaa,
bapak,” sergah Niken. “ Waktu kita berdua pamit aja, dia masih
nangis. Sekarang, mudah-mudahan saja sudah tidak nangis lagi “
“ Bukan
apa-apa, pak. Karena mengganggu ketenangan pasien lainnya, tadi, kita terpaksa melaporkannya ke satpam”
“Hahahahaha,
aneh, ya? Oh iya, sekarang begini saja. Bingkisannya, kan, sudah saya
bayar. Yang belum, kopi dan beberapa kue yang sa ya makan dari
piring ini. Oooh, hampir saya lupa. Tadi, saya minta tambah kopi.
Kopinya jadi dua gelas.”
Niken
berinisiatif, bergegas ke kasir, ambil bon. Julia, berinisiatif
merapikan meja. Tak lama, Niken sudah kembali, menyodorkan bon ke
Bondan.
“Waduuuh,
saya nggak punya dua ribu rupiah, nih? Pinjam dulu dua ribu, boleh,
nggak, yaa?”
Niken
dan Julia, tak mikir panjang. Mereka malah rebutan mengeluarkan uang
receh dua ribu rupiah. Melihat ketulusan mereka, Bondan jadi simpatik.
“Cuma
dua ribu, saya ada, pak “ kata Niken.
“Pakai
yang punya saya saja, pak,” usul Julia, yang juga berharap Bondan
memakai uang recehnya.
“Kalau
begitu, saya pinjam dari mbak ini seribu, dari mbak ini, juga seribu.
Oke ?”
Bondan
mengambil selembar uang ribuan dari Julia, selembar lagi dari Niken.
Ia menyatukan dualembar ribuan dengan selembar lima puluh ribuan,
dari saku kirinya. Bondan lalu, merogoh saku kanannya, dan mengambil
dua lembar ratusan ribu rupiah.
“Nah..yang
ini, tolong bayar buat kopi dan makanan yang saya sudah makan. Dan,
yang ini, hadiah dari saya buat kalian. Sekarang, saya permisi karena
mau segera ke lantai tiga. Terima kasih yaa, “
Bondan
bergegas meninggalkan kantin. Ia ingin segera ketemu dengan isteri
Sabar dan bayinya. Bondan tak memperhatikan, Julia dan Niken saling
pandang, senang, girang, dan, keduanya spontan sesenggukan
“Tadi,
gue kesel, bingung ngeliat ulah pak Sabar, yang kita anterin
bingkisan, bukan senang malah jejoakan. Sekarang, gue baru nya
dar, kenapa pak Sabar nggak malu nangis di depan umum. Huhuhuhuhuhuu
Tuh cowok baik banget, sih ? “
Niken
mengungkapkan isi hatinya
“ Iye,
Jul. Padahal, tadi sudah ngasih. Eh, barusan ngasih lagi. Sekarang
gue baru nyadar. Juga gak nyangka, kalau hari ini, malah kepingin
nangis tanpa mikir di mana gue berada. Huhuhu ….pantes pak Sabar
ngebingungin kita. Nggak taunya, gue baru ngerti. Gue baru tau, kalau
ketemu sama orang yang begitu baik, gue malah lang sung kepingin
nangis. Huhuhuhuhu “
Julia
juga melakukan hal yang sama. Hanya, mereka tak berani melawan
pengawas karya wan kantin, yang bergegas menghampiri dan langsung
mengingatkan kalau mereka sedang be kerja. Niken dan Julia
berbarengan minta maaf. Juga berbarengan lari ke dapur kantin. Di
sana, mereka bebas menumpahkan rasa haru, yang mendadak membelenggu
Niken dan Julia.
Bersambung......
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXXI)"
Posting Komentar