Oleh : Oesman Ratmadja
DELAPAN
(2)
NURLELA mengerti, sebenarnya ia menaruh ha ti.
Mestinya, yaa tentu saja di almari jiwa
Komeng. Tapi, ia juga mengerti, perasaan sesungguhnya tak boleh ter promosi.
Baik sengaja maupun sangat tidak sengaja. Po
koknya harus tetap tersembunyi dan sama sekali tak boleh diketahui oleh
siapapun, kecuali oleh dirinya sendiri. Itu sebabnya, Nurlela hanya bisa
menyimpan rindu di laci jiwa
Rahasia
hatinya, harus tetap jadi tirai. Ia tak ingin menguak, sampai kapan pun.
Kecuali tentu saja ada orang yang tepat menguak tirai di hatinya. Hanya, untuk
semen tara , jika yang ingin menguak tirai
hatinya, bukan Ko meng, ia tak akan membiarkannya. Jika Komeng, tak ha nya
dipersilahkan. Nurlela akan ikut membantu membu ka, agar lebih jelas dan lebih
terbuka.
Hanya,
mungkinkah yang kelak datang menguak tirai hati yang di dalamnya tergolek
seonggok cinta, lelaki yang didambanya? Nurlela berharap seperti itu. Hanya, ia
tak tahu, akankah jadi kenyataan atau sebatas keinginan pribadinya. Jika
akhirnya memang bukan Komeng yang datang
dan membawa cinta untuk membuka tirai hatinya, ia tak tahu harus bagaimana.
Jika
menolak ia pun belum punya alasan, karena jodoh bukan pribadinya yang
menentukan. Dan, jika Tu han memang berkehendak bukan Komeng yang datang de ngan
cintanya, Nurlela tak bisa menolak dengan begitu saja. Namun, ia pun tak akan
menerima tanpa mencerna.
Keduanya,
memang menyulitkan.
Tapi Nurlela belum sampai berfikir
sampai sejauh itu. Saat ini, fokusnya hanya seseorang. Jika bukan Ko meng, ia
pasti sudah mengucapkan well come pada Jajang yang tiba-tiba menerjang nerjang
terjang. Tanpa tedeng aling-aling datang, Jajang yang datang dengan setangkai
mawar merah, menunjukkan sikap gentelnya.
Duuh, saat itu, kalau saja syarat
yang akhirnya harus ditetapkan secara mendadak oleh Nurlela, bisa dipenuhi oleh
Jajang. Nurlela pasti kelabakan. Untung Jajang, berterus terang ia tak bisa
membaca Al Qur’an, karena hanya di masa bocah mau mengaji. Setelah menga ku
khatam Juz Amma, Jajang tak pernah akrab dengan Al Qur’an.
Semisal saat itu Jajang cemerlang,
Nurlela pasti ha rus mencari alasan lain yang makin memberatkan agar Jajang tak
merasa, sebenarnya ia menolak kehadirannya. Dan, yang mengalami nasib demikian,
tentu saja tak ha nya Jajang.
Ada
Bambang, ada Freddy dan belasan nama lain. Mereka memang gentel. Ketemu, kenal
lalu mengungkap isi hati. Dan Nurlela, tak kenal kompromi dan serasa sulit
untuk berpaling ke lain hati. Padahal, sampai kini, ia tak tahu, apakah Komeng
menyimpan hasrat yang menderu, atau juteru semangatnya justru layu terlebih
dahulu.
Jika
ternyata Komeng tidak seperti yang diharap kan , haruskah Nurlela membaca kembali satu
persatu su rat cinta yang ia dapat dari banyak pria dan ujung-ujung hanya ia
simpan rapi di kopernya? Dan jika tumpukan kertas yang di setiap lembarnya
dipenuhi kata I Love You dan bujuk rayu yang menggebu, harus ia seleksi,
siapakah gerangan yang sekiranya berkenan di hati?
Komeng..Komeng..mengapa sama sekali tak
memberi sinyal apapun agar
Nurlela tak kesulitan mengu kir rindunya yang hampir setiap saat mendendangkan
nyanyian cinta?
Nurlela tak pernah bisa menjawab, mengapa,
Ko meng yang begitu diharap malah
seperti menguap. Seper ti tak tahu atau tak mau tahu, Padahal…Aaah.
“Aku rindu kamu, Komeng,”
ungkap Nurlela tanpa suara.
Bersambung……….
0 Response to "MENUJU PELABUHAN CINTA (8)"
Posting Komentar