UANG BELANJA









oleh : Oesman Ratmadja

 PAGI sekali, di rumah Komeng gaduh. Karena tangis Boing dan Mimin begitu kencang, tetangga terdekat pun datang, bersama isterinya. Mereka mengguncang-guncang pagar rumah Komeng, yang masih digembok. Komeng yang sedang duduk di kursi, tercenung sedih, karena anaknya nangis akibat belum sarapan, bergegas ke luar.
           “ Tangis kedua anak bapak, merenyuhkan sekali
Kami datang karena terganggu tapi sekaligus ingin membantu. Mengapa mereka sampai seperti itu?” Tanya tetangga yang senasib dengan Komeng, namun, selalu berpenampilan sok kaya
           “ Mereka nangis karena belum makan. Isteri saya belum sempat masak,  karena kehabisan beras dan kehabisan gas “ Sahut Komeng, yang sebenarnya enggan berterus terang tapi akhirnya terpaksa ngomong apa adanya.
           “Waaah, kalau begitu, ayo  segera ikut saya ke rumah. Kebetulan, saya masih ada beras dan punya stok gas,” kata suaminya.
           Usai bicara, ia langsung menjerit kesakitan karena sang isteri yang berdiri di sebelahnya, mencubit pinggangnya sedemikian kencang.
           “Ibu…kenapa mencubit saya seenaknya. Memangnya saya salah apa?”
           “Salah apa? Bapak barusan bilang apa? Mau menolong pak, Komeng, kan? Mau nolong pakai apa, kalau di rumah kita pun keadaannya sama saja. Ayoo jawab !?”
           “Ma’aaf , pak Komeng. Barusan, saya bilang seperti itu, hanya sekedar ingin menentramkan hati pak Komeng yang sedang sedih saja. Soalnya, saya benar- benar lupa, kalau  seminggu belakangan, saya tak pernah lagi memberi isteri uang belanja “

           “Nggak apa-apa, pak? Saya maklum. Soalnya, saya sudah biasa tentram bersama kesedihan,” Komeng malah menyahut dengan wajah optimis.

0 Response to "UANG BELANJA"