Oleh : Oesman Ratmadja
Sabar
menoleh. Langsung menyahut dengan kesal.
“Jangan
banyak tanya, lu? Gue mau nangis, kek. Mau ngakak, kek. Kenapa lu
pake mau tau urusan orang”
“Maafin
saya, pak. Soalnya, saya nggak bisa nangis. Padahal, isteri saya,
baru saja meninggal dunia, “ sahut lelaki brewok tanpa merasa
tersinggung sedikitpun
Sabar
membentak.
“ Terserah bapak. Toh,
bapak bisa segera cari isteri lagi. Tapi, kalau kehilangan orang
baik, kehilangan manusia berhati malaekat, kemana saya bisa nyari
gantinya?”
“Oooh,
berarti kita sama-sama kehilangan, ya, pak?”
“Mau sama,
kek, mau beda, kek, itu urusan masing-masing !”
Sabar yang
merasa terganggu, jadi nggak bisa nahan sabar. Ia jadi lupa kalau
dirinya dalam keadaan menangis .
“Iya, pak.
Tadi, pak dokter juga bilang, masing-masing ada jalannya. Jadi, saya
disaran kan untuk tidak menangis. Sebab, isteri meninggal karena
sudah waktunya. Atas kehendak NYA, lho, pak. Sama sekali bukan atas
kehendak saya. Tapi, tadi, sesaat saya sempat sedih. Bener, pak.
Sekarang
saya sudah kembali senang. Kayaknya, sudah plong. Bebas merdeka, pak.
Mudah
mudahan, saya dapat kemudahan cari isteri pengganti Tapi,sekarang
ini, kok susah ya, pak, cari perempuan yang nggak matre. Kebanyakan
wanita sama saja dengan isteri saya
Isteri saya
itu, matre banget, pak. Nggak taunye, ibunya juga matre. Teman-teman
ngerum pinya juga pada matre pak. Padahal, saya kepengeeen banget,
cari isteri yang sholehah. Nggak matre. Sayang sama dua anak saya.
Tapi, pasti sulit, ya, pak. Memang, sekarang ini zamannya zaman
matre, ya, pak ?”
“Maaf,
saya sudah harus pulang. Jangan ganggu saya lagi ! “
Sentak Sabar
yang kemudian bergegas mengelu arkan sepeda motornya dari areal
parkir yang padat oleh sepeda mtor.
“Oh, bapak
mau pulang? Pulang ke mana? Saya ikut, dong , pak ?”
“Kata
bapak, isterinya baru saja meninggal? Dari pada ikut saya pulang,
kan, lebih baik bapak urus pemakaman isteri bapak. Bagaimana juga,
sih ?” Sabar makin sewot
“ Oh iya,
ya, saya ini, kok bagaimana juga yaa? Tadi,maksudnya, kan saya mau
ambil hape yang tertinggal di bagasi motor. Mau telpon mertua.
Ngabarin anaknya sudah meninggal.
Tapi, tadi,
waktu saya mau bawa ke rumah sakit, sudah saya kabarkan akan membawa
isteri saya ke rumah sakit. Sekarang ini, kira-kira, menurut
perkiraan bapak, mertua saya masih di rumah atau sudah dalam
perjalanan ke rumah sakit, ya, pak ?”
Sabar
sudah bisa menghidupkan motor nya. Sudah bisa jalankan motornya.
Namun, harus perlahan. Karena jalan di sela sela arealparkir yang
padat dengan motor, sangat sempit. Setelah melap air matanya, ia
berkata.
“
Sebaiknya, bapak tanya kembali saja ke dokter. Saya pulang dulu.
Assalammualai kum,”
“Walaikum
salam, pak. Hati-hati, pak. Jangan nerobos lampu merah. Tapi, kalau
terlan jur nerobos karena bapak tidak disiplin, saat ke tangkap
polisi, jangan mau diajak damai, pak Bapak bilang minta langsung
ditilang saja, pak
Kan, lebih
baik uangnya disetor lang sung dan masuk ke kas negara. Buat bayar
utang negara kita, pak. Kalau tidak lunas lunas, apa ka ta dunia, dan
bagaimana nasib anak cucu kita nan ti, pak. Betul, kan, pak ? ”
Sabar
mengambil keputusan untuk tidak mau meladeni ocehan lelaki brewok itu
lagi.
“Pak..bilang betul, dong, pak. Waah, bapak belum pernah nonton Ipin
dan Upin, ya?”
Sabar
segera menjalankan motornya de ngan hati-hati. Setelah lepas dari
jalan setapak di antara motor yang di parkir di kanan kiri, ia
bergegas. Tak berminat menoleh dan melihat, apa yang sedang dilakukan
oleh lelaki brewok berpakaian necis, yang mengaku baru saja
ditinggalkan oleh isterinya, untuk selama-lamanya.
Bersambung..........
.
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (38)"
Posting Komentar