oleh: Oesman Ratmadja
Yang juga dirasakan
Bondan di balik sesalnya yang mendalam, setitik ketenangan dan rasa
tentram yang selama ini tak pernah dirasakan. Hal baru yang membuat
Bondan begitu terharu namun serasa menguatkan dirinya yang telah
bertekad untuk melakukan hal hal baru sebagai konsekwensi logis
melupakan masa lalu.
Langkah yang semula
dipacu hawa nafsu, akan kembali dipacu. Namun, arahnya tidak lagi
rancu, tapi fokus dan diarahkan ke satu titik – menjinakkan hawa
nafsu. Bondan yakin, langkah barunya menciptakan sesuatu yang
dirindu, di mana ketenangan senantiasa melambai dan mengurai arti
penting ketentraman bagi siapapaun yang menginginkan.
Bondan bersyukur,
lantaran selama masa labil, Bondan tak pernah bersentuhan dengan
obat-obat terlarang. Ia tidak menyentuh opium, sabu, ganja, ekstasy
atau jenis obat terlarang lainnya. Kalau saja Bondan sempat kepincut
dan kerap bersentuhan dengan dunia sakaw yang melemahkan tubuh dan
memporak-porandakan pikiran, Bondan yakin, kesadarannya justeru
menghilang. Betapa sulitnya membebaskan diri dari pengaruh obat
terlarang ketika tubuh dan pikiran sudah rapuh oleh narkoba yang
daya rusaknya lebih dahsyat dari perusak lainnya
Bondan bersyukur
karena dirinya merasa, Tuhan Yang Menghidupkan dan Mematikan manusia,
memberinya hidayah dan karunia. Jika kemudian Bondan berjanji,
akan menjadikan yang serasa diperolehnya menjadi hikmah, apa yang
terkandung di dalam hidayah dan karunia - yang entah benar atau tidak
telah diperolehnya-namun diyakininya, Bondan bertekad untuk
mengkonkritkan janjinya
Yang pasti, Bondan
sudah sangat ingin menjadi Bondan yang bukan dirinya di masa lalu.
Bondan yang tak lagi menyeruak malam dengan kesewenang wenangan
jiwanya yang tak terkendali ketika hawa nafsunya menzolimi
Bagaimana caranya,
memang tidak semudah mengurai kata.
Namun, Bondan yakin,
jika dirinya bisa melihat dengan begitu jelas betapa banyak jalan
menuju keterpurukan, Tuhan akan memperlihatkan kepadanya jalan menuju
keselamatan. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak. Di dalamnya juga
banyak petunjuk yang membuat hati siapapun jadi sejuk. Tak membuat
siapapun berkehendak merajuk kecuali ingin kembali terpuruk. Tekad
Bondan yang tak ingin kembali terpuruk, sudah barang tentu hanya akan
mengkonkritkan yang terbaik dan mengeyahkan yang buruk.
Bagaimana kebangkitan
kesadaran menjadi cahaya yang senantiasa menghidupkan hidup seorang
anak muda yang kepingin berubah, memang sulit diterjemahkan. Sebab,
untuk mulai kesana, jika tak ada niat, malah jadi beban berat.
Terlebih, cukup lama Bondan tak menjadikan rumahnya sebagai istana.
Rumah mewah yang hanya berpenghuni Bondan dan mbok Sinem, tak pernah
menjadi rumahku istanaku.
Tapi ketika sudah
mulai melaksanakan, dan keinginan kuat membangun langkah baru
dijadikan dasar, boleh jadi, kesulitan justeru menepi dengan
sendirinya. Jika kemudian terbiasa dan kebiasaan berbuat baik
semakin dibudayakan, tentu akan membuat Bondan beda. Bukan lagi
Bondan di masa lalu. Tapi Bondan yang sudah menjadi Bondan dengan
segala perubahannya
Apa yang harus
diperjuangkan Bondanm, memang berat. Untuk itulah, setiap hari Bondan
pasti menyisihkan waktu untuk menyendiri dan di kamarnya Bondan tak
memikirkan bagaimana asyiknya menyeruak malam. Tapi, Bondan terus
merenung dan merenung
“Sanggupkah
aku melangkah ke hari esok dan selamat dalam perjalanan?” Hati Bondan menggeliatkan sebuah tanya yang cuma Bondan sendiri yang tahu persis apa jawabannya.
bersambung...
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (VIII)"
Posting Komentar