Oleh : Oesman Ratmadja
LIMA PULUH TIGA
Bondan yang mendengarkan penjelasan
dari Sumirah, hanya manggut manggut. Sepertinya, dia tak mau membahas lebih
jauh, karena Bondan sudah menyimpulkan, akan menyelesaikan masalah tanpa
masalah.
Bondan yang lebih tertarik untuk menyelesaikan
masalah internal, akhirnya, membuat sebuah keputusan yang menurutnya
sangat perlu dia lakukan.
Dan, Sumirah tak hanya berharap.
Ia juga dibuat terkejut. Sama sekali
tak menyangka, jika Bondan, lantas memintanya untuk segera ke notaries. Sumirah
disarankan untuk segera mengurus proses
balik nama rumah yang kini dijadikan tempat tinggalinya.
Bondan berharap, setelah nama
pemiliknya berubah dari Bondan ke Andhika
– nama adik tirinya, mereka akan bisa menikmati hidup tanpa dipusingkan oleh
masalah tempat berteduh. Sebab, bisa tetap tinggal di sana dan dengan kondisi
yang malah lebih leluasa dan tanpa masalah, karena Bondan ikhlas melakukan hal
itu
Jika tak segera membuat akte balik
nama, Bondan malah kuatir, kelak pikirannya berubah dan malah berniat
mengambilnya kembali. Un tuk itu, Bondan mendorong agar urusan mengu bah nama
pemilik rumah dari Bondan ke An dhika, diurus secepatnya.
Sumirah sama sekali tak tersinggung
apa lagi kecewa. Malah, saat Bondan mengatakan, se benarnya ia ingin nama
pemilik rumah yang dihibahkan kepada Sumirah, dalam akte, dirubah dari Bondan
ke Sumirah. Hanya, Bondan kuatir, suatu
saat Sumirah menikah lagi dengan pria lain. Jika hal itu terjadi, apapun
risikonya, Bondan lebih berani menggugat untuk mengambil kembali rumahnya dari
tangan Sumirah. Sebab, Bondan tak ingin, jika kekuatirannya terbukti, adik-adik
tirinya jadi korban.
Sebab, bisa saja, suami baru Sumirah, nantinya
menguasai rumah itu, semisal di akte ke pemilikan rumah, nama yang tercantum
sebagai pemilik, bukan Andhika. Tapi, Sumirah.
Sumirah malah tertawa.
Ia suka, blak-blakan ala Bondan.
Terbuka tapi tak menyakitkan. Blak-blakan
tapi malah membuatnya senang. Sikap dan sifat yang tak jauh beda dengan suaminya.
Dan, itu sebabnya, Sumirah berkenan diajak ke pelaminan, meski untuk itu, ia
mengawali perkawinannya dengan bermacam gangguan. Sebab, isteri pak Sadewa yang tak lain ibu kandung
Bondan, kerap menterornya
Namun, dari situ pula, Sumirah makin pa
ham, mengapa pak Sadewa memilih kawin lagi. Dan, beliau merasa sangat
beruntung. Akhirnya, bertemu juga dengan wanita yang diinginkan Bukan berarti
tak menginginkan isteri pertama nya. Hanya, ibu kandung Bondan, tak ingin
kesederhanaan, terlebih merasa dijerat kemiski nan.
Yang juga disukai Sumirah dari putra
sema ta wayang suaminya dengan isteri pertama, ia tak sebatas bisa menerima
semua yang terjadi dan sama sekali tak memperlihatkan rasa sakit hati, terlebih
membenci. Malah, ketulusan Bondan me nerima kenyataan, terlihat sangat jelas. Seolah
ketulusan yang bersemayam di hatinya, tanpa ti rai. Sedemikian transparan.
Di dalamnya, tak nampak benang setipis
apapun yang menyimbolkan kepura-puraan. Juga tak menampakkan kesan yang
ditampilkan Bondan hanya basa basi. Sumirah percaya, kalau Bondan, tidak seolah-olah
nrimo tapi di lubuk hatinya sebenarnya
menolak
Sangat identik dengan pak Sadewa, almar hum
suaminya. Menurut Sumirah, sifat dan sikap anak tirinya, tak lain foto copy
dari ayahnya, yang juga seperti itu. Paling mengesankan saat pak Sadewa
mengatakan dengan jujur saat beliau akan
menikah lagi.
Saat itu, Sumirah tak saja merasa,
yang dikatakan suaminya – ingin menikah lagi, adalah kejujuran yang jarang
melekat pada diri seorang lelaki yang
entah mengapa dan dengan alasan apa, malah menyatakan niatnya untuk menikah lagi. Sumirah sendiri nyaris tak
percaya, jika pada akhirnya, malah Sumirah sendiri yang datang ke calon madunya
untuk melamar. Saat menyatakan dia meminang untuk suaminya, dilakukan dengan
tanpa beban.
Sumirah sendiri tak tahu persis,
mengapa saat menyaksikan akad nikah
suaminya dengan wanita lain, bisa berlapang dada. Kalau pun ada tetesan air
mata dari kedua sudut matanya, yang dia rasa hanya keharuan.
Sumirah terharu karena tak menyangka
kalau dirinya cukup kuat menerima kenyataan. Dan saat kedua orangtuanya
mengatakan dirinya bodoh, Sumirah hanya menanggapi dengan senyum
.
Bersambung…………..
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEG (53)"
Posting Komentar