oleh: Oesman Ratmadja
Teriakan Bondan,
mengejutkan mbok Sinem yang se dang mengisi botol bekas sirup yang
dilapisi handuk dengan air panas dari kran air. Mbok Sinem segera
mematikan kran, dan dengan cemas ia ke luar dari kamar mandi.
Menghampiri Bondan yang tadi tertidur sudah terduduk di ranjangnya
dengan nafas tersengal-sengal.
“ Aden kenapa ?”
“ Saya kepingin
ketemu, ibu, mbok ?”
“ Yaa, nanti si
Mbok pasti berusaha lagi. Mudah-mu dahan, beliau berkenan menjawab
panggilan si mbok, se perti biasanya. Sekarang, aden tidur lagi aja.
Istirahat dan biar si mbok kompresin aden dengan air panas “
Bondan kembali
berbaring. Dia biarkan si mbok Si nem, yang lalu menekan dan
menggerak-gerakan botol – berisi air panas, yang dilapisi handuk ke
tubuhnya.
“ Kita harus
banyak beristighfar, den. Agar hati selalu terjaga, dari segala
keburukan. Dari segala hal yang bisa membuat kita lemah “
“Iya, mbok.
Terima kasih, si mbok sudah memperhati kan dan mengingatkan saya “
Bondan kembali
merasa tenang. Air panas di botol yang sebentar-sebentar bergerak
dari dada ke perut dan sebaliknya, benar-benar menghangatkan.
Ketulusan mbok Sinem merawat Bondan yang tiba-tiba terserang demam,
membuat Bondan cepat terlelap.
Mbok Sinem kembali
ke kamar mandi. Menuang isi nya yang sudah dingin, lalu meletakkanya
di sisi wastafel. Setelah menjembreng handuk kecil, ia membuka kran
air panas. Si mbok menaruh handuk kecil di wastafel. Mema tikan kran.
Dengan hati-hati si mbok memeras handuk kecil yang barusan diguyur
air panas.
Si mbok kembali ke
kamar. Sejenak, ia menatap Bondan yang sudah lelap. Ia lalu mendekat
dan meletakkan handuk hangat ke kening Bondan.
“ Duh Gusti,
hanya Engkau yang sanggup melindungi dan meneguhkan jiwanya “ guman
si mbok, yang seusai mendoakan bergegas meninggalkan Bondan.
Mbok Sinem terus
berharap agar bu Susilawati mende ngar nada panggilan dari selulernya
dan menjawab pang gilan si mbok yang mengontaknya.
“ Duh
Gusti…tolong buka pintu hati ndoro Susi.
Jangan biarkan ndoro Susi
jadi tuli “
Si mbok tidak
ingin kecewa, meski telah beberapa kali memanggil, bu Susilawati tak
juga menjawab. Si Mbok meletakkan gagang telpon dan bergegas kembali
ke ka mar Bondan. Ia menarik nafas panjang. Merasa lega meli hat
Bondan semakin lelap.`
Mbok Sinem hanya bisa
merasa kasihan pada Bondan. Ia punya orangtua tapi lebih malang dari
anak-anak yatim piatu, yang malah dapat perhatian lebih dari
pengurus panti asuhan. Ia hanya diberi materi berlebihan tapi tak
sama sekali dalam hal kasih sayang. Dia beri payung ke mewahan tapi
karena tak dilengkapi jas hujan kasih sayang, membuat Bondan kehausan
belaian kasih dan lapar parhatian
Kalau saja pak
Sadewa dan bu Sisilawati memberinya tablet kasih sayang, suntikan
cinta dan perhatian yang tulus, sepenuh hati, Bondan pasti tak harus
terus menerus menahan rasa haus dan lapar terhadap cinta kasih.
“ Duh
Gusti…hanya karunia dan hidayah Engkau yang menguatkan jiwanya.
Hamba hanya bisa membantu dengan kebodohan dan ketidak-tahuan hamba “
Tak cuma batin
mbok Sinem yang menangis. Air mata mbok Sinem meleleh di pipi. Mbok
Sinem yang berdiri di ambang pintu kamar Bondan, hanya bisa menatap
dan kalau pun ia melihat duka nestapa di wajah anak majikannya, tak
mampu berbuat apa-apa
Dulu, mbok Sinem
tak pernah merasa seperti ini. Saat Bondan hanya bermabuk mabukan,
jarang di rumah kecuali bersenang-senang dengan cewek abg dan
teman-temannya, mbok Sinem tak pernah menangis. Juga tak pernah
merasa terganggu. Toh, ia ada hanya untuk kerja. Melayani kebutuhan
majikannya
Selama ia suka
dan bisa melakoninya, tak berhak menegur terlebih menasihati. Jika
tak suka dan tak sanggup menjalani, tak ada larangan untuk pergi
secepatnya dari rumah majikannya. Mau kembali ke kampung halaman,
silahkan. Pindah ke majikan lain, monggo wae. Mbok Sinem bebas
mengambil keputusan dan berhak melakukan
Tiba-tiba mbok
Sinem terkesiap.
Ia mendengar
dering pesawat telepon.
Mbok Sinem
melangkah tergopoh. Bergegas mengangkat pesawat telepon.
Susilawati,
tak menampakkan kecemasan apapun. Ia malah kelihatan marah saat
bicara lewat seluluernya.
Bersambung............
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XI)"
Posting Komentar