BONDAN DAN TUKANG OJEK (46)







Oleh : Oesman Ratmadja

EMPAT PULUH ENAM

          Sumirah sadar, ia tidak boleh kecewa kare na Bondan malah minta alamat pemakaman dan akan pergi ke sana. Berarti Sumirah harus bersa bar, karena belum mendapatkan peluang untuk menjelaskan apa yang terjadi. Tapi jika dia membaca kondisi , Sumirah yakin, ia dapat angin dan terbuka peluang untuk dirinya untuk menjeaskan permasalahan dan apapun hal yang ada dan perlu diungkap
          Selain agar Bondan  tidak lagi berteka-te ki, mengapa ayahnya menikah lagi dengan Sumi rah dan seorang wanita lainnya yang sudah wafat beberapa hari silam bersama pak Sadewa, juga agar bisa menyelesaikan permasalahan yang  harus siap dihadapi oleh keluarga pak Sadewa, pasca wafatnya beliau akibat kecelakaan lalu lintas
          Banyak yang akan dijelaskan, tapi harus menanti dengan sabar, memang membuat Sumi rah harus menghadapinya dengan hati berdebar. Dikatakan demikian, karena kesempatan untuk menjelaskan, bisa saja malah tidak diperolehnya. Dan jika hal itu yang terjadi, Sumirah belum da pat menentukan apa yang harus dilakukan, agar  tetap dapat peluang untuk menjelaskan.
          Dan Sumirah  yang mau tak mau harus memilih  lebih baik bersabar, segera memberita nama,  alamat pemakaman dan sekaligus letak makam pak Sadewa yang telah beristirahat deng an tenang di tempat peristirahatan terakhirnya        
           “Jika memang Bondan butuh teman, Ibu bersedia kok, mengantarkan, “ tambah Sumirah
           “Tapi, hanya jika ibu tidak lelah. Jika ca pek, silahkan istirahat dan nanti kita bicara pan jang lebar “
           “ Ibu memang perlu istirahat. Tapi, bukan berarti lelah,” jawab Sumirah
           Ibu tiri Bondan,  tak sekedar mem perlihat kan semangat menemani Bondan pergi ke pema kaman, tapi juga memperlihatkan sikapnya yang diwarnai keikhlasan. .
           Buktnya, Sumirah segera berdiri dari du duknya. Ia lebih dahulu melangkah ke luar rumah. Sumirah juga bertekad, dirinya tak saja ingin membuktikan siap menemani dan meman du Bondan ke pemakaman agar di sana tidak kesulitan mencari makam pak Sadewa. Tapi, juga siap menjelaskan berbagai hal dengan trans paran. Tentu saja tanpa keinginan  memanfaat kan situasi untuk menggunting dalam lipatan
         Artinya, jika sepanjang jalan pergi ke ma kam pak Sadewa, atau sekembalinya dari sana, ada momen yang baik untuk menjelaskan,  Sumi rah akan segera memanfaatkan dengan sebaik-ba iknya. Sumirah akan bicara apa adanya. Dari A sampai Z.
           Alhamdulillah.
           Apa yang diinginkan Sumirah, terkabul. Saat kemacetan lalu lintas di Jakarta seperti ingin menghambat kepergian Bondan, saat itulah, Su mirah yang belum berani membuka pembicaraan karena  merasa belum melihat dan belum punya peluang untuk menangkap momen yang pas, mendengar Bondan yang sejak berangkat dari rumah belum bersuara sepatah kata pun, setelah mengover kovling dan ngerem kendaraan yang dibawanya, bersuara
           “ Dulu, saya sempat tidak menyukai sikap ayah, karena saya menganggap beliau telah menelantarkan saya. Tapi, kemudian saya sadar, yang terjadi adalah sebuah lakon kehidupan yang harus dimengerti dan di pahami dengan sebaik-baiknya.
           Kesiapan menerima semua yang terjadi de ngan terbuka dan dengan lapang dada, membuat saya sadar, percuma saya tidak suka pada ayah saya. Untuk itulah, saya hapus kebencian pada ayah, memaafkan jika beliau bersalah pada anaknya, lalu mengganti kebencian pada almarhum dengan berusaha untuk tetap menghormati karena bagaimana pun beliau adalah ayah saya.

            Saya merasa lega. Karena sudah memaaf kan beliau sebelum wafat, dan saya lebih siap me nikmati kehidupan pribadi saya  timbang berku tat dengan masalah yang bisa saja tak akan per nah kunjung selesai“

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (46)"