oleh : Oesman Ratmadja
LIMA PULUH
11
BONDAN harus ikhlas
dan harus bisa memaklumi, segala sesuatu
yang telah dan terlanjur terjadi. Baik untuk yang membuatnya kehilangan kasih saying
sejak kecil, maupun yang membuatnya kehilangan ayah setelah dia kembali ke
kehidupan yang jauh lebih baik.
Bondan juga harus menepiskan
penyesalannya yang tak mengetahui seperti apa saat ayahnya wafat. Begitu pun untuk
kehilangan peluang memandikan jenazah dan mengantar ayahnya ke pemakaman untuk
dikebumikan.
Selain harus memaklumi semua itu, Bondan juga
harus memaklumi yang dilakukan oleh Sumirah, ibu tirinya, yang baru mengabarkan
kematian ayahnya, setelah ayahnya dikebumikan dan bukan saat ayahnya wafat agar sebagai
putranya Bondan tak hanya bisa mengantar ke pemakaman tapi juga bisa memandikan
jenazah sang ayah, yang ternyata sangat memperhatikan dirinya.
Bondan yakin, Sumirah bicara apa
adanya dan hal itu dilakukan Sumirah karena situasi yang ada hanya memungkinkan
baginya untuk mengabarkan setelah ayahnya dimakamkan. Artinya, Sumirah yang
sama sekali tak mengira suaminya meninggal dunia, tak bisa berbuat banyak.
Selain karena saat kejadian ia di rumah dan ayahnya sedang mengantar ibu tiri
Bondan yang lain, saat peristiwa, juga ada yang memanfaatkan kesempatan dalam
kesempitan.
Membuat pihak rumah sakit tak bisa
me ngontak atau menghubungi keluarga korban, ka rena dompet semua penumpang
sedan hilang. Ta ngan-tangan jahil yang tega memenggal orang yang dalam kondisi
duka nestapa, membuat se mua korban kehilangan identitas. Kalau saja peristiwa
tabrakan itu tak muncul di media cetak, Sumirah tak akan pernah tahu jika tak
saja pak Sadewa yang wafat. Marina dan juga supir setia mereka, juga wafat.
Itu sebabnya, menurut Sumirah, ia
tak bi sa berbuat banyak. Jangankan langung mengabar kan, membawa jenazah
pulang untuk disemayam kan saja, Sumirah tak memiliki peluang. Saat dia datang
ke rumah sakit, ketiga jenazah sudah siap dimakamkan. Sumirah hanya bisa
meneteskan se senggukan. Akhirnya ia lebih memilih turut me ngantar jenazah ke
pemakaman, timbang harus membawa pulang untuk disemayamkan, karena jenazah pak
Sadewa, Marina dan supirnya, lebih pantas secepatnya dimakamkan timbang harus
di bawa pulang ke rumah Sumirah untuk disema yamkan
Begitu pun untuk hal lainnya.
Bondan yakin, sekecil apapun tak
akan datang dan tak akan menimpa dirinya jika bukan lantaran kehendak sang
Khalik. Tapi lantaran telah diatur dan merupakah kehendak Illahi Rab bi, segala
sesuatunya harus dihadapi dan diterima dengan ikhlas. Ikhlas itu akan bermagma
di jiwa, bila mau, bisa mengerti, bisa memahami dan sanggup menerima segala
kehendak Sang Penga sih dan Penyayang,
Itu sebabnya Bondan tetap kuat, tegar
dan ia sama sekali tidak shock
Dulu, berbagai peristiwa yang menimpa
dirinya, selalu dianggap malapetaka. Bondan tak pernah bisa mengerti dan
memahaminya. Malah, pernah mengira Tuhan tidak sayang padanya. Untuk itulah ia
kecewa dan frustrasi. Larut da lam kekecewaan dan hanya melakukan hal yang
dianggapnya menyenangkan.
Kini, Bondan yang pernah merasa kecewa
dan frustrasi, justeru memahami mengapa semua bisa terjadi. Mengapa ia harus
mengalami nasib malang dan mengapa semua yang datang dan menerpa dirinya, ia hadapi
dan ia terima dengan lapang dada dan kebesaran jiwa.
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEG (50)"
Posting Komentar