BONDAN DAN TUKANG OJEK (X)


oleh:Oesman Ratmadja...

Mbok Sinem tak menyahut. Ia diam tapi matanya memperhatikan dengan tajam, ke arah putra majikannya yang ia yakini akan curhat. Dugaan si Mbok sama sekali tak keliru. Tanpa ragu Bondan bersuara, mengatakan apa yang ingin diungkapkannya.
“Saya bukan tak ingin terus menerus jadi pemabuk mbok. Sebab, ketika mabuk, pasti ada yang saya dapatkan. Hanya, tidak seperti yang saya harapkan. Bukan tak per nah bahagia. Tapi selalu hanya sesaat. Setelah itu, mabuk lagi, begadang lagi, nguber abg lagi. Nggak ada habis-habisnya. Hanya dari itu ke itu. Saya jadi seperti manusia yang tidak punya tujuan hidup, mbok. Makanya, tolong do’akan saya,ya, mbok. Sebab, memang sangat berat, menyulitkan, dan kalau tidak benar-benar nekad, saya tak mungkin sanggup mbok. Tapi, saya akan terus berusaha semaksimal mungkin saya “
“ Si mbok pasti mendoakan, den, “ sahut Mbok Sinem yang nampaknya malah merasa dibelenggu perasaan haru. “ Dan, “ lanjut mbok Sinem yang tanpa sadar, sulit menahan sesenggukan
“Tentu saja si mbok bersyukur. Dan jika den Bondan memang ingin berjuang, artinya den Bondan sayang pada diri aden sendiri. Sayang pada keluarga dan huhuhuhu “
Bondan tak jadi mereguk kopinya. Bukan merasa ter ganggu oleh sesenggukan si mbok. Ia hanya merasakan sesuatu yang ujudnya bukan gangguan. Ia tak bisa menyebutkan. Hanya, sama sekali tak mengira, jika mbok Sinem yang lugu, yang kerap kali ia suruh membohongi orangtuanya, yang hanya berstatus pembantu,justeru mem perlihatkan perhatian saat ia memang sangat membutuh kannya.
Bondan bangkit dari kursinya. Menghampiri mbok Si nem. Tanpa ragu, tanpa jengah dan tanpa merasa posisi nya berbeda, Bondan memeluk mbok Sinem
“ Mbok nggak boleh nangis. Menangis itu cengeng Saya paling nggak suka, lho, melihat kecengengan,” ujar Bondan. Kalimat yang mengalir dari bibirnya, tentu beda dengan kata hatinya. Kalimat dari bibir, hanya untuk mem bujuk agar mbok Sinem tidak sesenggukan. Sedangkan suara yang bergemuruh dari batin, sangat beda.
Itu sebabnya, Bondan tak kuat menahan air mata yang mengalir dengan begitu saja. Menetes dan jatuh dikedua pipinya. Bondan juga tak bisa menahan rasa haru yang membelai dirinya. Keharuan yang indah. Baru kali ini ia menikmatinya. Bukan karena ayah-ibunya. Tapi, karena tulusnya perhatian mbok Sinem.Membuat Bondan juga harus sesenggukan
“ Si mbok bukan cengeng, den. Tapi, jangan larang si mbok menangis, jika aden sendiri, malah ikut-ikutan si mbok menangis. Dan, kalau perempuan tak boleh cengeng, lelaki lebih tak boleh cengeng, den. Karena memang tak pantas, lelaki menangis “
“Saya tidak sedang menangis, mbok. Saya hanya terha ru, Selama ini, saya tidak pernah perhatian pada si mbok Kasih bonus hanya karena si mbok bersedia cipoain ayah dan ibu. Ternyata, si mbok melakukan intruksi saya karena sayang sama saya. Selalu memperhatikan saya “
“Si mbok juga bukan sedang menangis. Hanya, terharu, seperti aden. Si mbok menyangka, den Bondan tidak bisa berubah“ si mbok menatap Bon dan. Lalu, mempererat pelukan. Ia tak malu melakukan hal demikian. Ia merasa seperti memeluk anak kandung nya. Padahal, Bonan anak majikannya.
“ Ternyata…” ujar si mbok kemudian “ Oooh Tuhan, den Bondan tak lagi seperti kemarin-kemarin. Mbok bang ga, den. Senang karena aden bisa”.
Bondan membiarkan si mbok Sinem memeluknya sede mikian erat. Membiarkan si mbok terus sesenggukan. Ta pi, Bondan tak ingin larut dalam keharuan. Ia biarkan mbok Sinem menangis, tapi ia tak ingin membiarkan diri nya, terus dan ikut larut dalam tangis
Seketika ia merasakan, pelukan erat dan tulus si mbok Sinem,mengalirkan sesuatu yang dia tak tahu apa,tapi membatnya merasa tentram. Ada degup dalam diri mbok Sinem, dan degup yang bunyi detaknya terasa cepat, mem buat Bondan terkesiap.
“ Aaah, kalau saja ia ibu saya Dan kerap memeluk sa ya seperti ini, betapa indahnya hari-hari yang akan saya lalu. Tuhan dimana dan mengapa ibu saya ada tapi tak pernah mengalirkan kasih sayangnya ” Batin Bondan bergemuruh. Tanda tanya berhamburan
Tiba-tiba, Bondan jadi mendadak rindu pada ibu. Ibu yang tak pernah berbincang, tak pernah membangunkan, tak pernah marah atau menasihatinya. Tapi, rindu yang bergemuruh di dada pada ibunda, lupa pada apa yang tak pernah diberikan pada Bonda,.
Bondan hanya melihat ada senyum ibunya yang indah. Senyum tulus untuk Bondan, yang memang sangat ingin menikmatinya. Bersamaan dengan itu, Bondan juga menikmati indahnya pelukan erat ibu, yang menghangat kan. Kalau saja kerinduan yang tiba-tiba menelisik ke hati Bondan, jadi kenyataan, barangkali ia akan bertam bah kuat.
Aah, mengapa yang kini ia rasakan hanya sebatas pelukan hangat si mbok, bukan pelukan ibunya. Mengapa degup yang menenangkan, mengalir dari tubuh si mbok, bukan dari ibunya.
Bondan jadi kepingin merasakan hangatnya pelukan ibu. Ibu Susilawati, yang selama sembilan bulan mengan dung.Yang saat melahirkan Bondan berjuang antara hidup dan mati, demi buah hati yang dicintai..
Dimanakah ibu, dan mengapa ia membiarkan saya sendirian di rumah besar dan mewah, tanpa tatapan mata indahnya yang sebening air pegunungan, tanpa peluk mes ranya yang menghangatkan, tanpa wejangan mulianya yang menyejukkan.
“ Ibuuuuuu “

Bersambung …...

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (X)"