ENAM BELAS
KOMENG bukan nggak kepingin ngakak.
Tapi, bukankah sejak Japra datang keinginan ngakaknya langsung bisa
dikendalikan dan sekarang pun Komeng melakukan hal yang sama, mengendalikan
hasrat mentertawakan Japra, yang wajahnya focus ke kondisi sedemikian nelangsa.
Kondisi Japra, menurut Komeng sangat tak
pantas untuk ditertawakan. Apalagi umbar tawa untuk menikmati kepuasan.
Terlebih dugaan Komeng tak keliru. Dan, kayakinan Japra yang semula minta restu
karena akan memperjuangkan cinta Mas Rebo dengan pamrih hadiah motor,
sepertinya sudah melorot ke tingkat paling tak diharapkan. Sebenarnya,
menguntungkan Komeng. Sebab, satu pesaing telah datang untuk mengabarkan
kagagalan
Hanya, Komeng tak kepingin mengambil
keuntungan dari kegagalan Japra dengan ngakak sekehendak hatinya. Dia justeru
ingin mendorong dan sekaligus membangun kembali semangat Japra yang sudah
kecemplung di titik nadir.
“ Pokoknya,” kata Komeng
“ Lu jangan kenal sama kata menyerah.
Ingat, Friend, saat perang melawan Belanda, para pahlawan revolsusi sama sekali
tidak kenal dengan kata menyerah< Mereka hanya kenal dan akrab
dengan semangat maju terus pantang belok”
“ Pantang mundur kali, Meng,” sela
Japra.
“Eh, coi… gue lebih suka nyebut
pantang belok. Sebab, kalau pantang mundur, bisa ditafsir sebagai semangat juru
parker. Saat perang, para pejuang kita nggak kenal dan nggak sempat parker.
Sebab, yang ada di pikiran para pejuang bangsa hanya satu, bagaimana caranya bisa
mengusir Belanda dan membebaskan negeri tercinta dari belenggu penjajahan ”
“Tapi Meng… masalah yang gue hadapi
bukan soal perang melawan Belanda, Tapi, memperjuangkan cintanya Mas Bejo.
Kalau berhasil, gue bukan Cuma dapat hadiah motor tapi juga bakalan dikenal
sebagai mak comblang yang sukses. Nah, kalau gue iklankan, siapa tahu bisa jadi
profesi yang dapat diandalkan dan bisa pasang tarif mahal. Tapi kalau belum
sukses sudah kepentok, gue tuh tambah nggak bakalan punya masa depan friend,”
ungkap Japra
“Yang bilang atawa yang nyebut atawa
yang nyimpulin atawa yang berani menetapkan lo tuh udeh gagal, siapa? “ Tanya
Komeng dengan suara tegas.
“ Yaa…. Gue sendiri, sih. Cuma, gue
yakin lantaran gue udeh merasa gagal, Meng. Bayangin, aje, pertama gue dilempar
sama sandal. Eh, pas gue maju terus, malah dilempar pakai sepatu bot. Apa bukan
gagal, namanya?” Japra malah yakin yang dialaminya adalah kegagalan
“ Japra… Japra… yang lo alamin, kan
lebih obyektif kalau dinilai oleh orang lain. Nah, gue sekarang dengan gamblang
mengatakan, yang lo alamin bukan kegagalan. Tapi, lu lagi ditantang buat menggapai sukses besar yang masih tergantung di awan. Nah, lu mesti bangun semangat kayak Gatot Kaca. Siap terbang dan tinggal metik
yang namanya kesuksesan, seperti yang lo kepingin wujudkan. Bukankah lo
kepingin ngojek dan tukang ojeg baru bisa ngojek tanpa mikirin setoran kalau punya sepeda motor?” kata
Komeng.
Mendengar kata kata Komeng dan
melihat sikap sohibnya yang kelihatannya sama sekali kagak berbasa basi, Japra
jadi merasa kayak dibangunkan dari tidur agar menghindar dari mimpi tabrakan di
jalan tol, karena kalau banyak jatuh korban, jadi hal menggegerkan.
“ Kalo lo serius dan yang lo
kemukakan meluncur dari hati nurani lo yang paling dalam, ikhlas dan penuh
kejujuran, gua gak cuma percaya, Meng.
Tapi, sekaligus termotivasi dan jadi kepingin kem bali mengumpulkan semangat
untuk kembali maju terus pantang mundur, eh, pantang belok,” sambut Japra
dengan wajah yang berubah seratus delapan puluh derajat, dari nelangsa jadi
penuh dengan sejuta asa.
Bersambung……….
0 Response to "MENUJU PELABUHAN CINTA 16"
Posting Komentar