BONDAN DAN TUKANG OJEK (39)







oleh : Oesman Ratmadja


Bondan celingak celinguk. Tapi, belum juga melihat sosok Sabar alias si tukang ojek yang seharian bersamanya. Tanpa ragu Bondan bertanya ke seorang satpam
“Memang, tempat parkir motor di sebelah mana, pak ?”
“Tuuuh, di sana. Jika ingin ke sana, tinggal jalan ke belakang. Tapi, kalau mau tetap menunggu, silahkan duduk dulu aja, dik ?” Sahut satpam sambil menunjukkan jari telunjuknya, dan setelah itu sang satpam berdiri dari kursinya. Dia mempersilahkan Bondan untuk menduduki bangkunya
“ Ma kasih, pak, “ sahut Bondan yang lantas ingin memanfaatkan kebaikan Satpam rumah sakit yang sudah memperkenankannya duduk di kursi yang sebelumnya diduduki olehnya. Tapi saat Bondan ingin duduk, ia sempat menoleh ke satu arah.
Melihat Sabar tengah menuju ke arahnya, Bondan yang sudah ingin duduk membatalkan niatnya. Dia melambaikan tangan ke Sabar yang membalasnya dengan membunyikan klakson motornya.
Setelah pamit ke pak Satpam Bondan bergegas menghampiri Sabar yang begitu hentikan motor, meraih helm untuk diberikan kepada Bondan
“Kalau tau lama, saya ikut abang ke tempat parkir,” kata Bondan sambil memasukkan helm ke kepalanya.
“Nanti, abang jangan sampai lupa. Kalau ada rumah makan, kita singgah. Perut saya su dah lapar lagi “
“Siap boss,” sahut Sabar, yang begitu melihat plang di tempat bayar parkir terangkat, segera meluncur.

                                                                             *******

MALAM kedua, rencana tetap nginap di rumah bang Sabar, terpaksa harus kembali diper timbangkan. Bukan lantaran rumah petakan yang dikontrak bang Sabar pengap. Juga bukan karena suasananya, bising oleh suara anak-anak yang umumnya lebih betah bermain di luar rumah timbang kumpul bersama orangtua mereka di rumah
Pada hal, jika para orangtua dan anak-anak nya membiasakan diri untuk tetap betah berada di rumah – meski hanya rumah kontrakan, anak-anak tak menjadi liar. Liar dalam arti, saat bela jar mereka belajar dan orangtuanya menuntun anaknya agar lebih semangat dalam belajar. Ti dak malah lebih semangat bermain, seolah-olah, seluruh waktu mereka hanya untuk bermain
Jika hal pertama yang dilakukan, betah dan enjoi di rumah, yang kelak akan terbangun, tak hanya indahnya kebiasaan bercengkrama. Ta pi, juga berbagai hal lain yang membuat hubu ngan orangtua—anak, makin harmonis. Makin dekat dan mesra. Makin saling mengerti dan memahami, di mana posisi anak dan dimana po sisi orang tua, yang memang berkewajiban dan senantiasa harus mengasuh, membimbing dan mendidik anaknya, agar tumbuh dan berkembang bersama kodrat kebaikan, seperti yang diajarkan Rasulullah SAW
Jika para orangtua bisa mendidik dengan baik, mampu mengarahkan dengan benar, dan memotivasi dengan tepat, anak-anak mereka ak an tumbuh dan berkembang menjadi anak anak yang sejak dini, akhirnya akan lebih mengenal dan terbiasa mengutamakan dan melaksanakan berbagai kebaikan
Pada akhirnya, yang tertanam di jiwanya adalah akhlak mulia. Budi pekerti yang membuat anak-anak, berjiwa sholeh dan sholehah. Tak malah sebaliknya, liar dan akhirnya tumbuh menjadi anak yang tidak orientatif pada ilmu dunia maupun ilmu akhirat
Kalau saja kesadaran ke arah itu menjiwa di setiap orangtua, akan bermunculan anak-anak sholeh dan sholehah, yang duapuluh lima tahun mendatang, mampu memakmurkan dan menjadi kan Indonesia sebagai negara adi kuasa. Dan, anak seperti itu, bisa berasal dari mana saja. Tak terkecuali dari rumah petak yang sempit, panas dan pengap
“Kok bisa begitu, boss?” Tanya Sabar, yang serius menyimak pendapat Bondan soal bagaimana mendidik anak. 



Bersambung.......

0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (39)"