BONDAN DAN TUKANG OJEK (VIII)


oleh: Oesman Ratmadja

Yang juga dirasakan Bondan di balik sesalnya yang mendalam, setitik ketenangan dan rasa tentram yang selama ini tak pernah dirasakan. Hal baru yang membuat Bondan begitu terharu namun serasa menguatkan dirinya yang telah bertekad untuk melakukan hal hal baru sebagai konsekwensi logis melupakan masa lalu.
Langkah yang semula dipacu hawa nafsu, akan kembali dipacu. Namun, arahnya tidak lagi rancu, tapi fokus dan diarahkan ke satu titik – menjinakkan hawa nafsu. Bondan yakin, langkah barunya menciptakan sesuatu yang dirindu, di mana ketenangan senantiasa melambai dan mengurai arti penting ketentraman bagi siapapaun yang menginginkan.
Bondan bersyukur, lantaran selama masa labil, Bondan tak pernah bersentuhan dengan obat-obat terlarang. Ia tidak menyentuh opium, sabu, ganja, ekstasy atau jenis obat terlarang lainnya. Kalau saja Bondan sempat kepincut dan kerap bersentuhan dengan dunia sakaw yang melemahkan tubuh dan memporak-porandakan pikiran, Bondan yakin, kesadarannya justeru menghilang. Betapa sulitnya membebaskan diri dari pengaruh obat terlarang ketika tubuh dan pikiran sudah rapuh oleh narkoba yang daya rusaknya lebih dahsyat dari perusak lainnya
Bondan bersyukur karena dirinya merasa, Tuhan Yang Menghidupkan dan Mematikan manusia, memberinya hidayah dan karunia. Jika kemudian Bondan berjanji, akan menjadikan yang serasa diperolehnya menjadi hikmah, apa yang terkandung di dalam hidayah dan karunia - yang entah benar atau tidak telah diperolehnya-namun diyakininya, Bondan bertekad untuk mengkonkritkan janjinya
Yang pasti, Bondan sudah sangat ingin menjadi Bondan yang bukan dirinya di masa lalu. Bondan yang tak lagi menyeruak malam dengan kesewenang wenangan jiwanya yang tak terkendali ketika hawa nafsunya menzolimi
Bagaimana caranya, memang tidak semudah mengurai kata.
Namun, Bondan yakin, jika dirinya bisa melihat dengan begitu jelas betapa banyak jalan menuju keterpurukan, Tuhan akan memperlihatkan kepadanya jalan menuju keselamatan. Bahkan jumlahnya jauh lebih banyak. Di dalamnya juga banyak petunjuk yang membuat hati siapapun jadi sejuk. Tak membuat siapapun berkehendak merajuk kecuali ingin kembali terpuruk. Tekad Bondan yang tak ingin kembali terpuruk, sudah barang tentu hanya akan mengkonkritkan yang terbaik dan mengeyahkan yang buruk.
Bagaimana kebangkitan kesadaran menjadi cahaya yang senantiasa menghidupkan hidup seorang anak muda yang kepingin berubah, memang sulit diterjemahkan. Sebab, untuk mulai kesana, jika tak ada niat, malah jadi beban berat. Terlebih, cukup lama Bondan tak menjadikan rumahnya sebagai istana. Rumah mewah yang hanya berpenghuni Bondan dan mbok Sinem, tak pernah menjadi rumahku istanaku.
Tapi ketika sudah mulai melaksanakan, dan keinginan kuat membangun langkah baru dijadikan dasar, boleh jadi, kesulitan justeru menepi dengan sendirinya. Jika kemudian terbiasa dan kebiasaan berbuat baik semakin dibudayakan, tentu akan membuat Bondan beda. Bukan lagi Bondan di masa lalu. Tapi Bondan yang sudah menjadi Bondan dengan segala perubahannya
Apa yang harus diperjuangkan Bondanm, memang berat. Untuk itulah, setiap hari Bondan pasti menyisihkan waktu untuk menyendiri dan di kamarnya Bondan tak memikirkan bagaimana asyiknya menyeruak malam. Tapi, Bondan terus merenung dan merenung
“Sanggupkah aku melangkah ke hari esok dan selamat dalam perjalanan?” Hati Bondan menggeliatkan sebuah tanya yang cuma Bondan sendiri  yang tahu persis apa jawabannya.


bersambung...

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (VIII)"