Terus terang,,,, awal menikah saya seeeebeeeeel buanget sama isteri, yang waktu kenalan masih cewek tapi saat pacaran berubah jadi perempuan dan setelah menikah kembali berubah jadi wanita. Saya sebal (pake banget) bukan lantaran perubahannya dari cewek ke perempuan lantas statusnya mengarah ke wanita. Melainkan, karena pendiriannya selalu tidak cocok dengan pendirian saya
Dua hari setelah ijab kabul, saya sengaja mengajaknya bicara. Temanya, membahas keharmonisan jangka pendek. Dalam kesempatan tersebut, saya mengatakan jika diri saya terbiasa hidup enak, nyaman dan bebas dari stress. Rencana juga saya beberkan. Saya bilang, saya ingin selalu hidup enak, baik saat mewah.maupun sebaliknya.
Apakah kamu setuju? Tanya saya.
Kita lihat saja nanti, jawab isteri saya.
Dalam jangka pendek, memang belum jelas apakah yang dijawab akan menjadi jawaban atau yang tidak dijawab bukan merupakan jawaban. Karena saya ingin percepatan, saya kembali bicara empat ,
mata. Dan, tanpa tedeng aling aling, saya mempersilahkan isteri saya untuk berfoya foya dengan uang yang saya hasilkan.
Saya tak melarang dia mau beli apa atau mau pergi ke mana. Juga tak melarang kemanapun naik taksi, karena angkot atau metro mini belum sanggup menyajikan rasa nyaman dan aman bagi para penumpang.
Apa yang terjadi ?
Hasilnya, malah bikin saya sewooooot banget. Kesal sekesal kesalnya.
Sebab, uang yang saya hasilkan dan saya serahkan kepadanya, hanya untuk bayar listerik, sampah dan keamanan dan belanja harian. Sisanya yang masih lumayan banyak, dia bilang, separuh ditabung dan separuh digunakan untuk membantu saudaranya dan juga orang lain yang tidak mampu.
" Saya kan mengizinkan kamu untuk berfoya foya yang sifatnya memuaskan diri sendiri," ujar saya, sembari menahan kesal karena pendiriannya mulai kelihatan tidak seiring sejalan dengan suami
" Kang," sahutnya tenang, sembari menyajikan kopi kesukaan saya
" Berfoya foya itu memang mengasyikkan," lanjut isteri saya
" Hanya, setiap orang yang mengaku beriman harus paham, bahwa berfoya foya untuk dunia hanya diinginkan oleh geliat hawa nafsu, sedangkan berfoya foya untuk akhirat jauh lebih bermanfaat, karena hawa nafsu yang mengendalikan adalah hawa nafsu yang positif, yaitu, hawa nafsu yang mengingatkan kalau kita telah mengaku beriman kepada ALLAH SWT dan beriman kepada Malaikat."
" Kamu kok jadi ceramah, sih?"
sembari menaruh piring berisi pisang goreng buatannya yang nampak enak dipandang mata karena hasilnya tidak gosong, isteri saya menyahut.
" Maaf..saya bukan ustadzah. Jadi, saya tidak mampu ceramah. Ini saya ucapkan karena ingin diskusi kita jadi lebih hidup. Dalam hal ini, sebagai hamba yang mengaku beriman kepada Allah dan Malaikat, kita membuktikan ketaatan kita pada Sang Khalik berproses sesuai dengan yang diinginkan. Sebab, setiap pengakuan keimanan kepada Allah, harus diiringi dengan bukti kalau dirinya takut pada Allah. Untuk itu, yang kemudian dilakukan hanya cenderung pada hal hal yang baik dan diridhoi oleh Allah..
Selain itu, juga pembuktian jika dirinya sangat takut jika Malaikat yang diimaninya mencatat keburukan keburukannya Karena tak ingin tercatat sebagai pelaku perbuatan buruk, maka yang kemudian diusahakan hanya selalu berusaha agar Malaikan pencatat kebaikan mencatat perbuatan baiknya sedangkan malaikat pencatat keburukan, tak perlu sibuk mencatat keburukannya"
Saya ternganga.
Sumpah... saya kepingin malu, karena selama ini sama sekali tak terpikir kalau pernyataan keimanan itu harus selalu signifikan dengan kelakuan dan perbuatan. Sedangkan yang saya laksanakan, sangat tidak sinkron dengan pengakuan keimanan yang telah saya nyatakan.
Saya benar benar tidak mengira, jika pendirian saya dan pendirian isteri sangat berbeda.
Apakah saya sanggup untuk membuatnya sependirian dengan saya?
Sepertinya sangat sulit. Sebab, tiap usai sholat isteri saya selalu membaca Al Qur'an. Dia bilang, saya tak berani mengaku beriman kepada Al Qur'an, tapi dalam kenyataannya saya hanya membiarkan Al Qur'an teronggok sebagai pajangan di rumah dan makin tebal karena dipenuhi oleh debu.
Saya kembali tercengang.
Soalnya, yang dilakukan oleh isteri saya (selalu membaca Al Qur'an) sudah lama tidak saya lakukan. Maklum, sejak dihanyutkan oleh arus kehidupan duniawi, saya secara sendiri atau sama teman, lebih sering memburu isi dunia dan menikmatinya dengan hasrat mencapai rasa puas.
Apa yang harus saya lakukan agar saya tidak oleng dengan pendirian saya?
Bersambung.....
0 Response to "ADA BULAN BANYAK BINTANG"
Posting Komentar