oleh: Oesman Ratmadja
Bondan meninggalkan mobilnya di parkiran sebuah hotel mewah. Ransel
dan sepatunya yang berharga mahalpun di tinggal di bagasi mobil.
Bondan yang bersendal jepit, ber celana jeans dan t’shirt, membuat
seorang satpam di pintu masuk hotel tercengang. Ia megucek-ngucek
matanya. Se pertinya,tak percaya,yang terlihat jelas di depan
matanya, Bondan
“Lu nggak mikir lagi ngeliat setan, kan?“ Kata Bondan
“Saya cuma kaget boss. Soalnya….” Sahut Tukijan, yang seperti
tak enak karena caranya memandang seperti tidak kenal. Tapi, Bondan
tidak tahu, yang nggak enak itu hatinya atawa jeroanannya.
“Nggak nyangka kalo gue cuman besendal jepit? “ Tanya Bondan,
ingin memastikan
“Saya memang berprasangka, boss. Tapi, bukan sandal jepitnya yang
bikin saya kaget. Saya kaget, karena biasanya, boss cuma nelpon dan
saya langsung antar ayam bangkok ke kamar boss “ Sahut satpam
bernama Tukijan, yang lantas tergopoh ke pos jaga. Setelah mengambil
album pribainya di laci meja, Tukijan segera kembali ke luar. Dia
menemui Bondan, yang sudah dikenalnya.
“ Stock terbaru ini, kece banget, boss. Umurnya baru 16 tahun,”
kata Tukijan, sambil angkat jempol manis, dan setelah larak lirik,
ber usaha memberikan album foto di tangannya
Bondan hanya menanggapi niat Tukijan dengan senyum. Ia lalu memberi
isyarat, kalau dirinya sedang tak punya keinginan untuk meli hat
album berisi cewek abg yang kece-kece, yang tengah berada di tangan
Tukijan.
“ Lihat dulu aja, boss. Saya jamin, aslinya lebih bagus dari
fotonya,” Tukijan berusaha me yakinkan
Bondan maklum jika Tukijan berusaha membujuknya. Ia lalu meraih bahu
Tukijan, dan mengajaknya ke pos, tempat Tukijan ambil al bum. Tukijan
jadi optimis. Ia hanya mikir, bakal seperti biasa. Meski caranya
mengagetkan. Biasa nya nelpon, saat ini datang langsung ke sumber
nya, Tukijan yakin bakal dapat uang dari bisnis lender yang diam-diam
dirintisnya..
Di pos jaga, Tukijan ternganga. Bondan bu kan ambil album di
tangannya, malah bilang sam bil nyodorin selembar ratusan ribu
rupiah.
“Kali ini, gue cuma mau parkir mobil. To long lu jaga mobil gue.
Oke? Naaah, ini ada buat lu. Cukup, kan buat ngopi, ngerokok dan
makan siang “
“Sama buat makan besok, juga cukup, boss,” sahut Tukijan, sambil
nyamber kertas ber harga berwarna merah dari tangan Bondan.
“Tengkiyu berat, boss,” Tukijan bergegas ngucapin terima kasih
sambil bersikap hormat pa da Bondan, dan ia tak mikir buat terus
membu juk, karena tanpa kerja, sudah dapat tambahan bu at ngegemukin
tubuh isteri dan anak anaknya
“Gue cau dulu,yaa,“kata Bondan yang lan tas bergegas meninggalkan
Tukijan sambil tak lu pa melambaikan tangan.
“Siap boss,” kata Tukijan, yang yakin sua ranya tetap terdengar
Bondan, meski sudah kelu ar dari pos jaga. Sambil terus senyum,
Bondan memandangi sosok Bondan sampai akhirnya le nyap dari
pandangan matanya.
“Kalau tiap hari begini, walau cuma dari satu orang, aku berani
banget deh, insaf dan bi lang sama koh Mao Ling Seng, gue udeh kapok
nawar-nawarin ayam Bangkok,” gumam Tukijan sambil cepet cepet
masukin kertas merah ke saku celananya, dan masukin album ke laci
mejanya.
*****
DALAM
hatinya, tukang ojek ngucap Alhamdulillah Hirabbil Alamin, setelah
Bondan yang ia tawarkan dengan isyarat menghampi rinya dan langsung
duduk disadel motornya.
“Kemana kita,boss?” Tanya si tukang ojek yang lantas ambil helm
yang sejak tadi nangkring di stang kaca spion motor.
“ Jangan panggil gue, boss, dong,” sahut Bondan, yang setelah
ambil helm dari si tukang ojek, memprotes si tukang ojek yang dengan
sok akrab, memanggil Bondan dengan boss.
“ Harus, boss. Sebab, setiap penumpang yang naik ojek saya, harus
saya anggap boss dan untuk itu saya lebih berkenan memanggilnya boss,
“ kilah si tukang ojek
“ Tapi gue bukan, boss, bang ?”
“Mau benar boss, kek. Mau bukan, kek, yang penting, di mata saya,
penumpang adalah boss. Oh iya, boss belum bilang, nih, mau kema na.
Kalau nanti saya ke kiri nggak taunya tujuan boss ke kanan, kan,
repot, boss “
“Gue sendiri nggak tau nih, mau ke mana?” Bondan menyahut, asal
bersuara. Tanpa maksud lain, sebab dia sendiri memang belum tau mau
pergi ke daerah mana
Untung, tukang ojek belum merubah standar motornya. Bondan jadi tidak
jatuh bersama motor atau harus menahan keseimbangan agar ti dak
terjungkal bersama motor. Soalnya, tukang ojek yang kayaknya belum
dapat penumpang, langsung turun. Ia tak hanya mendadak kesal de ngan
jawaban Bondan. Tapi, juga, curiga.
Tak salah. Sebab, ia memang harus waspada. Meski di siang hari,
bisa saja penumpangnya yang kini duduk di jok motornya, bukan war ga
negara tauladan. Tapi, warga negara berjiwa edan, yang demi uang,
siap mencari korban dari kalangan pengojek.
Bukan berprasangka. Tapi, sudah begitu banyak peristiwa
menghebohkan,yang terjadi di kalangan pengojek. Dan aksi mereka, tak
sebatas melarikan motor pengojek. Jika perlu, demi me lancarkan
usahanya, menganiaya atau membu nuh tukang ojek.
“ Kenapa si abang kayaknya sewot ?” Tanya Bondan
Wajar saja kalau Bondan kaget karena si tukang ojek langsung turun
dari motornya
“ Jelas marah dong?! Saya, kan, tanya baik-baik, kita mau kemana?
Ngejawabnya malah nggak tau mau ke mana. Jawaban ente mencurigakan,
tahu ?” Sahut si tukang ojek, yang terpaksa mencurigai Bondan
sebagai orang yang punya maksud tidak baik. Sebab, si tukang ojek tak
mau jadi korban penumpangnya yang ternyata bukan orang baik tapi
penjahat
Suaranya yang lantang, terdengar rekan-rekannya dan membuat mereka
bergegas meng hampiri. Rekan rekannya tak sekedar ingin tahu. Lebih
dari itu siap membantu rekan mereka yang kelihatannya tengah
bermasalah.
Bersambung
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (18)"
Posting Komentar