Oleh : Oesman Ratmadja
LIMA PULUH SATU
Hikmah yang kemudian dapat ia petik
dari sikapnya yang berubah total dan kedewasaannya yang mulai mengental, benar-benar dahsyat. Dan Bondan tak pernah mengira jika
sesungguhnya ayahnya sangat memperhatikan dirinya. Bahkan, begitu mencintai
dirinya yang sempat merasa kecewa karena merasa tak diperhatikan oleh ayahnya.
Bondan baru tahu, jika ayahnya sangat memperhatikan setelah ia merasa
kehilangan. Malah, semua yang dimiliki ayahnya – kecuali isteri, dijadikan
sebagai milik Bondan.
Tak saja tanah dan rumah yang saat ini
ia jadikan tempat tinggal dan seluruh isinya. Ru mah yang sekarang dijadikan
tempat tinggal oleh kedua ibu tirinya, kendaraan yang ada di sana dan juga yang
lainnya, tak satu pun atas nama ayah dan kedua ibu tirinya. Sertifikat rumah,
surat-surat kendaraan, dan juga deposito, yang tercantum sebagai pemilik bukan
mereka. Tapi, Bondan.
Kenyataan yang benar-benar di luar
dugaan Bahkan, di luar jangkauan pemikiran Bondan. Ternyata, pak Sadewa,
ayahnya, sedemikian pe nuh perhatian. Boleh jadi sebagai konpensasi ka sih
sayang seorang ayah, yang selama ini mene lantarkan anaknya. Boleh jadi
komitmen pak Sa dewa, yang di satu sisi tak mampu memberi kebutuhan batiniah,
tapi di sisi lain, berusaha me menuhi kebutuhan lahiriah anaknya.
Dan, bukan cuma itu isi surat wasiat yang
sejak sepuluh tahun silam dibuat pak Sadewa. Dalam surat wasiat yang sengaja
diserahkan Sumirah kepada Bondan, sang
putra juga dijadi kan ahli waris paling utama. Dengan begitu, perusahaan yang dirintis, dibangun dan dikem bangkan
dengan susah payah oleh pak Sadewa, otomatis menjadi milik Bondan.
Tentu Bondan bisa berbuat apa saja.
Terlebih, juga terlampir data
perusahaan dan data neraca keuangan perusahaan milik ayah nya, yang assetnya berjumlah
milyaran.
Apa yang tidak bisa dilakukan
Bondan, yang selama ini kehilangan kasih sayang, ketika di tangannya tergenggam
begitu banyak harta ke kayaan?.
Siapa yang berhak mencegah dan
mengha langi, jika Bondan ingin melakukan apapun un tuk memuaskan dirinya. Tak
seorang pun. Tapi Bondan malah berpikir tentang ibu tiri dan dua adiknya, yang
harus ia jaga, perhatikan dan jika diperkenankan, ia didik dengan baik.
Terlebih, sa at ini, mereka sangat membutuhkan tempat ting gal agar esok dan
seterusnya, merasa tentram. Merasa hidup jadi lebih berarti karena tetap bisa
sekolah, bisa melakoni kehidupan, leluasa mera ih mimpi yang diinginkan.
Menjadi manusia yang tak sebatas
tahu mana benar mana salah. Mana hak dan mana ba til. Tapi juga tahu mengapa
harus beribadah, apa manfaat ibadah dan mengapa dengan ibadah ma nusia leluasa
menikmati indahnya hidup dan kehidupan.
Mengapa, manusia yang memilih
ibadah sebagai jalan untuk meraih kasih sayang Rabb, lebih cenderung cinta
akhirat timbang cinta pada dunia, bahkan, rela mengentuti dunia karena sa dar,
dunia cenderung melenakan, menyesatkan dan gara-gara kepincut dunia, manusia lupa pa da Tuhan.
Meski begitu, Bondan tak ingin
gegabah. Artinya, ia tak sebatas harus tahu kewajiban dan kepeduliannya. Bondan
juga harus tahu, apa yang akan dilakukan ibu tirinya setelah ditinggal pergi
selama-lamanya oleh ayahnya. Jika ia akan menikah lagi dan membawa kedua
anaknya yang juga adik Bondan, tak ada hak untuk mencegah atau menghalanginya.
Hanya, Bondan merasa punya hak
untuk tidak memperhatikan secara mendalam. Artinya, Bondan tidak akan memenuhi
berbagai kebutu han – terlebih kemauan ibu tirinya, karena jika ibu tirinya
memilih untuk menikah dengan lelaki lain, suaminyalah yang paling berhak
bertang gung jawab, mulai dari memberi nafkah sampai ke berbagai kebutuhan
lainnya
Bersambung………
0 Response to " BONDAN DAN TUKANG OJEG (51)"
Posting Komentar