Pilpres sudah di pelupuk mata. Artinya, 9 Juli 2014 bisa dibilang tinggal sekejap dan hari itu setiap warga negara Indonesia yang sudah berhak memilih, bakal ke TPS dan di dalam bilik suara akan menentukan pilihan dengan cara mencoblos Capres dan Wacapres yang dianggapnya pantas menjadi pemimpin dan berhak untuk menduduki tahta di Istana.
Saat itu, tentu saja pilihan tak akan jatuh ke nomor selain satu atau dua, karena kali ini, Pilpres hanya menyertakan pasangan Prabowo Subianto / Hatta Radjasa, dan Jokowi Widodo / Jusuf Kalla. Jadi, memilih nomor satu atau dua bukan masalah. Sebab, yang kelak akan menjadi presiden ke tujuh - pengganti SBY, jika bukan nomor satu yaa nomor dua. Jika bukan Prabowo dan pasangannya, tentu saja Jokowi dan Jusuf Kalla.
Mana yang akhirnya bakal anda pilih?
Terserah. Jika senang dan yakin Prabowo dan Hatta lebh pantas tampil sebagai presiden dan wakil presiden, coblos saja nomor satu. Jika sebaliknya, tentu saja tak ada larangan apalagi paksaan untuk memilih Jokowi dan Jusuf Kalla. Setelah acara coblos mecoblos selesai, akhirnya akan ketahuan siapa yang dipilih oleh rakyat. Jadi, Prabowo dan pasangannya bisa menang dan juga mungkin saja bisa sebaliknya. Begitu pun dengan Jokowi dan Jusuf Kalla, yang juga bisa saja kalah atau malah menang dan akhirnya jadi presiden.
Hanya, jika jagoan anda kalah, jangan enggan untuk menampilkan sikap sportif. Untuk itu, berilah ucapan selamat kepada yang terpilih jadi presiden. Pun jika jagoan anda menang, jangan arogan juga tak perlu mengekpresikan kegembiraan yang berlebihan. Cukup bersyukur dan berharap, semoga setelah terpilih, pasangan presiden ke 7 lebih siap bekerja keras untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Lebih siap melaksanakan amanah dan menepati semua janji yang pernah dipublikasikan oleh mereka, baik saat berkampanye langsung maupun saat diwawancara oleh wartawan media cetak atau televisi
Jadi, tentu saja saya bisa mengatakan, bahwa memilih presiden bukan pekerjaan sulit, terlebih, yang digadang gadang hanya dua pasangan capres dan wacapres dan keduanya sudah disahkan oleh KPU sebagai pasangan yang berhak dan memiliki peluang yang sama untuk menduduki tahta di Istana Negara, Jakarta
Lantas, apa yang masih logis bila ada yang mengatakan Pilpres itu tak hanya sulit tapi juga rumit?
Menurut hemat saya, pilpres jadi sulit dan rumit karena pendukung kedua pasangan capres dan wacapres baru bisa melangkah ke tahap memiih, tapi belum bisa melangkah dan mengapresiasi bagaimana caranya memilah. Buktinya, aura keberpihakan yang berlebihan dari kedua pasangan Capres dan Wacapres, lebih memunculkan kesan berlebihan.
Mestinya, keberpihakan harus menjadi hal yang wajar. Artinya, setiap pemilih boleh saja berpihak kepada salah satu pasangan tapi tidak boleh secara berlebihan. Apalagi memamerkan sikap fanatisme yang sadar atau tidak sadar melahirkan sikap mengkultuskan.
Sikap ini, sebenarnya tak perlu terjadi. Pasalnya, kedua pasangan Capres dan Wacapres selain memiliki peluang yang sama untuk menang atau kalah, kemenangan nomor satu atau nomor dua adalah kemenangan rakyat. Bukan rakyat yang berpihak pada salah satu pasangan dan ternyata menang. Tapi, juga rakyat dari pasangan yang kalah.
Karenanya, jadilah pemilih yang berpihak pada salah satu pasangan dan mampu memilah dan menyimpulkan, bahwa pesaing pasangan yang anda pilih adalah pasangan yang juga punya pendukung dan mereka juga adalah anak bangsa, yang lebih wajib kembali bersatu setelah pilpres dan bukan malah tetap bersebrangan pasca Pilpres
Jadi, tak perlu melakukan sesuatu yang malah merugikan atau membuat anak bangsa saling bermusuhan Sebab, tujuan memilih sebatas untuk menentukan siapa yang bakal jadi pesiden dan wakil presiden, sedangkan keharusan memilah tak lain hanya untuk membedakan mana pasangan yang lebih layak jadi presiden dan presiden.
Karena sama sekali bukan untuk menjelek jelekan pesaing, maka tak perlu melakukan kampanye hitam. Sebab, menjelek jelekan atau memfitnah sama sekali tak menguntungkan siapapun. Sebab, dampaknya malah bakal merugikan kedua belah pihak. Padahal, yang sesungguhnya kita inginkan bersama adalah meraih keuntungan, yang hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Mari, sebelum memilih siapa presiden yang layak dijadikan pemimpin, kita sama sama memilah mana yang perlu dilakukan dan mana yang sesungguhnya tak perlu dilakukan. Dengan begitu, kita sepakat untuk mengatakan, tak perlu bernafsu besar untuk melakukan kampanya hitam. Sebab, kampanye hitam lebih cenderung menyesatkan dan kita semua tak ingin berada dalam kesesatan yang nyata.
Saat itu, tentu saja pilihan tak akan jatuh ke nomor selain satu atau dua, karena kali ini, Pilpres hanya menyertakan pasangan Prabowo Subianto / Hatta Radjasa, dan Jokowi Widodo / Jusuf Kalla. Jadi, memilih nomor satu atau dua bukan masalah. Sebab, yang kelak akan menjadi presiden ke tujuh - pengganti SBY, jika bukan nomor satu yaa nomor dua. Jika bukan Prabowo dan pasangannya, tentu saja Jokowi dan Jusuf Kalla.
Mana yang akhirnya bakal anda pilih?
Terserah. Jika senang dan yakin Prabowo dan Hatta lebh pantas tampil sebagai presiden dan wakil presiden, coblos saja nomor satu. Jika sebaliknya, tentu saja tak ada larangan apalagi paksaan untuk memilih Jokowi dan Jusuf Kalla. Setelah acara coblos mecoblos selesai, akhirnya akan ketahuan siapa yang dipilih oleh rakyat. Jadi, Prabowo dan pasangannya bisa menang dan juga mungkin saja bisa sebaliknya. Begitu pun dengan Jokowi dan Jusuf Kalla, yang juga bisa saja kalah atau malah menang dan akhirnya jadi presiden.
Hanya, jika jagoan anda kalah, jangan enggan untuk menampilkan sikap sportif. Untuk itu, berilah ucapan selamat kepada yang terpilih jadi presiden. Pun jika jagoan anda menang, jangan arogan juga tak perlu mengekpresikan kegembiraan yang berlebihan. Cukup bersyukur dan berharap, semoga setelah terpilih, pasangan presiden ke 7 lebih siap bekerja keras untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Lebih siap melaksanakan amanah dan menepati semua janji yang pernah dipublikasikan oleh mereka, baik saat berkampanye langsung maupun saat diwawancara oleh wartawan media cetak atau televisi
Jadi, tentu saja saya bisa mengatakan, bahwa memilih presiden bukan pekerjaan sulit, terlebih, yang digadang gadang hanya dua pasangan capres dan wacapres dan keduanya sudah disahkan oleh KPU sebagai pasangan yang berhak dan memiliki peluang yang sama untuk menduduki tahta di Istana Negara, Jakarta
Lantas, apa yang masih logis bila ada yang mengatakan Pilpres itu tak hanya sulit tapi juga rumit?
Menurut hemat saya, pilpres jadi sulit dan rumit karena pendukung kedua pasangan capres dan wacapres baru bisa melangkah ke tahap memiih, tapi belum bisa melangkah dan mengapresiasi bagaimana caranya memilah. Buktinya, aura keberpihakan yang berlebihan dari kedua pasangan Capres dan Wacapres, lebih memunculkan kesan berlebihan.
Mestinya, keberpihakan harus menjadi hal yang wajar. Artinya, setiap pemilih boleh saja berpihak kepada salah satu pasangan tapi tidak boleh secara berlebihan. Apalagi memamerkan sikap fanatisme yang sadar atau tidak sadar melahirkan sikap mengkultuskan.
Sikap ini, sebenarnya tak perlu terjadi. Pasalnya, kedua pasangan Capres dan Wacapres selain memiliki peluang yang sama untuk menang atau kalah, kemenangan nomor satu atau nomor dua adalah kemenangan rakyat. Bukan rakyat yang berpihak pada salah satu pasangan dan ternyata menang. Tapi, juga rakyat dari pasangan yang kalah.
Karenanya, jadilah pemilih yang berpihak pada salah satu pasangan dan mampu memilah dan menyimpulkan, bahwa pesaing pasangan yang anda pilih adalah pasangan yang juga punya pendukung dan mereka juga adalah anak bangsa, yang lebih wajib kembali bersatu setelah pilpres dan bukan malah tetap bersebrangan pasca Pilpres
Jadi, tak perlu melakukan sesuatu yang malah merugikan atau membuat anak bangsa saling bermusuhan Sebab, tujuan memilih sebatas untuk menentukan siapa yang bakal jadi pesiden dan wakil presiden, sedangkan keharusan memilah tak lain hanya untuk membedakan mana pasangan yang lebih layak jadi presiden dan presiden.
Karena sama sekali bukan untuk menjelek jelekan pesaing, maka tak perlu melakukan kampanye hitam. Sebab, menjelek jelekan atau memfitnah sama sekali tak menguntungkan siapapun. Sebab, dampaknya malah bakal merugikan kedua belah pihak. Padahal, yang sesungguhnya kita inginkan bersama adalah meraih keuntungan, yang hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Mari, sebelum memilih siapa presiden yang layak dijadikan pemimpin, kita sama sama memilah mana yang perlu dilakukan dan mana yang sesungguhnya tak perlu dilakukan. Dengan begitu, kita sepakat untuk mengatakan, tak perlu bernafsu besar untuk melakukan kampanya hitam. Sebab, kampanye hitam lebih cenderung menyesatkan dan kita semua tak ingin berada dalam kesesatan yang nyata.
0 Response to "MEMILIH DAN MEMILAH"
Posting Komentar