oleh : Oesman Ratmadja
BOLEH jadi, dari puluhan juta orang yang merasa atau sangat merasakan betapa hanya kesulitan yang selalu dihadapi ketika ingin menjadi orang baik, salah satunya adalah saya. Yaa, menjadi orang baik memang sangat sulit. Malah, sedemikian menyulitkan. Meski yang hinggap di jiwa setiap manusia, yang namanya keburukan tidak sendirian. Sebab, selalu didampingi oleh yang namanya kebaikan
Cuma, sepertinya sulit dipercaya jika keburukan justeru begitu dominan. Artinya, hal yang sesungguhnya tidak disukai oleh setiap orang, malah melekat dan seperti secara alamiah atau dengan sendirinya menjadi ciri khas banyak orang, sehingga prilaku buruk yang jika di hati kecil sesungguhnya tidak disukai, menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari hari.
Saat prilaku buruk itu melekat dan sulit dikendalikan, kita selalu menganggap keburukan yang kita lakukan sebagai hal biasa. Anehnya, saat melihat orang lain melakukan hal yang sama, sadar atau tidak sadar kita menyatakan tak suka. Malah, tak segan untuk menuding orang tersebut bukan orang baik. Padahal, prilaku kita pun tak beda alias sama saja.
Bisa seperti itu, boleh jadi secara pribadi kita tak pernah melakukan introspeksi dan hanya suka melihat keburukan orang lain tanpa berupaya melihat keburukan yang melekat pada diri sendiri. Boleh jadi juga, di saat seperti itu, tak ingat pada pepatah yang berbunyi : Gajah di pelupuk mata tak kelihatan semut di sebrang laut terlihat jelas
Setidaknya, seperti itulah yang saya rasakan saat dalam diri bertahta keburukan dan sifat buruk tersebut membuat saya tak bersalah saat bermabuk mabukan atau berkelahi. Bahkan, tak merasa bertanggung jawab saat melihat orang miskin kesulitan keuangan, yang akan digunakan untuk makan.
Pokoknya, jangankan sadar harus memiliki kepedulian sosial agar suka membantu orang susah dan rajin beramal, tertarik untuk mengubah sifat buruk pun tak pernah terbayangkan. Betapa tidak, jika di saat keburukan menguasai diri, hanya keinginan keinginan memuaskan hawa nafsu yang terpikirkan dan hal itu menjadi satu hal yang membuat kita merasa bahagia.
Padahal, itulah bentuk kebahagiaan yang sama sekali tak bermakna. Bahkan, tanpa dasar karena kebahagian yang paling nikmat adalah ketika seorang hamba mampu dan selalu mengaplikasikan kebaikan. Terlebih, kebaikan yang dilakukan diperkuat dengan rasa ikhlas yang mendalam.
Untung saya bertemu dengan seseorang yang mengatakan ikhlas jika dianggap teman. Dia memberi gambaran, sesungguhnya menjadi orang baik itu justeru sangat gampang. Bahkan lebih mudah timbang menjadi orang yang hanya suka pada keburukan.
Syaratnya pun, kata dia, sangat mudah. " Siapa saja yang ikhlas memegang teguh dan mempraktikkan dengan ikhlas ajaran Islam, Insya Allah merasakan betapa mudah dan merasa nikmat menjadi orang baik"
Hal itulah yang membuat saya tertarik untuk mulai mengatur jadwal agar bisa terus berdiskusi dengan dia. Saya sangat ingin menjadi orang baik, karena menurut dia, hanya orang baik yang sungguh sungguh melaksanakan ajaran agama, yang dapat menikmati kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat.
Mudah mudahan, niat untuk belajar jadi orang baik dapat saya aplikasikan.
BOLEH jadi, dari puluhan juta orang yang merasa atau sangat merasakan betapa hanya kesulitan yang selalu dihadapi ketika ingin menjadi orang baik, salah satunya adalah saya. Yaa, menjadi orang baik memang sangat sulit. Malah, sedemikian menyulitkan. Meski yang hinggap di jiwa setiap manusia, yang namanya keburukan tidak sendirian. Sebab, selalu didampingi oleh yang namanya kebaikan
Cuma, sepertinya sulit dipercaya jika keburukan justeru begitu dominan. Artinya, hal yang sesungguhnya tidak disukai oleh setiap orang, malah melekat dan seperti secara alamiah atau dengan sendirinya menjadi ciri khas banyak orang, sehingga prilaku buruk yang jika di hati kecil sesungguhnya tidak disukai, menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari hari.
Saat prilaku buruk itu melekat dan sulit dikendalikan, kita selalu menganggap keburukan yang kita lakukan sebagai hal biasa. Anehnya, saat melihat orang lain melakukan hal yang sama, sadar atau tidak sadar kita menyatakan tak suka. Malah, tak segan untuk menuding orang tersebut bukan orang baik. Padahal, prilaku kita pun tak beda alias sama saja.
Bisa seperti itu, boleh jadi secara pribadi kita tak pernah melakukan introspeksi dan hanya suka melihat keburukan orang lain tanpa berupaya melihat keburukan yang melekat pada diri sendiri. Boleh jadi juga, di saat seperti itu, tak ingat pada pepatah yang berbunyi : Gajah di pelupuk mata tak kelihatan semut di sebrang laut terlihat jelas
Setidaknya, seperti itulah yang saya rasakan saat dalam diri bertahta keburukan dan sifat buruk tersebut membuat saya tak bersalah saat bermabuk mabukan atau berkelahi. Bahkan, tak merasa bertanggung jawab saat melihat orang miskin kesulitan keuangan, yang akan digunakan untuk makan.
Pokoknya, jangankan sadar harus memiliki kepedulian sosial agar suka membantu orang susah dan rajin beramal, tertarik untuk mengubah sifat buruk pun tak pernah terbayangkan. Betapa tidak, jika di saat keburukan menguasai diri, hanya keinginan keinginan memuaskan hawa nafsu yang terpikirkan dan hal itu menjadi satu hal yang membuat kita merasa bahagia.
Padahal, itulah bentuk kebahagiaan yang sama sekali tak bermakna. Bahkan, tanpa dasar karena kebahagian yang paling nikmat adalah ketika seorang hamba mampu dan selalu mengaplikasikan kebaikan. Terlebih, kebaikan yang dilakukan diperkuat dengan rasa ikhlas yang mendalam.
Untung saya bertemu dengan seseorang yang mengatakan ikhlas jika dianggap teman. Dia memberi gambaran, sesungguhnya menjadi orang baik itu justeru sangat gampang. Bahkan lebih mudah timbang menjadi orang yang hanya suka pada keburukan.
Syaratnya pun, kata dia, sangat mudah. " Siapa saja yang ikhlas memegang teguh dan mempraktikkan dengan ikhlas ajaran Islam, Insya Allah merasakan betapa mudah dan merasa nikmat menjadi orang baik"
Hal itulah yang membuat saya tertarik untuk mulai mengatur jadwal agar bisa terus berdiskusi dengan dia. Saya sangat ingin menjadi orang baik, karena menurut dia, hanya orang baik yang sungguh sungguh melaksanakan ajaran agama, yang dapat menikmati kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat.
Mudah mudahan, niat untuk belajar jadi orang baik dapat saya aplikasikan.
0 Response to "MENJADI ORANG BAIK"
Posting Komentar