SAMA SAMA UNTUNG


oleh : Oesman Ratmadja
  

DIDING dan Dudung bukan anak kembar. Juga bukan bocah yang lahir dari satu ibu. Masing-masing punya orangtua. Diding putra kedua dari pasangan Mamat dan Mimin. Sedangkan Dudung, anak kedua dari pasangan Jali dan Markonah.
Mereka bertetangga dan duduk sebangku di kelas tiga, SD Gratis Tapi Tetap Bayar , yang setahun silam namanya di ganti menjadi SD Gratis Seumur Hidup, karena kepala sekolahnya, yang ikutan pilkada Bupati, terpilih secara aklamasi dan pangkatnya tidak Kepsek lagi. Sudah naik ke ujung langit, menjadi Bupati.
Ngakunya, kedua pasangan orangtua Dudung dan Diding, gak pernah tahu, kalau anaknya:BBD (Bengal Banget, Deh) Tapi, menurut para tetangga, pengakuan mereka, sangat tidak layak untuk dipercaya.
“ Mereka cuma berlagak tidak tak tahu, padahal sangat tahu kalau anaknya BBD,” kata para tetangga, yang terpaksa super ramah bila dihadapan orangtua Diding dan Dudung, tapi di belakang mereka, hobi banget ngerumpiin.
Maklum, Dudung dan Diding memang BBD.
Suka ngerusak tanaman tetangga. Kalau mereka laporkan ke masing-masing orangtua, malah dijawab,” Makanya, kalau punya kembang, jangan cuma dirawat,
dijaga juga, dong. Supaya nggak dirusak anak-anak. Kalau nggak punya waktu, gaji saja satpam, dan tugaskan secara khusus untuk menjaga kembang “
Diding dan Dudung, juga senang ngelemparin genteng tetangga. Jika dilaporkan, orangtua mereka jadi seperti pasutri kembar. Jawabannya, pasti semodel.
“ Namanya juga genteng, yaa, kalau dilempar pasti pecah. Kalau nggak mau pecah, ganti aja gentengnya sama seng. Gitu aja kok repot “
Ketika Dudung dan Diding dilaporkan mencuri mangga tetangga, oleh bu Markum, pemiliknya, orang tuanya malah bilang.
“ Anak kreatif kok, dibilang pencuri? Kalau pencuri, mangganya langsung dijual. Kalau anak kita, kan selain langsung dimakan juga dibagikan ke teman temannya. Artinya, jelas kreatif. Sebab,masih kecil sudah bisa memindahkan mangga dari pohon, ke perutnya “
Selalu dan selalu ada jawaban dari kedua pasangan orangtua mereka. Jelas, pertanda tidak mengakui anak mereka memang BBD. Makanya, tetangga pada kesal. Mereka sepakat tidak mau lagi ngalokin Dudung dan Diding. Terlebih, ikut bantu mendidik.
Satu saat, ketika hujan lebat, meski melihat Dudung dan Diding kebut-kebutan dengan sepedanya, tak ada seorang pun yang menggubris. Malah, ada yang berdoa semoga tuh dua bocah disamber petir berbarengan. Mereka sepakat cuwek, karena kalaupun dilaporkan, ke orangtua nya paling ngejawab begini.
“ Apa salah kalau anak kita mau senang-senang di waktu hujan? Jadi tetangga, nggak usah usil, deh “
Nah, daripada keki berat, yaa, mendingan dicuwekin. Makanya, ketika para tetangga mendengar kabar, Dudung dan Diding dilarikan ke rumah sakit saat hujan masih lebat, tetangga berlagak pilon. Padahal semua pada males nengok ke rumah sakit.
Saat di arisan warga, orangtua mereka, ngabarin kalau Dudung, tangan kanannya patah dan Diding pelipisnya retak. Bu Markum yang pernah ngelaporin gentengnya pecah disambit dan bu Dodot yang juga ngebilangin kembangnya dirusak, ngebales perlakuan mereka.
“ Untung, Dudung cuma patah tangan kanannya. Coba, kalau tangan kiri dan kedua kakinya juga patah, pasti bakal cacat seumur hidup “ sahut bu Markum
“ Diding juga masih untung, lho, cuma pelipisnya saja yang retak. Coba, kalau kedua matanya ketusuk stang sepeda, kan bisa buta. Apa jadinya jika anak ibu jadi tuna netra “
“ Iya, “ kata Bu Simin, yang ternyata, kepingin juga ngasih pelajaran pada kedua orangtua bocah yang anaknya BBD. “ Untung juga cepat ketahuan dan cepat dibawa ke rumah sakit. Coba, kalau orangtuanya tidak segera tahu dan tidak cepat-cepat di bawa ke rumah sakit, pasti lukanya tambah parah “
“ Tapi, gimana juga kita nggak menyangka, lhoo. Sebab, kok bisa, yaa, si Dudung dan Si Diding yang tidak nakal, terkena musibah seperti itu ?” Kata seorang ibu, yang dalam hatinya, sebenarnya bilang, akhirnya kena batunya juga, lo
Mendengar tanggapan para tetangga yang ternyata tidak ngenakin, kedua pasangan orangtua yang ngaku anaknya tidak nakal, diam-diam meninggalkan acara arisan, dan mereka, pulang dengan begitu saja, tanpa pamit.