oleh : Oesman Ratmadja
Bondan celingak
celinguk. Tapi, belum juga melihat sosok Sabar alias si tukang ojek
yang seharian bersamanya. Tanpa ragu Bondan bertanya ke seorang
satpam
“Memang,
tempat parkir motor di sebelah mana, pak ?”
“Tuuuh, di
sana. Jika ingin ke sana, tinggal jalan ke belakang. Tapi, kalau mau
tetap menunggu, silahkan duduk dulu aja, dik ?” Sahut satpam sambil
menunjukkan jari telunjuknya, dan setelah itu sang satpam berdiri
dari kursinya. Dia mempersilahkan Bondan untuk menduduki bangkunya
“ Ma
kasih, pak, “ sahut Bondan yang lantas ingin memanfaatkan kebaikan
Satpam rumah sakit yang sudah memperkenankannya duduk di kursi yang
sebelumnya diduduki olehnya. Tapi saat Bondan ingin duduk, ia sempat
menoleh ke satu arah.
Melihat
Sabar tengah menuju ke arahnya, Bondan yang sudah ingin duduk
membatalkan niatnya. Dia melambaikan tangan ke Sabar yang membalasnya
dengan membunyikan klakson motornya.
Setelah
pamit ke pak Satpam Bondan bergegas menghampiri Sabar yang begitu
hentikan motor, meraih helm untuk diberikan kepada Bondan
“Kalau
tau lama, saya ikut abang ke tempat parkir,” kata Bondan sambil
memasukkan helm ke kepalanya.
“Nanti,
abang jangan sampai lupa. Kalau ada rumah makan, kita singgah. Perut
saya su dah lapar lagi “
“Siap
boss,” sahut Sabar, yang begitu melihat plang di tempat bayar
parkir terangkat, segera meluncur.
*******
MALAM kedua, rencana tetap nginap di rumah bang Sabar, terpaksa harus kembali diper timbangkan. Bukan lantaran rumah petakan yang dikontrak bang Sabar pengap. Juga bukan karena suasananya, bising oleh suara anak-anak yang umumnya lebih betah bermain di luar rumah timbang kumpul bersama orangtua mereka di rumah
Pada hal, jika
para orangtua dan anak-anak nya membiasakan diri untuk tetap betah
berada di rumah – meski hanya rumah kontrakan, anak-anak tak
menjadi liar. Liar dalam arti, saat bela jar mereka belajar dan
orangtuanya menuntun anaknya agar lebih semangat dalam belajar. Ti
dak malah lebih semangat bermain, seolah-olah, seluruh waktu mereka
hanya untuk bermain
Jika hal
pertama yang dilakukan, betah dan enjoi di rumah, yang kelak akan
terbangun, tak hanya indahnya kebiasaan bercengkrama. Ta pi, juga
berbagai hal lain yang membuat hubu ngan orangtua—anak, makin
harmonis. Makin dekat dan mesra. Makin saling mengerti dan memahami,
di mana posisi anak dan dimana po sisi orang tua, yang memang
berkewajiban dan senantiasa harus mengasuh, membimbing dan mendidik
anaknya, agar tumbuh dan berkembang bersama kodrat kebaikan, seperti
yang diajarkan Rasulullah SAW
Jika para
orangtua bisa mendidik dengan baik, mampu mengarahkan dengan benar,
dan memotivasi dengan tepat, anak-anak mereka ak an tumbuh dan
berkembang menjadi anak anak yang sejak dini, akhirnya akan lebih
mengenal dan terbiasa mengutamakan dan melaksanakan berbagai
kebaikan
Pada akhirnya,
yang tertanam di jiwanya adalah akhlak mulia. Budi pekerti yang
membuat anak-anak, berjiwa sholeh dan sholehah. Tak malah sebaliknya,
liar dan akhirnya tumbuh menjadi anak yang tidak orientatif pada ilmu
dunia maupun ilmu akhirat
Kalau saja
kesadaran ke arah itu menjiwa di setiap orangtua, akan bermunculan
anak-anak sholeh dan sholehah, yang duapuluh lima tahun mendatang,
mampu memakmurkan dan menjadi kan Indonesia sebagai negara adi kuasa.
Dan, anak seperti itu, bisa berasal dari mana saja. Tak terkecuali
dari rumah petak yang sempit, panas dan pengap
“Kok bisa
begitu, boss?” Tanya Sabar, yang serius menyimak pendapat Bondan soal bagaimana mendidik anak.
Bersambung.......
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (39)"
Posting Komentar