BONDAN DAN TUKANG OJEK
oleh : Oesman Ratmadja
EMPAT PULUH EMPAT
Bondan
tertegun. Namun ia tak menyesali keteledorannya, yang selama pergi
mencari rumah kontrakan tak membawa telepon genggsam. Bahkan, Bondan sengaja tidak mengaktifkan selulernya dan dibiarkannya benda miliknya itu tergeletak di lemari. Sudah cukup lama, Bondan tak lagi bersentuhan dengan alat komunikasi canggih yang saat ini sudah dimiliki oleh hampir semua warga Indonesia. Bahkan, kebanyakan pemulung pun merasa ketinggalan zaman jika dalam bertugas tak membawa selulernya. Malah, tak sedikit orang yang menganggap seluler sebagai pembangun imej, sehingga dirinya merasa bukan sebagai orang kecil meski tinggal di rumah petak yang dikontrak dan harus siap diusir jika akhir bulan tak bisa membayar uang kontrakan.
Tapi bagi Bondan, benda itu hanya sebatas alat komunikasi. Tidak kurang tak boleh lebih. Bukan benda yang membuat seseorang jadi bergengsi. Namun, Bondan tak menyoal jika kebanyakan orang menganggap seluler sebagai benda yang membuatnya jadi merasa punya gengsi. Bondan Juga tak menyoal, jika ada orang yang jika ditagih uang kontrakan rumah atau cicilan motor malah tak sanggup, tapi malah selalu mampu membeli pulsa untuk selulernya. Sebab ika HP-nya tak berpulsa dia merasa tidak berdaya dan langsung merasa kehilangan jati dirinya.
Tapi, sesaat
berselang ia kelihatan berusaha untuk bersikap tenang. Informasi dari
si mbok Sinem yang begitu singkat, memang sempat membuat Bondan shock.
Meski begitu, Bondan ikhlas menerima kenyataan, meski sebagai anak dirinya tak cuma tidak berkesempatan memandikan jenazah ayahnya Tapi juga kehilangan peluang untuk turut mengebumikan jenazah ayahnya.
“Maafkan
saya, mbok. Saya memang salah. Saya teledor karena sejak Tari
menikah, saya tidak pernah mau lagi menggunakan hape “
Si mbok
Sinem, jadi lega. Karena Bondan tak menyalahkannya. Ia segera
membantu mengangkat tubuh Bondan, yang masih dalam kondusi lunglai.
“ Den, ayo
bangun, den. Temui isteri bapak den Bondan. Beliau menunggu sejak
tadi pagi, den. Bersama kedua anaknya “
“
Jadi..isteri bapak saya ada di dalam, mbok?”
Mbok Sinem
mengangguk. Ia lalu memapah Bondan, ke dalam rumah. Membawanya ke
ruang keluarga. Di sana, isteri pak Sadewa, yang tengah duduk bersama
duka, yang pipinya masih sembab, melihat mbok Sinem. Ia berdiri.
Menatap mbok Sinem yang memapah Bondan, anak tirinya. Memang
Sumirah, terlihat sangat kikuk. Tapi, sesaat kemudian, ia menghampiri
Bondan, yang menatapnya dengan pandangan lesu.
Bondan
menjawab ucapan salam ibu tirinya, yang tubuhnya tertutup rapat
karena dia mengenakan busana muslim. Jilbabnya, panjang, sampai ke
pinggul.
Tanpa ragu,
Sumirah yang menguatkan diri, yang sudah berani datang ke rumah putra
suaminya, menghampiri anak tirinya dan menyalami putra suaminya,
Bondan.
Sumirah tak
menyangka, jika Bondan tak hanya meraih tangannya. Tapi, juga
mencium tangannya dengan takzim.
“Maafkan
saya…saya tak mengurus pemakaman bapak, “ kata Bondan, sambil
melepas genggaman tangan Sumirah
“ Saya
yang harus berminat meminta maaf. Sebab, baru bisa datang, baru bisa
menyam paikan kabar duka. Mestinya, tidak seperti ini. Hanya, saya
sendiri tak tahu harus berbuat apa, ketika semua terjadi dengan
begitu saja.
Saat
kejadian, saya sedang di rumah. Sehari sebelumnya, bapak memang
pamit dan pergi bersama supir, karena ditelpon oleh isterinya yang
lain, dan bapak diminta untuk mengantarnya ke rumah sakit karena usia
kandungannya yang sudah lebih dari sembilan bulan, sangat butuh
perhatian bapak. Alasan itulah, bapak yang mestinya memenuhi jadwal
bersama saya di rumah, bergegas meninggalkan rumah.
Saya hanya
berpikir tak akan terjadi apa pun. Toh, mengantar isteri yang akan
melahirkan merupakan hal yang lazim. Hal yang tak akan pernah
terpikir oleh siapa pun, kalau dalam perja lanan harus siap
menanggung risiko kedatangan maut. Nyatanya, dalam perjalanan itulah,
hal yang tak pernah diperkirakan terjadi, dan…,” Sumirah, yang
berusaha menjelaskan dengan gamblang mengapa ia baru sempat datang
pagi ini dan baru bisa mengabarkan langsung kepada Bondan, terdiam
sejenak.
Bersambung.......
0 Response to "BONDAN DAN TUKANG OJEK (44)"
Posting Komentar