BONDAN DAN TUKANG OJEK (38)







Oleh : Oesman Ratmadja

Sabar menoleh. Langsung menyahut dengan kesal.
“Jangan banyak tanya, lu? Gue mau nangis, kek. Mau ngakak, kek. Kenapa lu pake mau tau urusan orang”
“Maafin saya, pak. Soalnya, saya nggak bisa nangis. Padahal, isteri saya, baru saja meninggal dunia, “ sahut lelaki brewok tanpa merasa tersinggung sedikitpun
Sabar membentak.
“ Terserah bapak. Toh, bapak bisa segera cari isteri lagi. Tapi, kalau kehilangan orang baik, kehilangan manusia berhati malaekat, kemana saya bisa nyari gantinya?”
“Oooh, berarti kita sama-sama kehilangan, ya, pak?”
“Mau sama, kek, mau beda, kek, itu urusan masing-masing !”
Sabar yang merasa terganggu, jadi nggak bisa nahan sabar. Ia jadi lupa kalau dirinya dalam keadaan menangis .
“Iya, pak. Tadi, pak dokter juga bilang, masing-masing ada jalannya. Jadi, saya disaran kan untuk tidak menangis. Sebab, isteri meninggal karena sudah waktunya. Atas kehendak NYA, lho, pak. Sama sekali bukan atas kehendak saya. Tapi, tadi, sesaat saya sempat sedih. Bener, pak.
Sekarang saya sudah kembali senang. Kayaknya, sudah plong. Bebas merdeka, pak.
Mudah mudahan, saya dapat kemudahan cari isteri pengganti Tapi,sekarang ini, kok susah ya, pak, cari perempuan yang nggak matre. Kebanyakan wanita sama saja dengan isteri saya
Isteri saya itu, matre banget, pak. Nggak taunye, ibunya juga matre. Teman-teman ngerum pinya juga pada matre pak. Padahal, saya kepengeeen banget, cari isteri yang sholehah. Nggak matre. Sayang sama dua anak saya. Tapi, pasti sulit, ya, pak. Memang, sekarang ini zamannya zaman matre, ya, pak ?”
“Maaf, saya sudah harus pulang. Jangan ganggu saya lagi ! “
Sentak Sabar yang kemudian bergegas mengelu arkan sepeda motornya dari areal parkir yang padat oleh sepeda mtor.
“Oh, bapak mau pulang? Pulang ke mana? Saya ikut, dong , pak ?”
“Kata bapak, isterinya baru saja meninggal? Dari pada ikut saya pulang, kan, lebih baik bapak urus pemakaman isteri bapak. Bagaimana juga, sih ?” Sabar makin sewot
“ Oh iya, ya, saya ini, kok bagaimana juga yaa? Tadi,maksudnya, kan saya mau ambil hape yang tertinggal di bagasi motor. Mau telpon mertua. Ngabarin anaknya sudah meninggal.
Tapi, tadi, waktu saya mau bawa ke rumah sakit, sudah saya kabarkan akan membawa isteri saya ke rumah sakit. Sekarang ini, kira-kira, menurut perkiraan bapak, mertua saya masih di rumah atau sudah dalam perjalanan ke rumah sakit, ya, pak ?”
Sabar sudah bisa menghidupkan motor nya. Sudah bisa jalankan motornya. Namun, harus perlahan. Karena jalan di sela sela arealparkir yang padat dengan motor, sangat sempit. Setelah melap air matanya, ia berkata.
“ Sebaiknya, bapak tanya kembali saja ke dokter. Saya pulang dulu. Assalammualai kum,”
“Walaikum salam, pak. Hati-hati, pak. Jangan nerobos lampu merah. Tapi, kalau terlan jur nerobos karena bapak tidak disiplin, saat ke tangkap polisi, jangan mau diajak damai, pak Bapak bilang minta langsung ditilang saja, pak
Kan, lebih baik uangnya disetor lang sung dan masuk ke kas negara. Buat bayar utang negara kita, pak. Kalau tidak lunas lunas, apa ka ta dunia, dan bagaimana nasib anak cucu kita nan ti, pak. Betul, kan, pak ? ”
Sabar mengambil keputusan untuk tidak mau meladeni ocehan lelaki brewok itu lagi.
“Pak..bilang betul, dong, pak. Waah, bapak belum pernah nonton Ipin dan Upin, ya?”
Sabar segera menjalankan motornya de ngan hati-hati. Setelah lepas dari jalan setapak di antara motor yang di parkir di kanan kiri, ia bergegas. Tak berminat menoleh dan melihat, apa yang sedang dilakukan oleh lelaki brewok berpakaian necis, yang mengaku baru saja ditinggalkan oleh isterinya, untuk selama-lamanya.


Bersambung.......... .


0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (38)"