Oleh : Oesman Ratmadja
“ Jangan pakai tapi,
dong, mbok ?” Sergah Doni sambil kembali mencolek bahu mbok Si nem,
dan melirik ke rekan rekannya. Doni meng isyaratkan ke teman lainnya,
kalau ia akan berhasil membujuk mbok Sinem. Tentu saja dengan sangat
yakin. Heri Gondrong dan yang lainnya membalas memberi isyarat sambil
tersenyum.
“ Harus pakai,
mas. Soalnya, yang bisa saya lakukan, cuma sebatas menyuguhkan
minuman atau makanan. Saya tak bisa memanggil dan meminta den Bondan
ke luar dari kamarnya “
“ Nggak
apa-apa, mbok. Toh, kita tak hanya bersedia tapi juga bisa masuk ke
kamarnya. Kan, mbok tahu kita juga biasa kumpul dan nginap di kamar
Bondan ?” Doni semakin optimis
“ Iya, mbok. Lagi
pula, si mbok nggak usah repot-repot menjamu kita. Kita, kan, kalau
mau minum atau mau makan, bisa ambil sendiri. Lagipula, kita tidak
mau ngerepotin si mbok, kok, “ Gito ikut mencoba meyakinkan
“Yaa, silahkan
saja mas semua masuk ke dalam. Cuma, jangan harap bisa ketemu den
Bondan. “
“Jangan gitu,
dong, mbok. Apa sih, susah nya bilang kalau kita datang dan mau bezuk
Bondan di kamarnya? “
“ Kalau sebatas
bilang begitu sama den Bondan, tak masalah, mas. Cuma, bagaimana
bilang nya jika sejak sebulan lalu, den Bondan dibawa dan dirawat di
rumah sakit di Singapura “
“ Kita kok, jadi
nggak ngerti, mbok ?”
“ Iya, mbok.
Apa, sih, maksud si Mbok ?”
“Mas…dengar,
yaa. Sebenarnya, den Bondan tuh sudah sejak lama mengidap penyakit
gawat. Tapi, baru ketahuan belakangan. Dua bulan lalu, saat den
Bondan cek-ap, malah diminta masuk ruang inap Rumah Sakit Pertamina.
Dua minggu dirawat
di sana sama sekali tak ada perubahan. Karena tak juga sembuh,
majikan saya, membawa den Bondan berobat ke Singapura. Kalau memang
mau besuk, yaa, mas harus berangkat ke Singapura. “
“ Oh alaaaah, si
mbok ini piyee, toh. Mestinya, bilang dari pertama kali kita datang,
dong. Jadi, kita nggak penasaran. Nggak kecewa, “ Sentak Marbun
Tapi ia tak bisa
ngejitak mbok Sinem, meski kepingin banget ngejitak sang pembantu tua
yang dianggapnya paling menyebalkan
“ Mbok..mbok…
kalau ada duit, daripada buat besuk Bondan yang dirawat di Singapura,
kan lebih baik kita beliin minuman “ Doni mulai kelihatan aslinya,
nyeleneh.
“ Iya, mbok.
Teler tuh lebih enak, tau “ Kata Gito, yang langsung membalikkan
tubuh dan ninggalin si Mbok.
“ Mbok, lain
kali, langsung kabarkan. Jangan ajak kita ngider ngalor ngidul nggak
karuan. Ngerti?” Heri Gondrong bukan tidak emosi. Ta pi, dia hanya
mampu memberi peringatan
Mbok Sinem sengaja
tak menjawab. Ia tak mau kasih komentar macam-macam. Takut malah
akhirnya ketahuan. Makanya, mbok Sinem tak mau menahan kepergiaan
teman-teman Bon dan yang pergi tanpa pamitan.
Ia tetap lugu dan
bersikap seperti orang nde so yang begonia tidak dibuat-buat. Mbok
Sinem memperhatikan kepergian tamunya sambil terus melongo, sampai
mereka masuk ke mobil dan menghilang
Mbok Sinem segera
masuk ke dalam rumah dan melaporkan hasil kerjanya. Bondan langsung
ngakak. Mbok Sinem ikutan senang. Cuma, tidak berani ngakak. Hanya
berani sebatas senyum.
“Den,si mbok mau
pamit ke dapur dulu, den “
“Astaghfirullah
Hal Adziem. Sorri, yaa, mbok. Saya jadi lupa sama si mbok. Oh iya,
terima kasih yaa mbok,” Bondan jadi merasa nggak enak sama si mbok.
Lebih nggak enak
jika lupa ngasih bonus. Bondan segera ambil dompet. Mbok Sinem, makin
bisa tersenyum melihat tujuh lembar ratusan ribu rupiah, disodorkan
ke arahnya.
“ Besok saya
tambahin, supaya jadi genap sejuta “
“ Segini aja lebih
dari cukup, den “
“ Pokoknya, besok
harus saya tambah. Kalau saya lupa, si mbok harus ingetin saya. Oke
?”
“ Oke, den. Trima
kasih “
Bersambung........
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (V)"
Posting Komentar