BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXXI)


oleh: Oesman Ratmaja







GELAS kopi yang masih di meja, sudah kering. Hanya tersisa ampas. Tapi, Bondan masih belum mau beranjak. Dia masih ingin rilek di kantin. Menikmati suasana rumah sakit yang saat jam bezuk, padat pengunjung. 
Bondan melepas senyum, saat Niken dan Julia menghampiri mejanya
Terima kasih, yaa. Maaf lho, kalau saya menyusahkan “
Nggak apa-apa, kok, pak. Cuma, pak Sabar itu, orangnya, kok, aneh, ya, pak?” Niken terpaksa, ngomong apa adanya
Ooh, yaa?”
Iya, pak. Saat kita sampaikan bingkisan dari bapak, mestinya, kan, langsung diterima Yang ada, pak Sabar, malah nangis sesenggukan. Dia nggak malu, nangis di depan umum. Kita dan semua orang yang ada di ruangan, yaa, cuma bisa tercengang, lho, pak. Soalnya, baru kali ini melihat peristiwa aneh tapi nyata,“ Julia menambahkan.
Benar-benar nggak lazim, pak. Di mana mana, orang yang dapat bingkisan itu, ekpresinya, kan, senang. Gembira. Riang. Eeeh, pak Sabar malah menangis sesenggukan. Aneh dan semua orang yang ada di ruang itu gak ada yang nggak tercengang,” sambung Niken
Bondan, bukan tidak kaget. Tapi, ia bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Soalnya, sehari ini lebih dari satu kali melihat Sabar berulah. 
Masak iya, sih, dia begitu ?”
Yaaa, bapak,” sergah Niken. “ Waktu kita berdua pamit aja, dia masih nangis. Sekarang, mudah-mudahan saja sudah tidak nangis lagi “
Bukan apa-apa, pak. Karena mengganggu ketenangan pasien lainnya, tadi, kita terpaksa melaporkannya ke satpam”
Hahahahaha, aneh, ya? Oh iya, sekarang begini saja. Bingkisannya, kan, sudah saya bayar. Yang belum, kopi dan beberapa kue yang sa ya makan dari piring ini. Oooh, hampir saya lupa. Tadi, saya minta tambah kopi. Kopinya jadi dua gelas.”
Niken berinisiatif, bergegas ke kasir, ambil bon. Julia, berinisiatif merapikan meja. Tak lama, Niken sudah kembali, menyodorkan bon ke Bondan.
Waduuuh, saya nggak punya dua ribu rupiah, nih? Pinjam dulu dua ribu, boleh, nggak, yaa?”
Niken dan Julia, tak mikir panjang. Mereka malah rebutan mengeluarkan uang receh dua ribu rupiah. Melihat ketulusan mereka, Bondan jadi simpatik.
Cuma dua ribu, saya ada, pak “ kata Niken.
Pakai yang punya saya saja, pak,” usul Julia, yang juga berharap Bondan memakai uang recehnya.
Kalau begitu, saya pinjam dari mbak ini seribu, dari mbak ini, juga seribu. Oke ?”
Bondan mengambil selembar uang ribuan dari Julia, selembar lagi dari Niken. Ia menyatukan dualembar ribuan dengan selembar lima puluh ribuan, dari saku kirinya. Bondan lalu, merogoh saku kanannya, dan mengambil dua lembar ratusan ribu rupiah.
Nah..yang ini, tolong bayar buat kopi dan makanan yang saya sudah makan. Dan, yang ini, hadiah dari saya buat kalian. Sekarang, saya permisi karena mau segera ke lantai tiga. Terima kasih yaa, “
Bondan bergegas meninggalkan kantin. Ia ingin segera ketemu dengan isteri Sabar dan bayinya. Bondan tak memperhatikan, Julia dan Niken saling pandang, senang, girang, dan, keduanya spontan sesenggukan
Tadi, gue kesel, bingung ngeliat ulah pak Sabar, yang kita anterin bingkisan, bukan senang malah jejoakan. Sekarang, gue baru nya dar, kenapa pak Sabar nggak malu nangis di depan umum. Huhuhuhuhuhuu Tuh cowok baik banget, sih ? “
Niken mengungkapkan isi hatinya
Iye, Jul. Padahal, tadi sudah ngasih. Eh, barusan ngasih lagi. Sekarang gue baru nyadar. Juga gak nyangka, kalau hari ini, malah kepingin nangis tanpa mikir di mana gue berada. Huhuhu ….pantes pak Sabar ngebingungin kita. Nggak taunya, gue baru ngerti. Gue baru tau, kalau ketemu sama orang yang begitu baik, gue malah lang sung kepingin nangis. Huhuhuhuhu “
Julia juga melakukan hal yang sama. Hanya, mereka tak berani melawan pengawas karya wan kantin, yang bergegas menghampiri dan langsung mengingatkan kalau mereka sedang be kerja. Niken dan Julia berbarengan minta maaf. Juga berbarengan lari ke dapur kantin. Di sana, mereka bebas menumpahkan rasa haru, yang mendadak membelenggu Niken dan Julia.

Bersambung......

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XXXI)"