Oleh : Oesman Ratmadja
SEBELAS
Setelah dengan cepat dan dengan hati
hati memperbaiki posisi duduknya, Japra kembali berkicau. Japra yakin, Bu Farida bakalan tertarik dengan dan mendukung misinya
“ Begini, lho, bu “ Japra mulai mengemukakan maksud dia datang menemui Nurlela yang kini diwakili bu Farida.
“ Begini, lho, bu “ Japra mulai mengemukakan maksud dia datang menemui Nurlela yang kini diwakili bu Farida.
“Waktu ngajak ke shorum, kan die kagak minta
pamrih. Naah, begitu mobil udeh dibawa ke rumah, Mas Rebo juga kagak
nuntut ape-ape. Yang penting, ibu
sebagai orangtua Nurlela siap nentuin, kapan
waktu nyang asyik agar bise ngundang mas
Rebo, buat bicarain soal perkawinan?”
“Saya kok jadi makin tidak mengerti
apa maksud dari semua perkataan kamu, yaa?” Sergah bu Farida
Tapi, Japra yang sudah membayangkan
bakalan dapat hadiah sebuah sepeda motor, tak mau mengerem omongannya. Dia
tetap melaju dengan kecepatan sebuah motor baru yang terbayang bayang di
pelupuk matanya
“Mestinye, ibu mesti langsung
ngerti. Perkawinan, kan ,
artinye ada sepasang penganten di pelaminan. Nah, siape penganten yang
besanding di pelaminan? Bukan saya, bu. Tapi, Nurlela sama mas Rebo. Udeh
jelas, kan, bu ?” Tandas Japra
Mendengar kalimat terakhir yang baru saja dipaparkan dengan gambling
oleh Japra, bu Farida memang jadi langsung mengerti. Bahkan, langsung paham
karena kalimat itu diucapkan dengan jelas dan tak ada cacatnya. Saking jelasnya, bu Farida yang diharap oleh
Japra bersuka cita karena tak lama lagi bakal mendapat kado istimewa, malah emosi.
Dan dengan reflek bu Farida mengangkat satu kakinya. Dengan cepat sandal yang sedang dipakainya dicopot.
Bu Farida yang tak bisa lagi menahan
emosinya, dengan segenap kekesalannya, melempar sandal di tangannya.
Untungnya, Japra dalam keadaan ready
stock. Siap mendengar jawaban bu Farida. Begitu dijawab dengan lemparan sandal,
Japra yang sempat kaget, langsung menyempatkan diri untuk bisa bergerak dengan
reflek. Alhasil, gerakan reflek yang dilakukan Japra membuahkan hasil.
Boleh jadi, sang sandal yang dilempar bu
Farida ke wajah Japra, juga ikut kesel dan gemas. Soalnya, bukan singgah dan
menghantam wajah Japra tapi malah menghantam toples.
Praaaaaaaaang !
Toples di meja berisi permen, jatuh ke
lantai dan toples yang terbuat dari beling itupun pecah. Tak hanya pecahan
belingnya yang berantakan. Isinya, juga gak mau ketinggalan alias ikut
berantakan, berserakan.
Meski gugup dan bingung, sempat
sempatnya Japra yang tak menyangka bakal ketemu dengan masalah, berpikir untuk mengambil beberapa permen buat anaknya. Hanya,
berhubung yakin tidak bakalan sempat, Japra mengurungkan niatnya.
“Lebih baik aku minggat,” simpul Japra
dalam hati dan memang tak mungkin bagi Japra untuk meminta izin ke bu Farida
untuk pulang.
Yang kemudian dilakukan Japra cuma satu,
langsung ngibrit, ambil langkah seribu tiga. Japra terbirit birit. Wajahnya nggak
lagi sesumringah saat datang ke rumah bu Farida, tapi pucat pasi. Persis tikus
yang baru saja kecebur ke got. Jantungnya nyaris mau copot.
“Kok nasib gue apes banget, sih?” Keluh
Japra sambil terus berlari kencang, sehingga bisa cepat menjauh dari bu Farida
yang bisa saja berusaha mengejarnya.
Kali ini, Japra memang harus merutuki
nasibnya Karena yang terbayang di pelupuk mata adalah motor baru tapi yang baru
diperolehnya adalah lemparan sandal.
Bu Farida yang sangat berharap
lemparannya kena sasaran, memang sangat kecewa karena Japra bisa mengelak.
Namun, ia tak bisa menumpahkan emosinya yang masih menggeliat. Soalnya, si
Japra sudah minggat.
“Awas kamu, yaa… lain kali, kalau
ketemu lagi, aku lempar kamu pakai sepatu,” kata bu Farida yang baru merasa
puas setelah menumpahkan kesalnya
0 Response to "MENUJU PELABUHAN CINTA "
Posting Komentar