MALAH DIAJAK PUASA

Oleh : Oesman Ratmadja



      KOMENG sedih. Ngelamar ke berbagai kantor, bukan dapat kerjaan, malah tekor. Soalnya, kerjaan nggak dapat, stok ongkos jalan yang pas-pasan habis cuma buat beli minuman karena hausnya nggak ketahanan. Ia pun, terpaksa harus pulang ke rumah de ngan cara yang paling tidak pernah masuk dalam catatan impian : jalan kaki.
      Sepanjang jalan, nggak cuma mengaduh kesakitan karena kakinya jadi lecet. Ia juga harus ikhlas nahan haus dan lapar, tanpa berani singgah dan bilang mau ngutang makan siang, meski di sebuah warung tegal. Sesampai di rumah, baru tenang dan senyum riang. Sebab, merasa penderitaannya sudah akan segera berakhir. Niatnya, segera ke ruang makan Dia berharap, di meja makan ada hidangan yang siap disantap
      Baru saja sampai pagar rumah, putrinya nyang bergegas menyongsong dan lari untuk  membukakan pintu pagar, langsung ngasih kabar.
      “Be… mama bilang, hari ini kita harus puasa sampe besok pagi ?”
      “Kenapa harus begitu? Kan Ramadhan masih jauh?” Tanya Komeng
      “Kata mama, Ramadhan memang masih jauh. Tapi, kalau beras, minyak, dan berbagai bahan pokok sudah nggak ada, yang mau dimasak untuk dimakan, apa?”
      Mendengar kabar yang menurut Komeng sangat tidak menyenangkan bagi dirinya karena ia sudah capek menahan lapar dan hausnya pun sudah sampai di ujung tenggorokan,  Komeng merasa lebih ikhlas untuk langsung pingsan timbang tetap bertahan tapi sepenuhnya adalah kesia-siaan. Terlebih, kalau hanya mampu ngegerutu tidak karuan.
     “Babe..babe…anaknya saja kuat nahan lapar. Masa’ sih babe baru dengar kabar langsung pingsan ?” Kata anaknya, yang lalu masuk ke dalam rumah.


     Ia sengaja ,membiarkan bapaknya pingsan di halaman rumah, karena tak sanggup mengangkat tubuh bokapnya nyang beratnya entah sudah kurus atawa malah makin kayak rekening nyang kata orang bisa mendadak gendut

0 Response to "MALAH DIAJAK PUASA"