oleh : Oesman Ratmadja
Bagian Satu
SENGAJA mengantar
isteri ke rumah sakit ber salin saat kandungannya sudah sembilan bulan dan dia
baru saja bilang mules sambil meringis
dan mengelus ngelus perutnya yang sudah persis sama dengan drumband, menurut
pendapat seorang pemulung, kesengajaan seperti itu sangat layak untuk dianggap
sebagai kesengajaan yang bijak. Kesengajaan yang di dalamnya, hanya mengandung muatan ketulusan hati dan setumpuk
perbuatan mulia.
Tapi
menurut seorang pensiunan Satpol PP, se ngaja maupun tidak sengaja,
perbuatan dan atau tinda kan yang menjurus ke
upaya nyata, mengantar isteri orang lain ke peraduan sampai lupa pada utang
negara yang jumlahnya ribuan triliun, kesengajaan dan tidak kesengajaan yang
terkandung di dalam perbuatan ter se but, layak dikategorikan sebagai tindakan illegal loving.
Terlebih, jika pada saat
bersamaan, suami dari isteri yang
diantar secara sengaja atau tidak sengaja ke peraduan, sedang melaksanakan
tugas atau sedang ber dinas ke Palestina, dan isteri si pengantar itu sendiri,
se dang ditangani dan dirawat dengan sangat serius di ru ang Unit Gawat
Darurat.
“ Benar-benar sungguh ketermaluan,”
kata pensiunan Satpol PP. Ia tak bilang keterlaluan, karena menurut beliau,
tingkat kesengajaan dan tidak kesengajaannya, sudah tidak bisa lagi diukur oleh
hati nurani. Hal seperti itu, tambahnya, ukurannya hanya apa enaknya yang dikatakan
dan dirasakan oleh hati si fulaniah dan
fulinaniah. Bukan oleh hati nurani yang paling bersahaja.
Dan, lanjutnya, seperti itu pulalah
citra membenarkan
yang salah, dan menyalahkan yang benar. Padahal, sebagai anak bangsa, kita
harus membela yang bayar dan bukan harus membela yang benar. Ufh, maaf bin
sorri, anggap kalimat itu tak ada. Mestinya. Kita harus membela yang benar dan
jangan sesekali membela yang bayar. Meski jumlahnya, jika tidak diterima, bisa
bikin pusing kepala
Jadi, sekarang, antarkan saya ke rumah
sakit, pinta pensiunan satpol PP, yang sejak pecah peristiwa Koja Bersimbah
Darah, jadi tak enak makan, nggak asyik minum, dan nggak enjoi kentut. Untuk
itulah, beliau ingin membezuk para yuniornya yang sedang dirawat di rumah
sakit, setelah terlibat bentrok dengan masyarakat saat ingin membongkar makam
Mbah Priok.
“ Saya ingin berpesan pada dia, agar
tidak mencontoh perbuatan saya di masa silam. Yang selalu arogan setiap diintruksikan
atasan untuk menggusur tanah rakyat yang
sudah dikuasai konglomerat. Baik untuk areal gedung pencakar langit yang
didalamnya digunakan untuk bisnis pijat memijat.
Yang selalu bersikap sok paling gagah
dan paling berkuasa, setiap melaksanakan tugas membongkar dan mengusir pedagang
kaki lima dari
jalur hijau, padahal sebelum diintruksikan, paling rajin memungut uang retribusi.
Dan sok merasa paling bermoral, tiap
menggerebek PSK yang beroperasi di silang Monas, padahal di malam sebelum atau
setelah penggerebekan, pasti kirim sms dengan kalimat paling mesra, ke salah seorang
dari mereka, yang ternyata sudah kenal lama dan ingat di luar kepala nomor selulernya .
Say… siapkan waktu untuk temanin mas
yang ma lam ini, dapat giliran dinas malam yaa? “
Menurut beliau, secara pribadi dia
hanya ingin me nyampaikan pesan paling sederhana. Hanya, tambahnya, di dalam
pesannya terkandung ajaran moral yang sangat dalam. Kedalamannya, kata beliau,
“Lebih dalam dari dalamnya samudra Hindia dan laut merah “
Meski begitu, saya tetap konsisten.
Perminta annya,tak saya penuhi. Tetap saya katakan, “Maaf, saya bukan tukang
antar .“ Dan, saya terpaksa
menjelaskan.
Antar adalah satu-satunya kosa kata
yang bisa berubah jadi : pengantar, diantar dan mengantar. Kata lain, tak akan
pernah bisa. Sebab, kata : pulang atau pergi, sampai dunia kiamat tak pernah
dirubah atau berubah dengan sendirinya menjadi pengantar, diantar dan mengantar.
Mengapa?
Karena, kata pulang, hanya bisa berubah
dan men jadi: berpulang, terpulang, kepulangan, dan dipulangkan. Jika kesannya
aktif, memulangkan. Bukan mengantar. Majikan yang memulangkan pembantunya yang
ketahu an membukakan pintu kamar untuk tuannya, tak perlu ikut sampai ke rumah
pembantunya yang nun jauh di sa na. Sebab, ia hanya memulangkan dan bukan
mengan tar.
Jika mengantar, ia harus sampai ke
tempat tinggal si pembantu. Menyerahkan ke orangtua atau suami atau ke kakaknya
atau ke wali yang berhak. Karena memu langkan, setelah mendamprat habis cukup
dengan me nyuruh ia berkemas dan memberi ongkos ala kadarnya, dan menutup pintu
dengan sepenuh emosi, setelah pem bantunya ke luar dari pintu depan rumahnya.
Perbedaannya, memang sangat tegas.
Sedangkan persamaannya, bisa dibilang sama sekali tak ada. Sekali pun sifatnya
sebatas samar-samar atau sekedar mende kati, agar antar dan pulang dinilai kata
yang saling akrab dan penuh toleransi. Mengapa ?
Karena saya bisa membuktikan secara
logis. Saat ada orang yang meninggal, misalnya. Keluarga, teman, tetangga,
sanak saudara, atau penagih hutang sekalipun, tak ada yang berani mengatakan,
mari kita memulang kan
jenazah fulan atau fulin ke pemakaman. Yang dikatakan, mari kita antar si fulan
ke tempat peristiraha tan terakhirnya.
Yang kemudian dilakukan oleh keluarga
almarhum atau almarhumah, tentu saja mengantar jenazah ke pema kaman. Mereka
sendiri, ikhlas disebut pengantar. Ak hirnya, jenazah dimakamkan sebagaimana
mestinya. Ji ka niat dan tekad mereka mengandalkan kata pulang dan akhirnya
hanya ingin: memulangkan, tentu malah
jadi merepotkan. Jenazah tak pernah dimakamkan karena ia tak bisa berangkat
sendirian ke kuburan.
Saya jadi kepingin menceritakan secuil
pengalaman seorang bocah berusia sembilan tahun, yang pernah diajak mengantar
almarhum teman sekelasnya yang wafat setelah dirawat tiga hari di rumah sakit
karena diserang flu burung gagak.
“ Saya kok, malah melihat hal aneh tapi nyata yang membuat saya
bingung dan kebingungan, yaa? “ Guman si bocah, setelah ia sampai di rumah.
Saat itu, bukan kebetulan jika saya
masih berada di rumahnya. Sebab, sudah
bertemu dengan ayahnya dan sudah mengajukan permohonan pinjam uang untuk bekal
makan siang. Alhamdulillah, ayahnya, menolak dengan sangat bijak, dengan
mengatakan, karena kantornya hanya memberikan kredit untuk modal usaha besar
dan menengah, ia tak bisa memberi pinjaman kepada pemohon yang hanya butuh
modal untuk makan siang.
BERSAMBUNG.....
0 Response to "TERJEMAHKAN KATA PENGANTAR (1)"
Posting Komentar