Oleh : Oesman Ratmadja
Berhubung takut salah, pak Jahuldut membujuk agar Muntilini sabar ,karena ia akan memanggil semua stafnya. Minong, anak gadisnya, diminta nyediain teh panas buat Muntilini. A naknya, juga diminta ikut menyaksikan. Hanya, Jambul tak bisa diminta membantu. Sejak kemarin, ia kemping bersama rekan kampusnya yang sama-sama bergabung di klub Anak Gunung Takut Kuntilanak.
Setelah para staf hadir, dan Muntilini sudah mereguk teh yang disajikan, pak Jahuldut menjelaskan ke para stafnya. “ Saya, kan , sudah jelaskan, tak bisa menerima laporan kehilangan dik Muntilini, karena dia bu kan warga kita. Jadi, saya harap bapak-bapak bersedia memberi saran agar masalah sepele ini kelar dengan hasil, semua pihak merasa puas dan dipuaskan “
Minong cuma bisa ikut nyimak. Ia tak bisa ik ut kasih saran, karena anak dan bukan staf. Tapi, ketika staf bidang Perlindungan Anak Muda, menyarankan agar pihak RT memberi kesempatan kepada Muntilini untuk menjelaskan apa yang ingin dilaporkan, kok, malah ngotot dan maunya melapor di sini, dan bukan melapor di ketua RTnya, Minong sangat mendukung.
Karena semua setuju, pak Jahuldut kembali bersuara. “ Dik Muntilini sudah dengar, kan , apa pendapat staf saya. Sekarang, silahkan adik bicara, apa yang ingin dilaporkan hilang dan mengapa adik melaporkan kehilangan ke saya “
“ Sebelumnya, saya mohon maaf. Sebab, sa ya ngotot dan menganggap tepat jika melaporkannya ke bapak. Mengapa?” Kata Muntilini, yang segera memanfaatkan peluang untuk bicara, namun dia berhenti sejenak karena ingin menghimpun keberanian, dan setelah yakin ia kembali menjelaskan.
“ Karena,” kata Muntilini dengan tegas dan jelas, “Yang hilang adalah keperawanan saya “
Tentu saja mengagetkan semua Termasuk Minong. Tapi, dia malah deg-degan, tidak seperti bapak nya dan para staf. Juga pak Hamiadi, penasehat RT yang mengangkat dirinya sendiri sebagai sesepuh, lantaran juga kepingin jadi Tomas dan kepingin dihormati oleh seluruh warga kompleks Melati Berguguran.Padahal, dia sendiri tak pernah menghormati orang lain.
Anehnya,mesti ditertawakan,disudutkan dan dicap macam-macam, Muntilini tak bergeming. Ia juga tak peduli saat pak Jahuldut mengatakan, datang ke ala mat yang salah. Malah, ia berkata,” Jika salah, saya mengaku salah. Tapi, melapor ke bapak, saya yakin sudah datang ke alamat yang benar. Sebab, ini cowok yang mencuri keperawanan saya,” kata Muntilini sambil mengangsurkan foto ukuran 10R, yang memuat ia sedang berfoto mesra dengan Jambul.
Pak Jahuldut, seperti tak percaya saat menatap foto yang sudah ditangannya. Yang terlihat olehnya bukan foto Leonil Messi yang berfoto mesra dengan isterinya, melainkan foto mesra anaknya yang berpose dengan Muntilini.
“ Jambul, yang mencuri keperawanan saya, benar anak bapak, kan ?” Tanya Muntilini dengan suara teratur rapi tapi mengandung ketegasan.
“ Saya hanya ingin nuntut tanggung jawab bapak.Sebab,setelah diberitahu saya telah hamil dua bulan, Jambul tak pernah datang ke rumah, tak menjawab panggilan dan tak membalas sms saya “
Pak Jahuldut tak bisa bicara lagi. Ia sudah berubah, menjadi lebih gagap dari orang gagap. Staf RT juga hanya bisa ternganga, Pak Hamiadi, saja yang malah “ngenyek” pak Jahuldut.
“Sampeyan ini, gimana juga, sih. Pintar mengingatkan warga, tapi tak pandai menjaga moral keluarga, “ kata pak Hamiadi, yang kelihatannya malah memanfaatkan nestapa Jahuldut untuk mengangkat citranya.
Minong yang sejak tadi deg-degan, tak terima ayahnya malah disudutkan. “ Saya juga mau lapor kehilangan keperawanan, pak “ kata Minong dengan tegas dan berani.
“Apa kamu bilang?” Tanya ayahnya, dengan suara yang nyaris sulit didengar.
“ Kamu juga, kok, pintarnya malah cuma memalukan orangtua, sih?” Pak Hamiadi kembali memanfaatkan peluang, karena mengira hilangnya keperawanan Minong bukan oleh putranya.
“ Ya, kalau memang sudah terjadi mau apa lagi. Hanya, saya kepingin bilang. Yang mencuri keperawanan saya, bukan christian Ronaldo. Tapi, justeru anak pak Hamiadi.
“ Apa ? Anak saya, si Sampuraga telah merenggut mahkota kamu. Oooh….. “ Pak Hamiadi yang semula gagah perkakas, eh, gagah perkasa, mendadak pingsan. Bukan karena mau malu, tapi karena dia sudah langsung terlanjur malu. Beliau seperti tak percaya, jika aib seperti itu tak saja menimpa keluarga Jahuldut, tapi juga menyapa keluarganya.
Meski malu berat dan harus menanggung beban mental, pak Jahuldut yang terpaksa menggelar pernikahan masal, tak mau menyerahkan jabatannya. Padahal, seluruh stafnya langsung mengajukan surat permohonan mengundurkan diri dengan alasan, tak sanggup menanggung beban pimpinan yang selain memalukan tapi juga sekaligus sangat malu maluin
“ Kebanggaan dan kehormatan yang tersisa pada diri saya hanya satu : Jabatan Ketua RT, “ jelas pak Jahuldut dengan semangat yang sudah lunglai, saat dia ditanya oleh sesepuh komplek Melati berguguran, yang juga ingin agar pak Jahuldut tak buru buru mengundurkan diri
0 Response to "KEPINGIN JADI TOMAS (2)"
Posting Komentar