oleh : Oesman Ratmadja
SATU
Bukan cuma Gayus yang hanya staf dan baru lima tahun bekerja, bisa cepat kaya raya. Atasannya yang sudah lama bekerja dan dengan ketinggian pangkatnya, boleh jadi, bisa lebih Gayus dari Gayus? Dan, gaya Gayus tak di instansi pajak saja. Di Bea cukai dan instansi pemerintah lainnya, juga banyak Gayus dengan gaya yang sama, mencuri uang negara.
Soalnya, budaya
korup bukan baru ber kembang belakangan. Tapi, sejak era orba. Jadi,
bila metode pembuktian terbalik diberlakukan, tak bakal ada lagi yang
percaya, jika seorang pns bisa hidup mewah dan dengan harta yang ber
limpah ruah. Meski pun tugasnya di instansi pajak atau pun bea cukai,
yang sangat dikenal sebagai tempat paling basah
“Huuuh..jadi
pns bukan memuliakan martabat, malah ngerampok uang negara dan
membuat rakyat sengsara?”
Bondan yang
menikmati dialog tentang In donesia di salah satu teve swasta, mulai
kesal dan hanya bisa menggerutu. Dia segera mematikan pesawat tv
yang belakangan memang semakin gencar mengurai berbagai masalah
tentang Indonesia, yang ternyata, dipenuhi oleh manusia, yang dari
wajahnya seperti malaikat tapi yang menggeliat di hatinya, justeru
hawa naf su merampok uang rakyat
Tapi, Bondan tak
mau lagi berpikir tentang hal itu Nggak mau lagi mikirin soal polisi,
jaksa dan hakim, yang diberi amanah mulia, menangani kasus Gayus,
malah diselewengkan untuk ke pentingan pribadi dan kelompok.
Terlebih, diri nya sendiri bukan termasuk orang bersih
Memang, Bondan
merasa tidak lebih buruk dari para koruptor. Tapi, ia bukan orang
suci. Bukan malaikat. Prilakunya juga buruk. Bukan koruptor tapi suka
teller.Bukan markus dan tidak berkomplot dengan mafia hukum, tapi
suka tawuran, sering ngencanin abg dan main judi. Bu kan raja pungli,
tapi suka malakin para pedagang di terminal
Prilaku buruk
Bondan memang tidak merugikan negara. Meski begitu, merasa lebih
pantas bercermin untuk dirinya sendiri, timbang menyesali bobroknya
Indonesia. Bondan lebih tertarik menginventarisir berbagai keburukan
pri badi nya, timbang menelaah dan mengkaji prilaku buruk orang lain.
Masa’ kuman di ujung samudra atlantik kelihatan, kerbau yang
berduka karena mau dipotong dan ada di pelupuk mata, tidak kelihatan?
Kan, lebih bego
dari Gayus Tambunan. Le bih tolol dari polisi, jaksa, dan hakim yang
ber sekongkol dengan Gayus. Yang demi uang dan angan-angan
mewujudkan impian hidup mewah, malah rela menggadaikan harga diri dan
akhir nya dia harus siap menanggung kehilangan repu tasi dan
kehilangan harga diri. Isteri dan anak-anaknya, juga harus mengalami
hal yang sama. Bukan kena getahnya. Tapi harus ikut menang gung
akibat karena mendukung perbuatan dan tabiat suaminya, yang di saat
mengabdi pada ne gara dan rakyat, malah menyelewengkan kekua saan.
Mulanya, Bondan
yang berulang kali menga ca hanya melihat wajah gantengnya. Tapi
akhir nya, Bondan mulai melihat satu demi satu kebu rukan dirinya.
Bahkan, Bondan semakin mampu mengurai, keburukan-keburukannya. Satu
demi satu, keburukan pribadi, seperti menjelaskan pada dirinya
sendiri.
“ Jika yang kamu
tanam bibit kebaikan, yang lahir dari perbuatan kamu bukan aku, sang
keburukan. Tapi musuhku, sang kebaikan. Dan, yang kelak akan kamu
tuai bukan aku, tapi sang kebaikan “
Bondan ternganga.
Sadar, selama ini,
ia keliru. Salah jalan.
Saat itu, kekeliruan, sengaja atau tanpa
rencana, memang dirasa nikmat dan memuaskan. Membuatnya terlena.
Terbuai. Tiap kali dikonkritkan, memang hanya nikmat dan kepuasan
yang saat itu didapat dan dirasakan. Meki hanya selewatan.
Semuany sungguh hanya seketika.
Sekejap mata
Setelah itu, dirinya kembali terperangkap
dalam jeratan hawa nafsu, dalam sunyi yang sedemikian
panjang. Sunyi yang hanya memandang dan mendiamkan Bondan yang kian tak mampu mengendalikan diri.
Dan, akhirnya terperangkap di ruang gelap yang paling pengap.
Terjebak dalam kesunyian yang meresahkan. Dalam resah yang paling
menggelisahkan.
Membuatnya jemu dan hanya bisa bisa bertanda tanya. Tanpa jawaban. Arus yang tak lagi diketahui, di mana ujung dan
dimana pangkalnya
Tentu saja semua
itu, tak pernah menentram kan jiwanya. Tak pernah mendatangkan ketena
ngan batin. Di balik nikmat dan kepuasan yang direguk Bondan, tak ada
apapun kecuali seonggok jiwa yang hampa dalam gulana. Kering ke
rontang dilanda nestapa.
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (1)"
Posting Komentar