TENTU
IPAH berharap dan jika harapannya terkabul, IPAH tak saja bakal semangat
menyiapkan makanan terbaik dan terlezat yang dibuat oleh tangannya yang berjari
lentik, tapi juga akan bersemangat menjelaskan ke babe ples nyokapnya supaya mereka
merestui. Setelah itu, membujuk agar kedua orangtuanya bicara baik baik dengan
Arman agar cowok yang telah membuatnya bersimpati, segera menyuntyingnya.
IPAH
lebih kepingin setelah kenal dan saling yakin, lantas bergerak ke akad nikah timbang
berlama lama pacaran tapi belum tentu nikah. Bukankah soal pendalaman saling
mencintai dapat dinikmati dan dijalankan setelah menjadi suami isteri? Ipah yakin, bila seperti ini,
Arman bisa jadi pendamping dan sekaligus teman hidup untuk Ipah. Begitu pun
sebaliknya, Ipah akan menjadi isteri dan juga pendamping hidup untuk Arman.
“
Yaa Rabb… tentukan dan jadikanlah Arman yang baru saya kenal sebagai jodohku,”
Ipah yang memburu ke arah Arman, menyempatkan berdoa dalam hati.
Namun,
setelah langkahnya terhenti karena dia harus bersabar menunggu kendaraan yang
lalu lalang sehingga tak bisa bergegas menyebrang, IPAH terpana. Dia seperti
tak percaya dengan realita yang dihadapinya. Serasa tak masuk akal jika tak lagi
terlihat sosok Arman.
“Ke
arah mana dia beranjak?” Ipah membatin dan meski berkali kali dia memutar
pandangannya ke berbagai arah, yang dicarinya malah tiada. Yang diharapnya
setelah Ipah mengalami hal yang membuatnya merasa bahagia, tiba tiba saja
berubah. Ipah sangat ingin berteriak sekerasnya, memanggil nama Arman dan jika teriakannya
didengar lalu Arman datang menghampirinya, kemudian berbisik “Bukankah kamu
mengundangku datang ke rumah? Jika undangannya serius, mengapa kita harus berlama
lama disini?” sambil meraih pergelangan tangan Ipah lalu menarik dengan mesra
untuk sama sama beranjak dari situ, duuuuh…. Alangkah indahnya.
Sayang,
yang keindahannya tak lapuk diguyur hujan, tak retak ditabrak bulldozer hanyalah
pemandangan alam yang terus menyemburatkan pesona. Sedangkan keindahan yang
beberapa saat silam terlukis di pelupuk mata Ipah, justeru punah dan sudah
hilang sebelum Ipah sempat mengarsipkannya direlung relung hati dan menyimpan
sebaik baiknya di lemari asmara
IPAH
hanya bisa menarik nafas panjang setelah tekadnya yang kuat untuk berteriak
sekencang mungkin sembari memanggil nama Arman, tak sanggup dia laksanakan
karena sadar kalau urat malunya belum putus.
Berkali
kali ARMAN menarik nafas lega. Membuat temannya menyempatkan waktu menepikan
sepeda motornya dan berhenti setelah di tepi jalan dan berada di posisi yang
aman
“
Kayaknya ente nggak ada berhentinya narik nafas, deh. Memangnye, dikejar ape
sih,” Tanya Juki
Tentu
saja Juki jadi kepingin tahu apa sebabnya Arman yang sejak Arman menyetop laju motornya dan langsung loncat
untuk ikut bersamanya, bukan mengajaknya bicara tapi malah terus menerus
menarik nafas lega. Kalau pun Arman lega karena sudah bebas dari rasa takut,
Juki kepingin tahu apa yang membuatnya bisa seperti itu.
Semisal
Arman belum merasa bebas dari sesuatu, kenapa pula Arman yang bertemu dengan Juki tidak mengajak Juki
ngobrol, tapi malah terus menerus menarik nafas sembari memegangi pinggang Juki
dengan begitu kuat.
“
Jadi ente nggak mau ngejelasin kenapa sejak nyemplak di motor ane, malah cuma narik
nafas padahal biasanya ente kayak petasan rencengan, begitu bersuara nggak
berenti berentinya nyerocos ”
Arman
baru bisa menyahut setelah dia merasa benar benar tenang. Bebas dari apapun,
karena setelah cukup lama mengawasi jalanan dirinya tak menangkap keberadaan
IPAH
“
Jadi lo mau tau kenape gue kayak copet yang gagal nilep dompet dari ibu ibu
yang gaji lakinya kagak seberapa, tapi kalo ke pasar dia bergaya seperti isteri
seorang manager?”
“
Gue bukan kepingin tau urusan orang, MAN. Cuma, siapa yang kagak penasaran kalo
ngalamin kejadian yang kayak barusan. Inget Man, pas ngeliat gue berenti
lantaran macet lu langsung nyemplak ke motor gue. Setelah lu bilang tolong
cepat tinggalkan tempat ini, yang kemudian gue dengar cuman elahan nafas lo.
Bukan kebiasaan lo yang kalo sudah mulai nyerocos, malah terus asyik ngegas
tapi lupa nginjek rem “
Bersambung
0 Response to "CINTA TANPA AGUNAN (3)"
Posting Komentar