MENUJU PELABUHAN CINTA (3)

Oleh : Oesman Ratmadja

TIGA

         Menurut Komeng, bekal menuju medan perang tak hanya keberanian dan semangat menggebu. Hal ini bisa ditaruh di nomor urut satu.  Namun, tekad yang menggila sampai ke tahap mengorbankan nyawa, juga sangat perlu. Membawa senjata tercanggih, memang pikiran jitu. Tapi, kalau tak dilengkapi dengan peluru? Bukan menang tapi malah mati terlebih dahulu. Nggak tahu bagaimana cara nembak tanpa peluru, musuh di hadapan sudah menembak lebih dahulu   
         Alasannya, karena Nurlela berkepribadian agamis dan tidak materialistis. Sedangkan Jajang, agamisnya hanya di kartu tanda penduduk. Konkritnya, jika Nurlela ngetes, dan Jajang disuruh ngaji, Jajang pasti langsung Knock Out.
         Nyatanya? Apa yang diperkirakan oleh Komeng, sa ma sekali tidak keliru. Soalnya, seminggu kemudian, Jajang mendatanginya. Komeng pikir, ia akan bicara soal Nurlela. Nggak taunya, Jajang mengajukan permohonan agar Komeng bersedia mengajarkannya mengaji.
         “Hari gini, kamu baru bilang nggak bisa ngaji dan baru mau belajar ngaji ?”
         “Bang, kan nggak ada istilah terlambat untuk siapa pun yang mau belajar, bang. Jadi, tolonglah bang ?”
       “Aku bukan tidak mau menolong, Jang. Cuma, coba tolong hitung, sudah berapa kali aku menyarankan agar kau belajar ngaji dan sudah berapa kali aku bilang, aku siap mengajar. Kamu selalu menolak niat baikku, kan?”   
         “Bang…itu, kan kemarin dan semuanya sudah berlalu. Jadi, tolonglah abang lupakan kelalaian dan juga kebodohan saya. Sebab, saya sekarang baru sadar, ngaji itu penting, bang. Begitu pun shalat. Tolong saya, ya, bang ?”
        Komeng terdiam. Sepertinya dia langsung berpikir, mempertimbangkan Setelahnya, tanpa ragu Komeng memberi lampu hijau
         “ Oke, cuma kamu harus jujur sama aku “
        “Maksud abang ?”
        “Maksudku, mengapa kamu malah tiba tiba saja  mendadak mau belajar ngaji? Nah, jawab terus terang, agar aku ikhlas mengajarkan kamu ngaji, dan kamu ikhlas belajar ngaji”
        Jajang langsung menjadi sosok yang  gagap.
      Jika sebelumnya Jajang kelihatan cerdas, kini terlihat jauh dari cerdas. Malah, kayak orang bloon. Namun, Komeng yang melihat Jajang sangat gugup, tak mengerti mengapa sikap Jajang mendadak berubah seperti itu. Jajang memang kesulitan menjawab, karena ia sama sekali tak menyangka, hal yang tak terpikirkan olehnya, justeru dipertanyakan kepadanya
        “ Kamu mau serius belajar ngaji atau cuma sekedar basa-basi, Jang ?”       
        “Serius, bang. Cuma, apa iya, syarat mau belajar ngaji sama abang, syaratnya sama dengan jadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, bang ?”
            “ Jang….mau jadi apa pun, jika tidak jujur, ujung-ujungnya pasti hancur, Jang. Lagipula, apa sih sulitnya menjawab pertanyaanku dengah jujur, terlebih, yang kutanyakan sama kamu, kan hal biasa, sangat sederhana dan tak berkesan jlimet. Yaa, kan?”
      Karena terlanjur ngomong, Jajang yang semula malu dan juga ragu, akhirnya ia terpaksa  berterus terang. Meski menanggung beban malu berat, Jajang  menje laskan, motif dirinya yang  mau belajar ngaji, tak lain karena ia sudah  mencoba meraih cinta Nurlena.
      Namun, Nurlela dengan tegas mengatakan hanya bersedia me nerima cowok baik. Cowok sholeh. Cowok yang pertama, bisa ngaji dan rajin shalat, kedua, bisa membahagiakan isteri lahir dan batin, dan ketiga, bersedia tidak melakukan poligami, kecuali sang isteri mengijinkan dengan ikhlas.
            “Jajang…Jajang…Niat kamu tuh, nggak ikhlas. Mestinya, aku tolak. Tapi, karena kamu sudah berani menjawab pertanyaan aku dengan jujur, terpaksa atau tidak terpaksa, aku siap mengajar kamu mengaji “
        Jajang yang sempat merasa pesimis, menarik nafas lega. Kesediaan Komeng membuatnya seperti kembali memiliki kekuatan untuk melanjutkan perjuangannya agar berhasil berlayar di lautan asmara. Lautan luas yang gelombangnya tenang namun tetap penuh dengan tanda tanya, apakah di baliknya ada ombak yang gemuruhnya meluluh lantakkan semangat perjuangan, yang tengah diemban olehnya.


Bersambung……….

0 Response to "MENUJU PELABUHAN CINTA (3)"