PAGI sekali, di rumah Komeng gaduh. Karena
tangis Boing dan Mimin begitu kencang, tetangga terdekat pun datang, bersama
isterinya. Mereka mengguncang-guncang pagar rumah Komeng, yang masih digembok.
Komeng yang sedang duduk di kursi, tercenung sedih, karena anaknya nangis
akibat belum sarapan, bergegas ke luar.
“ Tangis kedua anak bapak,
merenyuhkan sekali
Kami datang
karena terganggu tapi sekaligus ingin membantu. Mengapa mereka sampai seperti
itu?” Tanya tetangga yang senasib dengan Komeng, namun, selalu berpenampilan
sok kaya
“ Mereka nangis karena belum makan.
Isteri saya belum sempat masak, karena
kehabisan beras dan kehabisan gas “ Sahut Komeng, yang sebenarnya enggan
berterus terang tapi akhirnya terpaksa ngomong apa adanya.
“Waaah, kalau begitu, ayo segera ikut saya ke rumah. Kebetulan, saya
masih ada beras dan punya stok gas,” kata suaminya.
Usai bicara, ia langsung menjerit
kesakitan karena sang isteri yang berdiri di sebelahnya, mencubit pinggangnya
sedemikian kencang.
“Ibu…kenapa mencubit saya seenaknya.
Memangnya saya salah apa?”
“Salah apa? Bapak barusan bilang
apa? Mau menolong pak, Komeng, kan? Mau nolong pakai apa, kalau di rumah kita
pun keadaannya sama saja. Ayoo jawab !?”
“Ma’aaf , pak Komeng. Barusan, saya
bilang seperti itu, hanya sekedar ingin menentramkan hati pak Komeng yang
sedang sedih saja. Soalnya, saya benar- benar lupa, kalau seminggu belakangan, saya tak pernah lagi
memberi isteri uang belanja “
“Nggak apa-apa, pak? Saya maklum.
Soalnya, saya sudah biasa tentram bersama kesedihan,” Komeng malah menyahut
dengan wajah optimis.
0 Response to "UANG BELANJA"
Posting Komentar