Oleh : Oesman Ratmadja
EMPAT PULUH
Bondan tak lantas
menjawab. Sebab, tiba tiba saja ia merasa ada yang aneh.
Bondan meraba raba tengkuknya. Jidarnya. Menggeliatkan badannya
Bondan merasa ada yang berubah pada tubuhnya. Artinya, mulai
merasa tidak enak badan. Bondan yakin, dia masuk angin. Bondan jadi
berniat untuk segera mencari alamat dokter terdekat. Setelah berobat,
ia akan langsung pulang ke rumahnya.
Melihat kondsi
Bondan yang kelihatannya kondisinya mendadak berbeda dengan
sebelumnya, Sabar sempat kaget. Namun, dia tidak panik. Juga tidak tinggal diam
“Saya yakin, si
boss masuk angin. Sebaiknya, dikerik saja boss. Nggak sakit, kok.
Setelah dikerik biasanya angin langsung minggat dari badan. Boss
mau, kan kalau saya kerikin ,” kata Sabar
Meski sebenarnya
tak biasa, Bondan yang menangkap niat baik yang benar dan ikhlas
tanpa banyak tanya Bondan tak hanya menerima usul Sabar. Jauh dari
rasa terpaksa. Selain untuk menghargai pendapat dan saran Sabar,
sekaligus ingin mencoba bagaimana rasanya badan jika dikerik saat
diserang penyakit masuk angin.
Sabar terlihat semangat. Ia segera mengambil duit benggol dan minyak kayu puyih.
Sabar meminta agar Bondan membuka bajunya, sebab Sabar siap melaksanakan tugas.
Bondan yang
membiarkan tubuhnya dikerik, kembali meneruskan ocehannya.
“ Menurut
buku yang gue baca, lebih baik punya anak sholeh dan sholehah
daripada punya anak pintar. Sebab, anak pintar akhlaknya belum tentu
baik. Kepintarannya, kapan saja bisa disalah-gunakan. Itu sebabnya,
di negeri kita banyak koruptor. Banyak maling krah putih. Mafia
hukum, mafia pajak. Mereka, kebanyakan orang pintar. Bertitel.
Berpangkat. Tapi, akhlaknya di bawah titik nol.
Nah, anak
sholeh dan sholehah, sejak kecil hidupnya sudah penuh adab. Penuh
tata kra ma. Tahu bagaimana cara menghargai dan menghormati orangtua.
Juga tahu cara menghargai teman sebaya yang seiman, dan teman sebaya
yang beda agama.
Disiplinnya
juga tinggi. Tahu aturan. Jadi, kapan waktu main dan kapan waktu
belajar, sudah bisa ngatur sendiri. Mana baik dan mana tidak baik,
juga sudah paham. Karena bisa akhirnya jadi biasa, dan ujungnya
bakalan paham bagaimana cara jadi orang baik yang benar langkahnya,
benar pikiran dan juga benar tindakannya.
Kalau sudah
paham, pasti memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang hak dan m
na yang batil, mana yang boleh dan mana yang dilarang.
Makanya, kalau
abang mau punya anak sholeh dan sholehah, didik yang baik. Ajarkan
sejak dini agar mereka ngerti, waktu belajar harus belajar dan waktu
main baru dipersilahkan main. Kalau tidak begitu, repot, bang. Lebih
repot kalau abang nggak pernah memberi tauladan
Tapi kalau
anak abang soleh dan sholehah? Bakalan hepi sampai akhir menutup
mata, bang. Mereka, tidak akan mengambil yang bukan haknya. Tidak
usil, tidak iri, tidak suka mem fitnah, tidak ingin menguasai milik
orang lain. Tidak ingin terseret ke arus narkiba. Nah, ketika akhirnya tumbuh dewasa dan jadi orang pintar,
yang dipikirkan bukan kepentingan pribadi. Tapi, kepentingan umum dan pengabdiannya tak akan kenal pamrih.
Bersambung.....
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (40)"
Posting Komentar