oleh: Oesman Ratmadja
Di saat seperti itu, mbok
Sinem malah mengabarkan Bondan sedang sakit. Padahal dia sendiri,
sedang sibuk mengawasi, menjaga dan terus membujuk sang isteri yang
tak berhenti mengeluh sakit sambil tak henti-hentinya ngelus-elus
perutnya. Kabar dari si mbok dan rintihan isterinya yang merasa
kesakitan sejak mereka berangkat dari rumah, membuat pak Sadewa jadi
pening. Stress
Sopirnya,
yang biasa bisa bawa mobil dengan tenang, melihat pak Sadewa resah di
dalam mobil, malah jadi gugup.
“Larinya, cukup seperti ini atau saya harus percepat lagi, boss?”
“ Yaa,
harus cepat, bodoh. Tapi, tetap hati-hati. Awas, kamu kalau sampai
celaka,” bentak pak Sadewa
Ia
pantas jadi emosional, karena supir nya malah harus minta ijin hanya
untuk cepat atau tidak cepat melarikan mobil. Bukankah ia supir dan
lebih tahu kapan lari cepat atau sebalik nya?
Pak
Sadewa tak berpikir panjang atau malah tak tahu atau tak ingat,
supirnya, yang jika dibentak, malah makin grogi. Bukan bisa cepat
mengendalikan diri dan mengantisipasi situasi. Sang supir yang biasa
taat aturan lalu lintas, tak segera menyalakan lampu sein, meski tak
jauh lagi harus berbelok .
“
Nyalakan lampu seinnya, bodoh. Langsung rapat ke kiri karena di
belokan yang sudah dekat itu, kita harus belok ke kiri “
“
Si..siap, pak !”
Bukan
siap dalam arti sebenarnya. Sebab, yang kemudian dilakukan, bukan
nyalakan lampu sein. Sutarman, malah memencet klakson. Membuat pak
Sadewa terperanjat. Emosinya, kian menguat. .
“Bukan
klakson, Tarmaaan. Tapi lampu sen !” Pak Sadewa kembali membentak
“
I..i..iya, pak “
Tarman
berusaha menyalakan lampu sein. Tapi, karena kaget, meski bisa
menyalakan lampu sein, kakinya yang gemetar, spontan bergerak dan
menginjak rem, sekuatnya. Sampai habis. Sedan yang semula melaju de
ngan kecepatan agak tinggi, seketika itu juga, terhenti.
Karena
mendadak, supir kendaraan di belakang sedan yang dikemudikan Tarman,
tak mampu mengendalikan mobil boksnya. Supirnya dan kenaknya pun, tak
sempat beristighfar, ka rena tengah berbincang dengan kneknya. Saking
asyik dan membuat supir dan knek ngakak ba reng, tak tahu jika sedan
di depan mereka ngerem dengan sangat mendadak.
Tak
ingin celaka, boleh saja. Tak ingin terkena musibah atau bencana,
sah-sah saja. Siapa dan dimana pun, yang namanya manusia, punya
keinginan yang sama. Ingin selamat. Tak ada yang ingin mendapat
kecelakaan. Berbagai bentuk musibah, mulai Tsunami sampai banjir yang
hanya semata kaki pun, inginnya dihindarkan. Tapi, sanggupkah manusia
‘mengelak’ dari kehendak Tuhan?
Semisal di belakang sedan yang dikemudikan Sutarman tak ada kendaraan
lainnya, bo leh jadi, pak Sadewa hanya luka di kening , karena
terbentur sandaran jok depan mobilnya. Tapi, isterinya ? Belum tentu
sekedar luka ringan, setelah ia terpental akibat mobil yang dibawa Su
tarman berhenti dengan sangat mendadak
Nyatanya, di
belakang sedan mewah mereka, banyak kendaraan lainnya. Salah satu
nya, mobil boks besar, mengangkut berbagai jenis sembako. Bukan mobil
itu yang membuat sedan di depannya--yang berhenti mendadak,
tertabrak. Tapi, karena pengemudinya, tengah asyik berbincang, dan
menurut kneknya, yang luka parah, ketika mereka asyik tertawa
terbahak-bahak, jarak mobi boks besar dan sedan yang berhenti
mendadak, hanya beberapa meter.
Jika supir sedan
malah secara tak sengaja menginjak rem, pengemudi boks yang gugup dan
berusaha menginjak rem, dalam keadaan demikian, malah menginjak gas.
Tabrakan tak ter hindarkan. Benturan yang begitu keras dan sampai
menimbulkan suara menggelegar, tak saja me ngagetkan para
penumpangnya. Orang-orang di tepi jalan pun, terkesiap.
Mereka,
seketika berhamburan. Mobil dan kendaraan lain yang melintas, dan
jarak nya berdekatan, memang ada yang langsung saja menghilang. Tapi,
juga banyak yang menghentikan kendaraannya
Keingin-tahuan
tentang nasib pengendara dan penumpangnye, membuat kerumunan yang
malah merepotkan pihak yang ingin membantu menyelamatkan, terhalang
oleh kerumunan orang yang hanya ingin sekedar melihat nasib orang
lain yang mengalami musibah.
Seketika, jalanan jadi macet total. Kebanyakan pengemudi, tertarik
menghentikan ken daraan mereka, dengan seenaknya.
“ Kayaknya, semua
penumpang sedan tak tertolong. Mati semua,” kata seseorang de ngan
raut wajah yang biasa-biasa saja.
“ Pengemudi dan
knek mobil boksnya mati juga?” tanya seorang pengemudi, dari dalam
mobilnya. Ia kesal, karena yang ditanya malah mempercepat langkahnya.
Ia baru
tahu, setelah beberapa orang mengejar sambil berteriak kencang.
“
Copet. Copeeet. Tangkap, orang itu, copet!”
“Pantas gue tanya
dia malah jalan makin cepat. Nggak taunya, tuh orang, copet “
Gerutu si pengemudi yang lantas menggerakkan mobilnya. Ia tak sempat
memperhatikan orang-orang yang mengejar copet, karena pengendara di
belakangnya, terus membunyikan klakson.
Setelah melihat tiga
ambulans yang dalam waktu singkat sudah tiba di lokasi keja dian,
orang-orang yang berkerumun tak bisa lebih lama bertahan. Ketangkasan
petugas bekerja, membuat evakuasi berlangsung dengan begitu singkat.
Ketiga ambulan yang belum lama tiba, dalam waktu begitu singkat sudah bergerak lagi. Dengan sirine yang mengaung ngaung.
Bersambung
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (XIV)"
Posting Komentar