BONDAN DAN TUKANG OJEK (43)








BONDAN DAN TUKANG OJEK
oleh :Oesman Ratmadja

EMPAT PULUH TIGA


(10)


MENURUT Bondan,yang dilakukan mbok Sinem sangat aneh. Saat melihat kepulangannya mbok Sinem sangat riang. Tapi, saat memeluk Bondan, si pembantu setia mengiringinya dengan isak tangis. Bondan mengira si mbok kecewa dengan menantunya yang tidak mau diajak tinggal bersama mbok Sinem di rumahnya. Padahal, selain gratis, jika menantunya siap bantu bantu meringankan beban mbok Sinem juga akan diberi gaji. Soal jumlah, boleh jadi cukup lumayan.
“ Si mbok, kok kayak anak kecil ? Kalau menantu si mbok tidak bersedia tinggal di sini, kan, no problem, mbok. Tokh, kita bisa cari yang lain. Siapa orangnya, terserah si mbok. Yang penting, cocok sama si mbok “
“Ndoro Sadewa, den. Ndoro, Sadewa...Huhuhu “
“ Ooh, bapak datang ? Ngirim duit, ya mbok? Asyiiik. Sekarang saya tahu, si mbok terharu karena sebentar lagi dapat tips dari saya? Iya, kan? Hahahaha, Mbok..mbok..mau dapat tips, kok, malah sesenggukan. Mestinya, si mbok bersyukur pada Allah. Lalu, tersenyum. Mau ngakak seperti saya, juga nggak bakal saya larang, kok Mbok . Hahahahahaha”
Mbok Sinem bukan tidak kesal. Tapi, karena sangat hafal siapa dan bagaimana Bondan, kei kesalan mbok Sinem hanya dimakamkan di hatinya. Yang kemudian dilakukan mbok Sinem, se telah melupakan kesalnya, berusaha untuk me nyampaikan kabar duka. Meski mbok Sinem me rasa kesulitan menyampaikan, toh, bisa juga mbok Sinem berkata.
“Ayah aden…ndoro Sadewa…wafat, den. Meninggal…”
Bondan sungguh sangat terkejut. Ia tak percaya, kalau si mbok yang menyambut kepulangannya dengan sesenggukan bukan lantaran terharu karena bakalan dapat uang tips dari Bondan, melainkan memang sedih karena sudah mengetahui ayahnya sudah meninggal dunia, Bondan sama sekali tak menyangka jika yang kemudian dikabarkan mbok Sinem adalah berita duka.
“Apa mbok bilang ?” Tanya Bondan, yang tanpa sadar, meraih bahu si mbok, dan dengan reflek mengguncang tubuh pembantunya
“Ayah den Bondan meninggal,” sahut si Mbok dengan suara lemah
“Apa? Bapak saya…meninggal ? “
“ Iya, den. Dalam kecelakaan lalu lintas “
“Innalillahi Wainnailaihi Rojiun…”
Bondan melepaskan kedua tangannya dari bahu si mbok. Ia terkulai. Tubuhnya, lunglai dan perlahan tersungkur ke lantai. Nampak benar kalau Bondan begitu lemas. Malah, Bondan mendadakan jadi seperti anak kecil. Ia tak sekedar sesenggukan. Tapi, meraung raung. Bondan meletupkan kesedihan karena baru tahu jika sudah ditinggal selama lamanya oleh sang ayah.
“Huhuhuhuhuhuhuuuhuu, Ya Allah, Tuhanku Yang Maha Pengampun, maafkan bapak saya. Jika bapak saya lalai dan akhirnya menelantarkan saya, ampuni beliau, Tuhan. Ampuni bapak saya, Tuhan. Saya ikhlas. Saya rela…saya memaafkannya. Saya mohon kepada engkau yaaa Sang Maha Pengampun Dosa, ampuni dosa-dosa bapak saya, baik yang sengaja atau tidak disengaja. Baik dosa bapak yang nyata maupun dosa bapak yang tersembunyi dari manusia…huhuhuhu
Mbok… kapan terjadinya, mbok. Mana jenazah bapak saya, mbok. Saya ingin memandi kan jenazah bapak, mbok ”
Mbok Sinem menghampiri Bondan. Ia merunduk. Maraih kedua bahu Bondan.
“ Ndoro meninggal dua hari lalu, den. Jenazahnya, dimakamkan kemarin pagi. Si mbok baru dapat kabar hari ini. Tadi pagi, isteri Ndoro datang. Si Mbok tidak tahu kemana harus menghubungi aden. Tiap si mbok hubungi, hape den Bondan tidak aktif aktif“


Bersambung


0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (43)"