KETIKA PEPATAH SAMPAIKAN MISI






oleh : Oesman Ratmadja


      SEBENARNYA, pepatah tak punya tugas apapun. Selain tak ada yang mengangkat sebagai PNS maupun sebagai PSB (pegawai swasta banget) juga tak ada yang menerbitkan surat tugas. Malah dia , juga tak pernah menerima job description. Tapi karena bosan dan tak mau jadi pengangguran abadi di samping  kepingin banget mengabdi agar dirinya berguna untuk lingkungan dan siapa saja yang dekat serta mengenal dan dikenalnya, akhirnya papatah memutuskan untuk mengabdi dengan ikhlas.
      Dia tak minta dibayar karena sadar di zaman geblek, sulit mencari sosok yang mau membayar pengabdiannya. Jadi, kalau tidak ikhlas, tidak mungkin bisa melaksanakan tugas. Sebaliknya, jika ikhlas, dan dia memang tak berharap apapun dengan keikhlasannya, mulailah dia masuk ke sebuah rumah yang jauh dari kesan mewah.
      Penghuninya, seorang ibu dengan tiga anak yang suaminya bekerja serabutan dan dia mengaku penghasilan suaminya, sangat jauh dari cukup apalagi berlebihan namun sangat dekat dan akrab dengan pas pasan. Artinya, bukan pas kepingin berlibur ke Hongkong ada yang ngirim tiket pesawat dan biaya akomodasi selama di Hongkong. Juga pas kepingin beli baju baru lantas ada Cinderela dan menyuruhnya menjual sepatu kaca agar si ibu bisa membeli baju yang diinginkan.
     Suaminya juga gak pernah dapat gratifikasi dari siapapun. Sebab, siapapun yang sengaja atau tidak sengaja memberi gratifikasi, yang bersangkutan tak akan pernah memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun, kecuali kepada pihak yang memberi keuntungan kepadanya
     " Jika begitu kenyataannya, mengapa gaya hidup ibu harus LEBIH BESAR PASAK DARI TIANG?"Tanya sang Pepatah yang sangat prihatin karena si ibu yang mengaku hidup pas pasan, namun dalam keseharian gaya hidupnya malah jor joran
    "Tidak harus, kok," sahut si ibu.
    " Buktinya," lanjut si ibu
    "Saya belum pernah berkenalan dengan om Pasak dan juga gak pernah ketemu sama paman Tiang"
    Mendengar jawaban asal jeblak dari si ibu, sang Pepatah ternganga. Dia jelas heran, karena yang dijawab si ibu sangat tidak terkait dengan apa yang ditanyakan. Namun, sang Pepatah tak mau emosi. Baginya, bersabar jauh lebih baik dari emosional.
    " Bu...." ujar sang Pepatah.
    " Jika ibu bermaksud memeluk gunung tapi apa daya tangan tak sampai, jangan nekad meluk gunung, bu. Risikonya berat dan nanti, ibu malah stress"
   " Anda ini bagaimana sih? Emangnya saya nggak ada kerjaan, apa? Ngurus anak saja saya repot dan hampir nggak punya waktu, lalu mengapa pula saya harus berpikir untuk memeluk gunung. Apalagi, kamu bilang apa daya tangan tak sampai. Kayaknya lebih asoii gejrot meluk suami saya, deh"
   Lagi lagi, sang pepatah harus mengakomodir sabarnya. Jika tidak, yang kemudian berkoalisi dengan dirinya pasti emosional. Karena berkoalisi dengan tawakkal jauh lebih bermanfaat, sang pepatah yang mengkoalisikan sabar dengan tawakkal, menatap si ibu yang meski ada tamu nggak pernah menyajikan minuman, Padahal, jika cuma bisa menyajikan segelas air putih saja, sudah hebat.
   " Bu..sekarang begini saja. Bagaimana kalau mulai besok, ibu terapkan gaya hidup Berakit rakit ke hulu berenang renang ke tepian, bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian"
   Sang Pepatah berharap si ibu paham dengan apa yang diinginkan. Sebab, kondisi kehidupannya memang mengharuskan si ibu melaksanakan apa yang dipepatahkan. Hanya, sang pepatah tak mengira jika si ibu malah berkata seperti ini.
   " Enak aja, lo. Kalau selama sakit gue nggak bisa bayar biaya rumah sakit karena sehat itu harganya mahal dan akhirnya gue mati, emangnye lo sanggup nanggung semua dosa dosa gue?"
   Merasa tidak sanggup dan tidak mau menanggung dosa si ibu yang kayaknye bejibun lantaran menurut kabar sering ngutang tapi selalu nembak, suka ngebohongin suami dan kerjaannya lebih banyak ngerumpi, sang pepatah terpaksa memilih minggat secepatnya.
   Di perjalanan, sang pepatah mulai menyadari, kalau di jaman edan kayak gini, makin banyak orang yang sengaja malas mengendalikan diri karena kemilau dunia yang begitu dahsyat, hanya bikin ngiler siapa saja untuk menikmati hidup enak tanpa mikir bagaimana kemampuan, dan kalau ada yang malah sangat mampu, tak mengontrol apakah hasil yang diperoleh benar benar sah atau malah berasal dari pekerjaan rutin menggerogoti uang negara.

  1.   Lhaa... buktinya negeri ini menghadirkan KPK dan hampir tiap saat membuat konperensi pers agar masyarakat tahu, mereka kembali berhasil mencokok para koruptor baru, yang malah mau ikutan korupsi meski tahu risikonya berat: ditangkap oleh KPK 

   

0 Response to "KETIKA PEPATAH SAMPAIKAN MISI"