TAK LAMA lagi SBY akan menanggalkan tahta yang diduduki selam 10 tahun dan tentu saja, di saatnya SBY harus meninggalkan istana negara. Dan, suka tidak suka, jabatan Presiden akan diserahkan kepada penggantinya atau kepada pasangan Capres dan Wacapres, yang bakal menang dalam Pemilihan Presiden tahun 2014
Apakah Abu Rizal Bakrie atau ARB yang akan menduduki tahta dan menguasai istana?
Sepertinya, ARB tak akan bisa jadi Presiden meski dalam Pemilihan Legislatif partai Golkar yang dinakhodainya tampil di urutan kedua dan sebagai Ketum Golkar dia sudah digadang gadang sebagai Capres.Selain lantaran elektabilitas ARB tidak setinggi Prabowo dan Jokowi, sosok ARB juga tidak memiliki kemampuan meraih simpati dan empati masyarakat.
Buktinya, meski partainya menduduki posisi kedua dan sebagai Ketum sudah diberi amanah untuk jadi Calon Presiden, hingga hari ini tak ada tanda tanda yang menggembirakan. Artinya, posisi ARB malah maju kena mundur kepentok. Sebab, di satu sisi kesulitan mencari rekan koalisi yang mendukung penuh dirinya sebagai Capres, di sisi lain, jika bersikap lunak dengan menurunkan derajat menjadi Cawapres dan berpasangan dengan Jokowi, para kader Golkar yang sudah memberi amanah, bakal terjebak dalam situasi pro-kontra, dan partai Golkar harus bekerja keras karena kondisi di internal partai bakal memanas.
Jika tetap ngotot dan tetap mempertahankan posisi sebagai Capres, sulit mencari teman seiring dan juga sulit mendapatkan persetujuan mencari Cawapres, karena harus berkoalisi sedikitnya dengan dua partai dan bila berkoalisi dengan tiga atau empat partai, para partner akan menekan agar ARB bersikap lebih fleksibel dalam transaksional.karena partner yang tak mendapat jatah cawapres akan minta jabatan menteri di kabinet
Jadi, tanpa mengecilkan Prabowo yang sudah berpatrner dengan Hatta Radjasa, yang paling berpeluang menggantikan SBY, tentu saja Jokowi. Meski penetapan dirinya sebagai Capres atau saat dicapreskan oleh PDI-P dinilai terlambat, namun peluang Jokowi yang elektabilitasnya tinggi, jauh lebih besar dari Cawapres mana pun.
Selain sudah terlebih dahulu diapresiasi dan disukai oleh masyarakat luas, sosok Jokowi dianggap sebagai sosok yang paling cocok dan pas untuk menjadi pengganti SBY. Bukan saja lantaran mampu membumikan budaya blusukan dan tampil sederhana. Tapi juga lantaran Jokowi dinilai sangat dekat dengan rakyat dan sikap merakyatnya itulah yang menjadi magnit, karena kebanyakan pejabat hanya dekat saat butuh rakyat dan malah menjauh dari rakyat setelah duduk menjabat
Akankah Jokowi duduk di tahta kepresidenan dan menguasai istana negara?
Kemungkinannya justeru sangat besar karena sudah terlanjur menjadi harapan rakyat. Lihat saja kondisi elektabilitasnya, yang sejak jadi Gubernur semakin tinggi dan ketika lembaga survey menempatkan dirinya sebagai capres, respon rakyat sangat hebat dan begitu mendalam saat mengapresiasi
Hanya, jalannya jadi tidak mudah mengingat sampai saat ini, Wacapres untuk Jokowi belum diumumkan dan saat deklarasi bersama antara PDI-P dengan PKB dan Nasdem, Cawapres untuk Jokowi justru diundur sampai 20 Mei. Memang, penundaan yang dilakukan 16 Mei hanya berjarak empat hari. Tapi, masalahnya bukan karena baru diumumkan pada 20 Mei. Sebab, jika jarak bisa dimaklumi,yang kemudian bisa tidak dimaklumi jika salah orang dalam menetapkan pasangan Jokowi.
Siapapun pasti yakin, jika PDI-P dan koalisinya salah memilih Capres, maka setelah diumumkan, reaksi negatif akan bermunculan dan saat di survey pasangan Jokowi dengan Cawapres salah pilihnya akan anjlok. Sebab, rakyat akan menilai tak cocok jika pada tanggal 20 Mei nama yang kemudian muncul adalah Puan Maharani.
Bukan lantaran Puan Maharani perempuan. Sebab, wanita tidak tabu jadi Presiden apalagi jika sebatas Wakil Presiden Lalu, mengapa jika yang dicalonkan Puan Maharani, Jokowi malah bakal gagal menduduki tahta dan kehilangan peluang menguasai istana?
Tak lain karena Puan Maharani belum memiliki track record yang menimbulkan decak kagum. Posisinya yang cukup tinggi di PDI-P bukan lantaran prestasinya yang mengagumkan. Tapi, karena dia adalah bagian yang tak terpiahkan dari Megawati. Tak beda dengan Eddy Baskoro, yang di usia muda bisa begitu mudah menjadi Sekjen partai Demokrat.
Tentu dinilai belum saatnya atau masih harus bersabar menunggu saat yang tepat untuk Puan Maharani jika ingin sampai ke singgasana kedua tertinggi. Pun untuk posisi sebagai Menteri, semisal Jokowi yang dengan pasangan lain sebagai Cawapres, dapat mengalahkan Prabowo Subianto yang telah menetapkan Hatta Radjasa sebagai Cawapresnya
Jokowi pun malah akan kehilangan peluang, jika lobi yang masih terus dilakukan Golkar ke PDI-P atau sebaliknya, menyetujui ARB sebagai Cawapres Jokowi. Meski dalam hal ini, ARB yang sudah digaukdang gadang sebagai Capres bersedia memelorotkan posisinya sebagai Cawapres, pasangan Jokowi dan ARB tak akan menjadi pasangan yang kuat. Tentu saja, keputusan yang blunder ini menguntungkan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa.
Sebab, banyak yang akan meninggalkan Jokowi jika Gubernur DKI Jakarta yang dicapreskan oleh PDI-P, malah berpasangan dengan ARB atau Puan Maharani. Dan jika malah satu diantara dua nama ini yang ditetapkan, maka tahta yang akan diserahkan oleh SBY, tak lagi fokus ke Jokowi. Tapi berubah arah ke dan untuk pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa.
Akankah Jokowi bertahta di Istana? Tentu saja sangat mungkin, jika nama seperti Juruf Kalla, Mahfud MD, Rhoma Irama, lebih dipilih untuk dijadikan pendamping Jokowi.
Tentu dinilai belum saatnya atau masih harus bersabar menunggu saat yang tepat untuk Puan Maharani jika ingin sampai ke singgasana kedua tertinggi. Pun untuk posisi sebagai Menteri, semisal Jokowi yang dengan pasangan lain sebagai Cawapres, dapat mengalahkan Prabowo Subianto yang telah menetapkan Hatta Radjasa sebagai Cawapresnya
Jokowi pun malah akan kehilangan peluang, jika lobi yang masih terus dilakukan Golkar ke PDI-P atau sebaliknya, menyetujui ARB sebagai Cawapres Jokowi. Meski dalam hal ini, ARB yang sudah digaukdang gadang sebagai Capres bersedia memelorotkan posisinya sebagai Cawapres, pasangan Jokowi dan ARB tak akan menjadi pasangan yang kuat. Tentu saja, keputusan yang blunder ini menguntungkan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa.
Sebab, banyak yang akan meninggalkan Jokowi jika Gubernur DKI Jakarta yang dicapreskan oleh PDI-P, malah berpasangan dengan ARB atau Puan Maharani. Dan jika malah satu diantara dua nama ini yang ditetapkan, maka tahta yang akan diserahkan oleh SBY, tak lagi fokus ke Jokowi. Tapi berubah arah ke dan untuk pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa.
Akankah Jokowi bertahta di Istana? Tentu saja sangat mungkin, jika nama seperti Juruf Kalla, Mahfud MD, Rhoma Irama, lebih dipilih untuk dijadikan pendamping Jokowi.
0 Response to "AKANKAH JOKOWI BERTAHTA DI ISTANA"
Posting Komentar