Cerbung 2

                                                                                           
                                                              oleh : Oesman Ratmadja





Lantaran gak juga dengar jawaban, Ipah yang berharap banyak memberanikan diri untuk umbar suara lagi. Bukan berarti dirinya tak sabar menghadapi si cowok yang kelihatannya tetap mingkem. Tapi, menurut Ipah, kayaknya sedikit agresif jauh lebih baik. Sesekali seperti ini, gak apa-apalah. Soalnya, cowok bernama Arman sudah bikin hati IPAH deg deg plas. Jadi, apa salahnya kalau Ipah belajar memberanikan diri untuk sedikit agresif

" Bersedia, kan, datang ke rumah saya?" kata Ipah, penuh harap

" Untuk menikmati kopi buatan kamu yang baru saja dipromosikan rasanya nendang?" sahut Arman.
Ipah yang akhirnya kembali mendengar suara Arman, dan itu memang sangat dinantikan, sesungguhnya kepingin banget memamerkan kegembiraannya. Cuma, Ipah sadar, saat ini sedang ada di pasar becek, dan meski tadi sedikit agresif, Ipah tetap berusaha mengendalikan dirinya agar Arman atau siapa saja tak tahu, kalau Ipah merasa seperti mendapat durian runtuh.
Untuk itu, durian runtuh yang sudah jatuh ke tanah, tak segera  dipungut, apalagi dimasukkan ke keranjang yang dibawanya.
Soalnya, Arman belum memberi jawaban tegas, apakah berkenan menerima undangannya atau sebaliknya. Dan kalau menolak ? Kalau itu yang terjadi, hmmm... percuma saja Ipah pamerin riangnya jika akhirnya harus kecewa.

" Yaa, seperti itulah " ujar Ipah yang dadanya jelas bergemuruh dan harapannya serasa menyeluruh

Arman tak segera membalas. Soalnya, yang kemudian dia lakukan adalah menarik nafas panjang. Membuat Ipah menjadi ketar ketir, karena bisa aja setelah menarik nafas panjang, Arman menolak undangan Ipah

" Kalau tidak hari ini, kira kira kamu marah apa tetap senang." kata Arman, dan yang baru saja terucap dari cowok bermata elang ini, membuat Ipah menarik nafas lega.

"Eeeh...kok kamu ikut-ikutan narik nafas, sih?" Melihat Ipah melakukan hal yang baru saja dilakukannya, Arman bereaksi.
" Untung yang kamu tiru bukan ciptaan saya. Jika karya saya dan sudah terdaftar sebagai hak cipta, kamu pasti akan saya....."
"Kamu akan menuntut saya?" Tukas Ipah, yang tahu kalau Arman cuma bercanda dan untuk itu Ipah mengimbangi canda Arman dengan hal yang sama

" Eeeh..Kamu pikir aku becanda, yaa?" Ujar  Arman.
"Ingat yaa..." Lanjutnya. " Aku serius bakal menuntut dan keplagiatan kamu bakal saya laporkan ke Kantor Hak saya bukan hak kamu dan hak kamu bukan hak saya"

Sebenarnya, Ipah kepingin banget nyubit tangan Arman, yang bisa bisanya membangun suasana akrab dengan canda spontannya. Cuma... Ipah tak berani karena takut Arman berteriak jika dia spontan mencubit Arman.

" Ternyata kamu suka canda, yaa. Tapi aku serius lhoo ngundang kamu ngopi," ujar Ipah, yang menyodok dengan kembali mengingatkan kalau dia mengundang si mata elang

"Oh iyaa... kamu ngundang aku ngopi, yaaa. Wah wah wah... kayaknya asyik nyeruput kopi yang rasanya nendang, terlebih diracik oleh cewek cantik. Cuma....kan tadi aku sudah bilang, kalau hari ini, belum punya waktu. "

" Gak apa apa. Yang penting, kamu berkenan menerima undangan saya, dan jika besok masih belum bisa, lusa juga gak masalah"

Arman terdiam. Benar benar hanya sejenak. Tak lama Arman memberi sinyal jika dia bersedia datang ke rumah Ipah untuk menikmati kopi buatan Ipah yang dipromosikan rasanya nendang.

" Oke.. Lusa..Insya Allah saya datang ke rumah kamu. Sekarang, berhubung saya harus berangkat mohon maaf jika saya pamit. Sampai jumpa luasa, yaa" Ujar Arman, yang setelah menuntaskan kalimatnya, tanpa memikirkan apakah Ipah kesal atau terkejut, langsung meninggalkan Ipah dengan langkahnya yang sangat tergesa.

Ipah ternganga. Bukan tak ingin meraih tangan Arman agar tak segera pergi. Juga bukan tak kepingin memanggil si mata elang, agar kembali meski hanya sejenak, untuk mendapatkan informasi alamat rumah Ipah.

Ipah berusaha untuk tidak kesal. Untuk itu, dia kepingin banget menumpahkan belanjaan yang ada di keranjangnya. Cuma, Ipah nggak mau banget jika sampai di rumah dimarahin enyaknya.

" Gilee banget tuh cowok. Ujungnya, gue malah ditinggalin begitu aza," ujar Ipah, yang akhirnya hanya bisa menggerutu, dan dengan setengah senang ples separuh kesal, Ipah angkat keranjang yang penuh dengan belanjaan.




Masih bersambung........







0 Response to "Cerbung 2"