BONDAN DAN TUKANG OJEK (XIV)


oleh: Oesman Ratmadja


Di saat seperti itu, mbok Sinem malah mengabarkan Bondan sedang sakit. Padahal dia sendiri, sedang sibuk mengawasi, menjaga dan terus membujuk sang isteri yang tak berhenti mengeluh sakit sambil tak henti-hentinya ngelus-elus perutnya. Kabar dari si mbok dan rintihan isterinya yang merasa kesakitan sejak mereka berangkat dari rumah, membuat pak Sadewa jadi pening. Stress
Sopirnya, yang biasa bisa bawa mobil dengan tenang, melihat pak Sadewa resah di dalam mobil, malah jadi gugup.
“Larinya, cukup seperti ini atau saya harus percepat lagi, boss?”
“ Yaa, harus cepat, bodoh. Tapi, tetap hati-hati. Awas, kamu kalau sampai celaka,” bentak pak Sadewa
Ia pantas jadi emosional, karena supir nya malah harus minta ijin hanya untuk cepat atau tidak cepat melarikan mobil. Bukankah ia supir dan lebih tahu kapan lari cepat atau sebalik nya?
Pak Sadewa tak berpikir panjang atau malah tak tahu atau tak ingat, supirnya, yang jika dibentak, malah makin grogi. Bukan bisa cepat mengendalikan diri dan mengantisipasi situasi. Sang supir yang biasa taat aturan lalu lintas, tak segera menyalakan lampu sein, meski tak jauh lagi harus berbelok .
“ Nyalakan lampu seinnya, bodoh. Langsung rapat ke kiri karena di belokan yang sudah dekat itu, kita harus belok ke kiri “
“ Si..siap, pak !”
Bukan siap dalam arti sebenarnya. Sebab, yang kemudian dilakukan, bukan nyalakan lampu sein. Sutarman, malah memencet klakson. Membuat pak Sadewa terperanjat. Emosinya, kian menguat. .
“Bukan klakson, Tarmaaan. Tapi lampu sen !” Pak Sadewa kembali membentak
“ I..i..iya, pak “
Tarman berusaha menyalakan lampu sein. Tapi, karena kaget, meski bisa menyalakan lampu sein, kakinya yang gemetar, spontan bergerak dan menginjak rem, sekuatnya. Sampai habis. Sedan yang semula melaju de ngan kecepatan agak tinggi, seketika itu juga, terhenti.
Karena mendadak, supir kendaraan di belakang sedan yang dikemudikan Tarman, tak mampu mengendalikan mobil boksnya. Supirnya dan kenaknya pun, tak sempat beristighfar, ka rena tengah berbincang dengan kneknya. Saking asyik dan membuat supir dan knek ngakak ba reng, tak tahu jika sedan di depan mereka ngerem dengan sangat mendadak.
Tak ingin celaka, boleh saja. Tak ingin terkena musibah atau bencana, sah-sah saja. Siapa dan dimana pun, yang namanya manusia, punya keinginan yang sama. Ingin selamat. Tak ada yang ingin mendapat kecelakaan. Berbagai bentuk musibah, mulai Tsunami sampai banjir yang hanya semata kaki pun, inginnya dihindarkan. Tapi, sanggupkah manusia ‘mengelak’ dari kehendak Tuhan?
Semisal di belakang sedan yang dikemudikan Sutarman tak ada kendaraan lainnya, bo leh jadi, pak Sadewa hanya luka di kening , karena terbentur sandaran jok depan mobilnya. Tapi, isterinya ? Belum tentu sekedar luka ringan, setelah ia terpental akibat mobil yang dibawa Su tarman berhenti dengan sangat mendadak
Nyatanya, di belakang sedan mewah mereka, banyak kendaraan lainnya. Salah satu nya, mobil boks besar, mengangkut berbagai jenis sembako. Bukan mobil itu yang membuat sedan di depannya--yang berhenti mendadak, tertabrak. Tapi, karena pengemudinya, tengah asyik berbincang, dan menurut kneknya, yang luka parah, ketika mereka asyik tertawa terbahak-bahak, jarak mobi boks besar dan sedan yang berhenti mendadak, hanya beberapa meter.
Jika supir sedan malah secara tak sengaja menginjak rem, pengemudi boks yang gugup dan berusaha menginjak rem, dalam keadaan demikian, malah menginjak gas. Tabrakan tak ter hindarkan. Benturan yang begitu keras dan sampai menimbulkan suara menggelegar, tak saja me ngagetkan para penumpangnya. Orang-orang di tepi jalan pun, terkesiap.
Mereka, seketika berhamburan. Mobil dan kendaraan lain yang melintas, dan jarak nya berdekatan, memang ada yang langsung saja menghilang. Tapi, juga banyak yang menghentikan kendaraannya
Keingin-tahuan tentang nasib pengendara dan penumpangnye, membuat kerumunan yang malah merepotkan pihak yang ingin membantu menyelamatkan, terhalang oleh kerumunan orang yang hanya ingin sekedar melihat nasib orang lain yang mengalami musibah.
Seketika, jalanan jadi macet total. Kebanyakan pengemudi, tertarik menghentikan ken daraan mereka, dengan seenaknya.
“ Kayaknya, semua penumpang sedan tak tertolong. Mati semua,” kata seseorang de ngan raut wajah yang biasa-biasa saja.
“ Pengemudi dan knek mobil boksnya mati juga?” tanya seorang pengemudi, dari dalam mobilnya. Ia kesal, karena yang ditanya malah mempercepat langkahnya.
Ia baru tahu, setelah beberapa orang mengejar sambil berteriak kencang.
“ Copet. Copeeet. Tangkap, orang itu, copet!”
“Pantas gue tanya dia malah jalan makin cepat. Nggak taunya, tuh orang, copet “ Gerutu si pengemudi yang lantas menggerakkan mobilnya. Ia tak sempat memperhatikan orang-orang yang mengejar copet, karena pengendara di belakangnya, terus membunyikan klakson.
Setelah melihat tiga ambulans yang dalam waktu singkat sudah tiba di lokasi keja dian, orang-orang yang berkerumun tak bisa lebih lama bertahan. Ketangkasan petugas bekerja, membuat evakuasi berlangsung dengan begitu singkat. Ketiga ambulan yang belum lama tiba, dalam waktu begitu singkat sudah bergerak lagi. Dengan sirine yang mengaung ngaung.


Bersambung


0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XIV)"