Oleh : Oesman Ratmadja
LIMA PULUH DUA
Jika sebaliknya, tentu saja yang
akan dila kukan Bondan harus ia konkritkan. Bondan ikh las, rumah atas namanya –
di balik nama dan diganti atas nama adik
tirinya, sebagai pemilik. Lalu, rumah yang kini masih ditempati oleh ibu tiri
dan dua adik tirinya, ia serahkan ke
Sumirah, agar ibu tiri dan kedua adik tirinya merasa lebih nyaman
tinggal di rumah itu.
Lalu, Bondan akan meminta agar ibu
tiri nya yang dulu sekretaris pribadi ayahnya, kemba li ke perusahaan. Selain ia
angkat dan tugaskan sebagai Direktur Utama, juga diberi kepercayaan penuh, mengelola
perusahaan yang diwariskan oleh ayahnya, tanpa meninggalkan kewajiban membuat
laporan lisan dan tertulis secara berkala dan priodik.
Bondan sendiri, tak kepincut untuk
langsung mengambil alih PT Juwita Permai, yang ternyata berhasil membangun
bisnis kelapa sawit, ekspor impor hasil bumi dan pemba ngunan perumahan. Bondan
yakin, ibu tirinya yang mantan sekretaris di perusahaan dan masih secara
intensif mengikuti perkembangan perusa haan, mampu melaksanakan tugas dan
memang gul beban amanah yang diberikan kepadanya
Dan dengan jabatannya, ibu tirinya tak sebatas berpeluang dan bisa membangun, me
ngembangkan dan membuatnya lebih maju lagi. Tapi, sekaligus bisa mengontrol dan
menjadikan nya sebagai asset yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup.
Hanya, Bondan tak menyangka jika
Su mirah malah menolak diangkat jadi Dirut, kecu ali Bondan memecat salah
seorang Direktur yang menurut Sumirah, lebih layak diberhentikan tim bang
dipertahankan. Tapi Sumirah tak mengung kap mengapa orang tersebut harus
diberhentikan dan kenapa Sumirah malah tidak mau terima jabatan, bila orang
yang dimaksud tetap dibiar kan bekerja dan tetap ikut berperan mengembang kan
perusahaan yang tak lain milik mereka juga
“Saya
bukan tidak ingin mengungkap me ngapa dia harus diberhentikan. Hanya, saya tak
akan sanggup melaksanakan tugas sebagai Direk tur Utama, jika yang bersangkutan
masih tetap dipertahankan “
“Tapi memberhentikan seseorang,
terlebih dia salah seorang direktur, harus ada dasar dan alasan yang kuat.
Belum lagi, kita pun harus memikirkan dampaknya. Belum lagi dampak yang
berkaitan langsung dengan nasib anak dan isterinya “
“Itu sebabnya saya menolak diangkat
jadi Dirut. Jika saya menerima tanpa catatan, berarti saya tak memikirkan nasib
isteri dan anak-anak nya “
Bondan tercenung. Tapi, sama sekali
tidak bingung. Bondan justru berkesempatan mere nung dan ia yang akhirnya
kepingin tahu, punya alasan yang kuat untuk mengungkap sejelas-je lasnya,
mengapa Sumirah, bisa lebih rela tidak mendapatkan status dan atau jabatan
sebagai Di rektur Utama, daripada ia harus selalu bertemu dan selalu bersama,
seatap dengan orang itu di pe rusahaan.
“Ibu tidak keberatan jika sebelum me ngambil keputusan, saya mencari tahu
terlebih dahulu semua hal yang perlu saya ketahui agar saya punya alasan kuat
untuk memberhentikan seseorang dari perusahaan kita ?”
“Kalau menurutmu yang terbaik adalah
melakukan hal yang ingin kamu ketahui, ibu kira kamu harus sesegera mungkin
melakukannya. Ji ka tidak, dipaksapun dan dengan argumentasi seperti apapun,
ibu memilih lebih baik melamar kerja di perusahaan lain “
“ Saya hanya berharap, tidak
menemukan indikasi adanya permusuhan antara ibu dengan dia, atau hal lain yang
bersifat pribadi. Bukan sa ya tak suka. Hanya, sulit bagi saya melakukan
tindakan tegas, jika unsurnya tidak rasional”
“Ibu suka dengan cara berfikir dan
prinsip kamu. Kenapa? Karena sifat ayah kamu juga be gitu. Hanya, almarhum
tidak bisa mengambil ke putusan dengan cepat. Jadi, belum memecat su dah lebih
dahulu wafat “
“Jadi, ayah juga tahu persoalan orang
ini?”
“Bukan sekedar tahu. Bahkan, banyak
yang beliau ketahui. Cuma, berpikir saat akan me ngambil keputusan, terlalu
lama. Terlalu dalam menimbang “
Bersambung……
Custom Search
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEG (52)"
Posting Komentar